Wednesday, July 27, 2016

ULASAN: JASON BOURNE (2016)

Suatu hari teman saya memberitahukan bahwa film Jason Bourne akan segera tayang, sayapun bertanya Bourne apa? Dengan maksud menayakan embel-embel judul seperti pada film sebelumnya menggunakan preposisi Identity, Supremacy, Ultimatum dan Legacy. Ternyata Jason Bourne adalah judul utamanya. Disitu saya langsung berpikir akan bercerita tentang apalagi film ini, apakah akan melanjutkan triloginya sebelumnya atau sebuah prekuel?
Jason Bourne adalah sebuah film yang terbilang aman saja dari segi cerita untuk film musim panas ini. Meskipun faktanya tidak ada alasan untuk film ini seharusnya ada. Karena dalam The Bourne Ultimatum, Bourne akhirnya mengetahui misteri terbesar siapa dia dan apa yang dia alami.
Dengan jejak uban pada rambutnya membuktikan bahwa Bourne tidak akan bertahan begitu lama. Itulah Paul Greengrass sebagai sutradara dan penulis yang dibantu oleh Christopher Rouse membuat film ini sebagai klarifikasi kecil dan membimbing karakter Bourne untuk kehidupan kedepanya.
Menggabungkan kecangihan teknologi, dengan plot cerita mengambil realita masalah global saat ini tentang privasi informasi keamanan publik diberi bumbu sedikit kebut-kebutan a la Fast & Furious menjadikannya lebih aktraktif. Dengan kekacauan dimana-dimana dengan latar belakang paska-Snowden inilah Bourne kembali dengan secercah info mengenai dirinya. Intrik kekuasaan dalam tubuh agensi mata-mata negara adidaya, Bourne-pun terseret-seret kedalamnya. Saya sangat suka pada satu momen dimana Robert Dewey(Tommy Lee Jones) mengejek anak asuhnya yang ambisius Heather Lee(Alicia Vikander) yang ternyata juga licik. Upaya membangun karakter dengan pertemuan Bourne dan Heather Lee terkesan agak lambat. Tetapi secara teknis, Greengrass memberikan segala sesuatu yang saya harapkan dari film ini.
Pada akhirnya Jason Bourne dibuat dengan upaya nostalgia mencoba peruntungan untuk mendapatkan beberapa dolar lagi.

Review oleh Pasko

MINI KONSER SOUNDTRACK "INI KISAH TIGA DARA"




Persembahan istimewa dari insan-insan musik terbaik Tanah Air menjelang hari perayaan kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini. Dua albu isimewa akan hadir menandai perjalanan musik Indonesia yang kaya akan ragam dan nada.

Yang pertama adalah album khusus "Aransemen Ulang Lagu Orisinil dari film Tiga Dara". Seperti namanya, album tribute ini akan kembali menghadirkan lagu-lagu klasik yang pernah hadir di film musikal klasik Indonesia, Tiga Dara (1956). Sebagian besar lag ini merupakan karangan seniman legendaris Safu Bahri, yang meraih penghargaan Musik Terbaik untuk karyanya di film tersebut.



Lagu-lagu klasik ini dibawakan oleh para penyanyi dan musisi berbakat masa kini, seperti Indra Iziz, Anda Perdana, Aprilia Apsari , Aimee Saras, Bonita, Danilla Riyadi, Mondo Gascaro, Monita Tahalea, Deredia, Nesia Ardi, Indra Perkasa, dan Bonita & The Hus Band.

Sementara album yang juga diluncurkan dalam waktu sama adalah album soundtrack film baru berjudul ini "Ini Kisah Tiga Dara". Film drama musikal yang disutradarai oleh Nia Dinata ini terinspirasi dari film Tiga Dara, dan dibintangi oleh Shanty Paredes, Tara Basro dan pendatang baru Tatyana Akman dan pemeran lainnya seperti Reuben Elishama, Richard Kyle, Rio Dewanto, Ray Sahetaphy, serta penampilan khusus Titiek Puspa.





