Wednesday, August 2, 2017

ULASAN: VALERIAN & THE CITY OF A THOUSAND PLANETS




Valerian and The City of Thousand Planets merupakan film sci-fi adaptasi komik klasik asal Perancis berjudul Valerian and Laureline. Disutradarai oleh Luc Besson (The Fifth Element, Lucy) dengan bintang utama Dane DeHaan serta Cara Delevigne sebagai Valerian dan Laureline, pasangan agen spesial kepolisian di masa depan di mana manusia hidup berdampingan dengan ribuat spesies lainnya sejagad raya. City of Thousand Planet yang dimaksud di sini adalah kota di angkasa luar bernama Alpha, yang merupakan bekas stasiun angkasa luar yang dulu pernah mengorbit di Bumi dan kemudian semakin berekspansi seiring dengan bertambahnya koloni dari berbagai spesies yang berdatangan dari seluruh jagad raya.



Ketika sedang menjalani misinya, Valerian mendapatkan sebuah penglihatan dalam mimpi bahwa suatu ancaman besar datang dan membahayakan keselamatan kota. Bersama dengan rekan dalam misi (sekaligus kekasihnya) Laurenie, petualangan menyelamatkan kota sekaligus menguak misteri dibalik siapa dalang dibalik ancaman inipun dimulai dengan mengajak penonton mengeksplorasi set angkasa luar yang unik dan megah dipamerkan di sepanjang film. Bersyukurlah kita hidup di zaman sekarang ini dimana sajian visual yang bagaimanapun dibayangkan dalam imajinasi semua bisa direalisasikan. Set lokasi dan desain produksi film ini sudah jelas menjadi juara, namun bagaimana dengan aspek lainnya?



Seperti kebanyakan film yang begitu terdepan dalam sajian visual namun lemah secara substansi, Valerian juga tersandung oleh kelemahan yang sama. selama dua pertiga awal film tidak mengungkapkan sebetulnya apa, siapa, dan bagemana soal garis besar perkara utama, secara teori ini memang terlihat bagus menyimpan rahasia untuk diungkapkan pada pemuncak cerita, namun apa yang dirasakan sejak cerita mulai berjalan malah terkesan tidak fokus, atau istilahnya ngalor ngidul - terutama di saat terdapat segmen di mana posisinya dalam garis cerita secara umum mirip seperti ketika Luke dkk menghabiskan waktu terlalu lama di markas Jabba The Hutt dalam Star Wars VI, terkesan tidak penting dan membuang-buang waktu! Namun menjelang penghujung cerita, berbagai konflik yang dibeberkan mulai dirapikan dengan penjelasan yang cukup segar, membuktikan bahwa film ini -apalagi sumber adaptasinya, memang meiliki cerita dan universe yang kaya, mendetil, dan sangat berpotensi untuk dieksplor lebih jauh.



Serupa dengan di saat menonton film-film karya Guillermo del Toro, Valerian ini juga terkesan aneh, quirky, dan unik dengan gaya sendiri, dalam hal ini khasnya Luc Besson. Penuturan cerita yang terkesan kurang fokus di sini mengingatkan saya akan Lucy, Penonton bisa jadi merasa kebingungan atau bahkan jenuh, atau malah memakluminya bagi fans yang sudah mengenal gaya penceritaan film-flm Luc besson yang nyentrik. Hal yang paling sulit untuk dinikmati di film ini justru adalah pemeran dua karakter utamanya. Dane DeHaan tidak cocok dipasangkan dengan Cara Delevigne. Sebagai teamwork, bisa jadi, namun sebagai kekasih? Saya tidak mendapatkan chemistrynya ke arah itu. Mereka lebih cocok sebagai pasangan bersaudara saja. Dialog-dialog di sepanjang film juga kurang enak diikuti, banyak yang terkesan garing dan bikin mengerinyitkan kening. Walau dengan segala kekurangannya, saya berharap agar film ini dapat sukses diterima secara luas. Sangat terlihat bahwa ini adalah passion project sang sutradara yang dipersiapkan sejak lama. Dan juga sebagai sebuh film yg diadaptasi dari materi komik klasik yang walau tidak begitu dikenal luas di luar negri asalnya Perancis namun menjadi inspirasi banyak film2 sci-fi populer sekarang, setidaknya film ini sangat layak untuk diberi kesempatan, terutama bagi kalian penonton yang menggemari film-film sci-fi dengan sajian visual yang luarbiasa imajinatif, menyaksikan film ini bagaikan terjun dalam dunia imajinasi sains yang menjadi kenyataan.

(By Arief Noor Iffandi)

Subscribe to this Blog via Email :