Wednesday, December 16, 2015

ULASAN : BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA



Setelah sukses dengan dwilogi 99 Cahaya Di Langit Eropa, Maxima Pictures dengan percaya diri hadir dengan film terbarunya lanjutan dari dwilogi sebelumnya yang cukup ambisius dari sisi produksi yang di adaptasi novel karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra yang berjudul Bulan Terbelah Di Langit Amerika. Kursi sutradara di 2 film sebelumnya dipegang oleh Guntur Soeharjanto, kali ini tugas itu dipegang oleh Rizal Mantovani. 3 cast utamanya yang mengisi pos 99CDLE, kembali memerankan karakter mereka masing-masing, Abimana sebagai Rangga, Acha Septriasa sebagai Hanum dan Nino Fernandez sebagai Stefan. Hanna Al Rasyid dan Rianti Cartwright yang pengisi peran baru Jasmine dan Azim Hussein.



BTDLA sendiri melanjutkan dari apa yang sudah terjadi dalam 99CDLE, adegan yang dibuka dengan Hanum (Acha ) seorang jurnalis muslim dan bekerja di sebuah kantor berita di Wina mendapat kiriman email video seorang gadis berjudul “Do you know my dad?”, Hanum (Acha Septriasa), dan akhirnya diberi tugas untuk menulis artikel provokatif oleh bos redaksi, berjudul “Apakah dunia lebih baik tanpa islam?”. Untuk menjawabnya, Hanum harus bertemu dengan korban tragedi 911 di New York, Azima Hussein (Rianti Cartwright), seorang mualaf yang bekerja di sebuah museum, dan anaknya , Sarah Hussein.



Pada saat yang bersamaan, Rangga (Abimana Aryasatya) suaminya, juga ditugasi oleh Profesornya untuk mewawancara seorang milyuner dan philantropi Amerika bernama Phillipus Brown, demi melengkapi persyaratan S3 nya. Brown dikenal eksentrik, misterius, dan tidak mudah berbicara dengan media. Rangga diminta untuk menemui Stefan (Nino Fernandez) dan kekasihnya Jasmine (Hannah Al Rasyid) yang berada di New York yang telah mengatur pertemuan eksklusif dengan Brown. Tetapi tanpa diduga, 2 tugas berbeda dari Rangga dan Hanum ini mempunyai benang merah yang akan memberi pelajaran penting dalam hubungan mereka.



Mengangkat tema “11 September” yang sangat sensitif ini bisa dibilang cukup beresiko, terlebih mengenai agama dan diskriminasi, tapi untungnya seperti yang sudah diungkapkan oleh penulis novelnya sendiri Hanum dan Rangga bahwa visi dan misi BTDLA akan menjadi jembatan dari 2 hal itu yang akan bisa memberi sudut pandang baru pada penonton tanpa menggurui yang bisa dibilang juga berhasil disampaikan lewat filmnya. Untuk teknis, sinematografi film ini sangat memanjakan mata yang sudah menjadi ciri khas dari film-flm Rizal Mantovani.






Kekuatan utama dari BTDLA ada pada Abimana-Acha Septriasa yang memang sudah terbangun di film sebelumnya, bahkan bisa dibilang jika ada penghargaan pasangan fiksi terbaik dalam penghargaan film lokal kita, mereka berdua layak memenangkannya. Nino Fernandez pun mampu memancing tawa penonton dengan karakter tidak pekanya. Rizal Mantovani seperti tidak perlu bekerja keras lagi untuk mengarahkan mereka bertiga. Hanna Al Rasyid dan Rianti juga tampil optimal mengisi peran mereka masing-masing, minus yang dirasakan justru ada pada karakter-karakter pemain asing dalam film ini yang dibawakan dengan kaku oleh pemerannya, terutama untuk pemeran Philipus Brown yang menjadi karakter sentral dalam film ini sangat terlihat buruk.




Secara keselurahan BTDLA adalah film yang sangat menghibur diluar hal minus yang ada pada karakternya dan produk sponsor yang sangat dipaksakan untuk ditampilkan ( oppps !! ), film ini mampu menyampaikan visi dan misinya dengan baik yang ada pada novelnya. Mengenai apakah film ini bisa memberi sudut pandang baru pada penonton, tentu saja hanya bisa dijawab oleh penonton itu sendiri setelah menonton film ini.















Subscribe to this Blog via Email :

1 komentar:

Write komentar