Seluruh pemain film "Ini Kisah Tiga Dara" juga akan membawakan lagu-lagu di filmnya, yang liriknya dibuat oleh Nia Dinata, serta musiknya dikerjakan oleh Aghi Narottama dan Bemby Gusty. Album ini juga menandai kembalinya Shanty Paredes ke ranah musik Indonesia setelah sempat absen beberapa lama.



Selain acara peluncuran album ini, akan diadakan juga Konser Musik Spesial "60 Tahun Tiga Dara", yang menghadirkan seluruh musisi dan seniman di kedua album ini. Konser ini akan digelar di Graha Bakti Budaya (GBB), Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada tanggal 11 Agustus 2016.



MENUJU FFI 2016



Festival Film Indonesia (FFI), ajang penghargaan tertinggi dalam perfilman Indonesia, siap dilaksanakan kembali tahun ini. Penghargaan Piala Citra, lambang supremasi untuk film dan insan perfilman terbaik setiap tahunnya, akan dianugerahkan pada puncak malam penghargaan FFI pada bulan November 2016. Mengawali seluruh rangkaian pelaksanaan kegiatan FFI 2016 adalah peluncuran FFI 2016 yang akan diadakan bersamaan dengan pemutaran perdana (Gala Premiere) film klasik Tiga Dara (1956), hasil restorasi dalam format 4K digital.


“Peluncuran seluruh kegiatan FFI 2016 yang dibarengi dengan pemutaran perdana Tiga Dara ini sesuai dengan semangat kami dari panitia FFI tahun ini, yaitu semangat restorasi,” ujar Lukman Sardi, ketua panitia pelaksana FFI 2016. “Apalagi tahun 2016 ini adalah tahun yang istimewa bagi film Indonesia. Jumlah penonton film Indonesia di bioskop meningkat, yang juga menandakan kebangkitan kembalinya penonton film Indonesia di bioskop. Lalu mulai dibukanya investasi asing untuk perfilman Indonesia, yang bisa memajukan kualitas industri perfilman kita. Hal-hal inilah yang kami harapkan juga berdampak pada perubahan positif untuk penyelenggaraan FFI tahun ini.”



Selain Lukman Sardi, duduk dalam kepanitiaan FFI adalah Robby Ertanto sebagai Wakil Ketua Pelaksana, Olga Lydia sebagai Ketua Bidang Penjurian, Reza Rahadian sebagai Ketua Bidang Acara, Ade Kusumaningrum sebagai Ketua Bidang Humas, Wulan Guritno sebagai Ketua Bidang Sponsor dan Event.





Seperti tahun sebelumnya, tahun ini ada 5 jenis kompetisi, yaitu Film Bioskop, Film Pendek, Film Animasi Pendek, Film Dokumenter Panjang, dan Film Dokumenter Pendek. “Ada hal baru yang akan coba kami lakukan. Yaitu untuk Film Bioskop, tahap seleksi akan dilakukan oleh semua Asosiasi Profesi Film. Masing-masing asosiasi akan melakukan voting lalu memberikan rekomendasi film-film yang kemudian akan menjadi short listed film-film yang akan masuk ke tahap penjurian berikutnya,” demikian penjelasan dari Olga Lydia selaku Ketua Bidang Penjurian.

“Tentu saja ada penyempurnaan dari segala kegiatan di FFI, mulai dari penjurian, semua aktifitas, sampai kepada malam penghargaan. Dari kami panitia sendiri sedang menggodok beberapa tambahan kategori penghargaan, agar cakupan FFI sendiri makin luas, baik di dalam negeri, maupun di tingkat regional. Kami berharap agar penyelenggaraan FFI tahun ini menjadi tolak ukur atau blueprint untuk pelaksanaan FFI yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.”

Acara malam puncak penganugerahan Piala Citra, yang sekaligus menjadi penutup seluruh rangkaian kegiatan FFI 2016, akan diselenggarakan di Jakarta pada bulan November 2016.

Sunday, July 24, 2016

ULASAN: GHOSTBUSTERS (2016)

Cukup menarik memang ketika mendengar kabar bahwa Ghostbusters akan dibuat lagi dengan mengganti pemeran utama menjadi wanita semua. Apalagi film yang begitu booming dan ikonik dimasanya ini membuat banyak orang penasaran. Saya pun berpikir bagaimana alur cerita film Ghostbusters ini apakah akan mewarisi apa yang telah dibuat Bill Murray dkk? 
Ketika Sony mengambil ide itu dan mengeksekusinya menjadi sebuah film, sayapun tidak mau berekspektasi tinggi dikarenakan seperti film yang sudah-sudah menyangkut reboot atau remake kebanyakan malah terpuruk.
Yang saya khawatirkan pun terjadi. 
Plotnya sendiri mirip dengan film pertama, ketika ada serentetan kejadian paranormal di New York City kelompok ilmuwan tak terkenal pemburu hantu bergabung untuk menyelamatkan kota dari Armageddon hantu.
Dari situ, seluruh jalan cerita dikembangkan dengan memaksakan penonton dibuat tertawa dengan humor-humor yang membuat anda mungkin akan suka. Kadang saya tidak mengerti apa yang dihumorkan oleh Melissa McCarthy yang berperan sebagai Abby. Untunglah terbantukan dengan ekspresi wajah dan tingkah laku Kristen Wiig(Erin). Leslie Jones yang sebagai Patty dan Kate McKinnon(Holtzmann) pun saya rasa kurang menyatu padahal mereka adalah satu tim dalam Ghostbusters. Mereka berempat seperti sedang stand up comedy masing-masing. Chris Hemsworth pun membuang-buang talentanya dengan akting konyol. Sekali lagi terlihat dipaksakan dengan mencuri perhatian dalam beberapa adegan berulang-ulang.
Hanya menonton film ini sendirian membuat saya merasa ngeri dimana saya harus berdoa bahwa film ini akan cepat selesai. Meskipun begitu visual efek cukup membantu. Dengan format Trimarta(3D) beberapa adegan terlihat popup, bahkan saya sempat kaget. 
Masalahnya adalah bahwa ada begitu banyak potongan-potongan cerita yang perlu dikembangkan dan diberi sedikit bumbu humor. Saya padahal berharap sang sutradara Paul Feig menyaksikan kembali filmnya Bridesmaids sendiri untuk belajar kembali menyatukan hubungan tiap-tiap karakter. 
Well, cameos are for the most part great!
Direview oleh Pasko

Thursday, July 21, 2016

ULASAN: STAR TREK BEYOND

It’s beyond entertaining.
Merayakan 50 tahun dari waralaba Star Trek, film terbaru dengan judul Star Trek Beyond mengambil cerita-cerita masa depan yang baru dan berani dimana segala sesuatu mungkin terjadi kepada Kapten Kirk dan awaknya USS Enterprise yang tak kenal takut. Installment ketiga dari re-boot Star Trek yang diberi nama Kelvin’s Timeline yang diambil dari USS Kelvin dimana semua berawal, franchise ini mendapatkan hati penggemarnya kembali. Meskipun sedikit lemah di prekuelnya. 
Star Trek Beyond membawa kembali pemain dengan wajah-wajah familiar mereka dengan misi lima tahun Starfleet Federation, dibalut dengan humor dimana Simon Pegg dan Doug Jung duduk sebagai penulis skenario tidak mengesampingkan segi filosofi dunia Star Trek. Disisi lain pengembangan tiap-tiap karakter dan porsi cukup membuat kaya penceritaan dan lebih mengenal karakter satu dan yang lain bagi penonton yang baru yang mau mengikuti kisah ini. Drama percintaan Spock(Zachary Quinto) dan Uhura(Zoe Zaldana) masih dibalut dengan humor Dr. Bones(Karl Urban) dan pencarian jati diri Kapten Kirk(Chris Pine) masih terasa kental dengan kekompakan trio Scotty(Simon Pegg), Sulu(John Cho) dan Chekov(Anton Yelchin). Penggabungan rasa aksi dan visual efek cara Hollywood dengan sekali lagi optimistik cerita klasik a la Star Trek membuat mata tak ingin berpaling dari layar bioskop. Kebetulan saya menonton versi Trimarta(3D) yang membuat beberapa adegan eye-popping, seakan kita berada dalam film tersebut. Diluar itu ini pertama kali saya mencoba bioskop format 3D jaringan CGV*blitz. Sudah lama memang saya tidak menonton film-film yang di konversi 3D dikarenakan saya menggunakan kacamata cukup ribet jika dobel kacamata 3D saya pakai. Saya bandingkan dengan terkahir saya nonton di bioskop 3D, kemajuan cukup berarti dibioskop CGV*blitz dimana biasanya ketika membuka kacamata 3D dilihat gambar yang berbanyang dengan warna primer. Hal ini tidak saya temukan ketika saya nonton di bioskop CGV*blitz. Cukup nyaman juga jika membuka kacamata 3D meskipun ada beberapa bagian adegan yang dibuat khusus 3D.
Balik lagi ke film. Kemunculan Manas (Joe Taslim) yang ditunggu khalayak ramai di Indonesia menjadi emosi tersendiri dan membanggakan. Menjadi kaki tangan Krall(Idris Elba) memiliki peran penting dalam misi para penjahat dengan make up tebal(baca; muka alien) untuk membalas kekecewaan dengan dendam. Joe Taslim intensitas kemunculannya cukup banyak ketimbang teman seperjuangannya di The Raid dalam film Star Wars: The Force Awakens yang diproduksi J.J. Abrams juga. Mungkin saat Abrams sudah membooking genk The Raid oleh Bad Robot untuk produksi Star Trek/Wars.
Setelah Abrams memperkenalkan tokoh wanita utama di Star Wars Episode VII, di Star Trek Beyond juga masih terasa peran wanita yang cukup penting. Jaylah yang diperankan oleh Sofia Boutella sangat menonjol membantu kru USS Enterprise bahkan ada beberpa gerak-geriknya mirip Ray, The Force Awakens. 
Justin Lin sebagai sutradara yang karyanya dikenal dengan saga Fast & Furious, identik dengan balapan dan bekerja paling baik sehingga ekspansi dua jam film terlihat santai, lucu tapi tak mengurangi nyawa Star Trek bahkan diajak kembali ke salah satu tone episode di tahun 60-an. Sekali lagi didukung oleh rasa semangat petualangan dan kerja sama tim yang baik dan dinamis, mamp menyenangkan penggemar, memberikan nostalgia tanpa penghormatan kaku kepada Gene Roddenberry dan Leonard Nimoy.
Star Trek Beyond adalah sebuah episode perayaan 50 Tahun Star Trek yang memberikan cerita dan para pemain hebat kesempatan untuk bermain melawan satu sama lain dalam sebuah cerita sederhana namun berkesan. Jika Anda setelah menonton ini tertarik jauh dalam film Star Trek baru ini, berikutnya petualangan besar akan menanti selama 50 tahun kedepan. Dif-tor heh smusma!
Dir9eview oleh Pasko

Monday, July 18, 2016

ULASAN: TARZAN



George Washington Williams: You are the Lord of the Apes, king of the jungle. Tarzan. Tarzan.
Malam Minggu lalu saya berkesempatan menemani nonton film bersama kedua ponakan: Melly and Wildan. Ketika cek jadwal putar, hanya menyisakan film luar Tarzan, sisanya lokal semua. Hebat betul ya, Lebaran kita dihajar film buatan sendiri. Sayangnya tak ada yang menarik minatku. Ada sih film impor selain Tarzan, sayangnya Finding Dory hanya tayang 3 kali siang semua. Sehingga pilihan itu terpaksa pada sang raja hutan. Keterpaksaan itu diluardugaan berbuah manis. Filmnya sungguh asyik diikuti. Karena ekspektasi sedari awal rendah, paling template jadul dipoles: seorang bayi dipelihara kawanan monyet, tumbuh kembang menjadi bagian dari hutan, lalu jatuh hati sama wanita yang tersesat di hutan bernama Jane dan datanglah para perusak, tarung lalu bubar. Begitulah aturan main yang sudah-sudah, sehingga ketika duduk nyaman dengan popcorn di kiri dan air mineral di kanan saya terhenyak sedari adegan pembuka.


What a surprisingly movie. Siapa yang tak kenal karakter rekaan Edgar Rice Burroughs yang pertama terbit tahun 1912 ini? Saya baru membaca buku Burroughs yang perjalanan ke pusat bumi. Namun jelas semua juga tahu siapa sang raja hutan. Tarzan versi David Yates (orang yang bertanggung jawab menutup saga Harry Potter) dirombak. Sebelum judul utama muncul kita diajak berkenalan dengan kapten Leon Rom (dimainkan dengan istimewa oleh Christoph Waltz), seorang korup yang sedang menelusuri pedalaman Kongo, Afrika. Dengan misi mencari berlian, Rom dan pasukan dibantai masyarakat asli yang dipimpin oleh Chief Mbonga (Djimon Hounsou). Namun Rom yang hebat bersilat lidah berhasil keluar dari rimba dengan separuh berlian di tangan, Mbonga meminta mendatangkan seseorang ke Kongo. Dengan senyum khasnya Waltz memberi harapan tinggi kepada penonton bahwa ini akan jadi film yang menjanjikan.


Tarzan (diperankan dengan gagah oleh Alexander Skarsgard) kini memakai nama aslinya John Clayton III berbaju nejis, bergelimang harta sebagai keturunan Lord Greystoke, bangsawan Inggris. Kini ia beristri Jane Porter (dimainkan dengan panas – seperti biasa – oleh Margot Robbie), pasangan legendaris ini belum dikaruniai bayi. Dalam presentasi ‘ekspedisi Boma’ oleh agen Amerika, George Washington William (akting istimewa Samuel L. Jackson) meminta Clayton ke Kongo sebagai tamu kehormatan. Awalnya menolak, dengan kegigihan dan rayuan gombal karena punya motif lain, luluh juga. Di bagian ini saya sempat terkecoh, apakah ada apa-apa si William ini? Aktor sebesar L. Jackson tentunya tak akan memainkan peran sepele-kan? Orang-orang itu membangun rel kerata api, membuat insfrastruktur maju apakah cuma-cuma dan ingin dianggap pahlawan? Bukan! Ini adalah perbudakan. Sebuah informasi yang tentu saja menjadi tanya Clayton.



Perjalanan kembali ke hutan yang sebenarnya direncana oleh Rom ini berjalan diluarduga Clayton. Warga asli dibantai, ribuan pasukan disewa dan dikirim. Kepala suku ditembak dengan mimik dan akting khas Waltz. Tarzan diculik, namun dalam prosesnya justru Jane yang disandera. Dalam kepanikan dan adu cerdik Rom ‘mengantar’ Tarzan kepada pasukan Mbonga. Adegan menuju ke sana sendiri ditampilkan dengan saaaaangat bagus. Khas Tarzan yang berayun dari akar ke akar lain, melompat dari satu pohon ke pohon lain, pertarungan sahabat dengan monyet yang seru. Tapi jangan menunggu Alex memukul dada bertubi sambil teriak ‘aooouuu….’, bagian itu dihilangkan. Mungkin Yates takut terlihat norak karena sudah terlanjur memilih tone gelap. Bagian paling segar jelas setiap William mencoba mengejar Tarzan dan rombongan. Lucu, seru, dan natural. Dengan komposisi Tarzan beserta teman-teman rimbanya melawan penduduk asli yang mempunyai dendam membara, berhasilkah Jane selamat? Dendam apa yang membuat Chief Mbonga begitu mengharap kematian Tarzan? Berhasilkah Rom membawa pulang sisa berlian?



Well, diluardugaku. Tarzan kali ini dibuat lebih serius, lebih natural. Mengikuti perkembangan era film-film abad 21 yang gelap dan membumi, Tarzan tidaklah unbeaten bak dewa. Ia terluka, galau, merenung dan dilanda cemas. Betapa template-tempalte usang itu sekedar flash back sebagai syarat ini adalah film Tarzan. Bagus, enak dilihat. Kisahnya tidak menye-menye, lebih gelap. Walau ada adegan romantis dan fun, namun sesungguhnya temanya berat. Mengangkat isu perbudakan, kolonialisme sampai perlindungan alam. Dengan latar belakang sejarah ketika raja Belgia, Leopold II (1835-1909), menjajah Kongo dan dijadikan koloni tahun 1880an dan tragedi genosida. Benar-benar cerita yang berbeda. Bukan versi modern, bukan sebuah penafsiran ulang. Ini adalah Tarzan yang sedikit dipolitisi mengikuti konteks sosial dan sejarah. Pilihan yang bijak.


Kelebihan The Legend of Tarzan ada tiga. Pertama jelas pemilihan aktor yang pas. Chemistry Alex dan Margot perlu diacungi jempol. Alex membentuk sixpack badannya bukan untuk pamer yang akan membuat cewek klepek-klepek. Training intensif empat bulannya membuahkan hasil. Margot emang cantik natural. Siapa laki yang tak takjub keseksian Margot? Ora normal kalau sampai ga setuju. Enak dilihat, penyegar keganasan rimba. Tak sia-sia ia melepas kesempatan di film A Bigger Splash. Ini seperti pemanasan Margot menjelang film besar bulan depan Suicide Squad. Patut ditunggu. Sangat patut dinanti. Sayangnya banyak sensor dengan editing buruk. Hadeeeh…, LSI memotong adegan mbok ya yang rapi. Potong-potongnya kasar sekali di bioskop. Penampilan memikat Tarzan and Jane diimbangi Waltz yang tak diragukan lagi, sangat keren. Walau aksinya nyaris sama dengan berbagai peran yang sudah-sudah, Waltz tetaplah Waltz yang hebat. Karakter yang diperankannya adalah tokoh asli bernama Leon Auguste Theophile Rom, seorang tentara Belgia yang bertugas di Kongo di abad ke 19. Dan inilah bintang sesuangguhnya: Samuel L. Jackson, walau sebagai sidekick dia adalah pencuri perhatian sesungguhnya. Tak kusangka perannya di sini begitu kocak, aneh dan sangaaaat menyenangkan.



Kedua, kisah usang sang legenda ditampilkan dengan sepintas jadi porsinya pas. Tak perlu bertutur panjang lebar awal mula karena kita semua tentunya tahu bagaimana latar sesungguhnya. Hanya ditampilkan sepintas lalu sepintas datang, kurasa sudah jitu apa yang diputuskan Yates.
Dan yang ketiga, CGI yang halus. Pemandangan hutannya begitu indah bak sebuah potret kartu pos. Teknologi saat ini memang sudah sangat maju. Namun di Tarzan kali ini binatang-binatang itu tampak nyata dan mengancam. Tarzan berguling dengan singa. Menggiring ratusan bison. Menyapa gajah. Dan bagaimana para kera bertarung, bagaimana gajah-gajah itu berkongsi dan terutama sekali adegan epic endingnya yang menggelegar. Beberapa bagian terlihat blur namun tak ketara. Saya nonton di 2D saja takjub bagaimana dengan 3Dnya? Yah, walau CGInya masih sedikit dibawah The Jungle Book, terutama bagian Baloo, namun tetap secara keseluruhan sebagian besar budget yang digelontorkan ke bagian efek terpakai dengan maksimal.


Terakhir, walau sempat membuatku geram David Yates terus ada kemajuan. Harry Potter and the Orde Phoenix dan A Half-Blood Prince yang sedikit rusak olehnya dibayar lunas epic Deathly Hallow. Ini adalah film beliau pertama yang kutonton pasca Potter. Proyek apa yang akan dia pegang selanjutnya patut ditunggu. Dan tetaplah mengauuum…
Ketika film selesai saya adalah satu-satunya penonton yang bertahan sampai detik terakhir layar kredit title habis. This film is dedicated to the memory of Jery Weintraub, who died of a heart attact on July 6, 2015. This was his last film.

(By Lazione Budy)









Saturday, July 16, 2016

BIOPIK KARTINI PENUH BINTANG SIAP TAYANG TAHUN DEPAN





Hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal nama Kartini. Tokoh perempuan asal Jepara yang disebut-sebut sebagai pembela emansipasi wanita ini boleh dibilang sebagai pahlawan wanita yang paling terkenal di Indonesia. Sayangnya nama Kartini hanya dikenal dan Hari Kartini hanya dikenal sebagai ajang memakai kebaya ke sekolah saja oleh generasi muda saat ini. Banyak yang tidak tahu siapa Kartini sebenarnya, dan apa yang sebenarnya diperjuangkan oleh beliau.



Berangkat dar pokok pemikiran itu, Legacy Pictures bekerjasama dengan Screenplay Film memutuskan akan memproduksi film biopik Kartini. Film Kartini awalnya dipersiapkan bisa tayang tanggal 21 April 2016 ini ternyata mengalami penundaan sampai akhir tahun depan karena ternyata masih banyak membutuhkan waktu untuk persiapan dan riset agar film Kartini ini benar-benar bisa sempurna dan bisa menangkap esensi perjuangan Kartini. Lewat press conference pertama kalinya tanggal 14 Juli 2016 lalu, film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini akan tayang April 2017.




Demi melahirkan film biopik yang apik, pemilihan pemain film Kartini tidak main-main. Nama-nama pemain yang mengisi peran dalam film ini diisi oeh aktor-aktor yang sudah mengantongi banyak pengahargaan dalam kategori akting seperti Dian Sastrowadoyo, Adinia Wirasti, Reza Rahadian, Acha Septriasa Christine Hakim dan didukung oleh aktor dan aktris yang sudah sangat akrab dengan perfilamn Indonesia seperti Ayushita, Denny Sumargo, Djenar Maesa Ayu, Dwi Sasono dan Nova Eliza.

Fiilm yang skenarionya ditulis oleh Bagus Bramanti dan Hanung Bramantyo ini akan menceritakan bagaimana perjuangan Kartini ( Dian Sastrowadoyo) melawan takdir yang sangat diinginkan oleh ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim), untuk menjadi seorang Raden Ayu, seorang peremuan yang harus menikah dengan seorang Bupati atau Bagsawan. Lalu juga ada 2 dak dari Kartni yaitu Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah (Ayushita) yang juga diajak menjadi seorang perempuan yang bisa menentukan masa depannya sendiri sesuai dengan keinginan mereka.


Teaser poster Kartini yang sudah sempat dirilis yang awalnya dijadwal tayang tahun ini.

Film ‘Kartini’ akan menjadi sebuah biopik yang inspirasional dan sangat menyentuh. Sebuah film yang harus ditonton oleh semua orang dari segala lapisan masyarakat saat ini. Dengan harapan, film ini akan membantu dalam mengubah pemikiran masyarakat Indonesia mengenai betapa pentingnya pendidikan bagi semua orang.



Friday, July 15, 2016

NOBAR 3 SRIKANDI DI GALA PREMIERE

Holaaaaaa Gila Film semuaaaaa. Sudah siap untuk nobar kita selanjutnya ?. Kali ini nobar yang akan diadakan adalah nobar salah satu film unggulan tahun ini yaitu "3 Srikandi". Film yang dibintangi Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, Tara Basro dan Reza Rahadian. Film biopik yang diangkat dari kisah nyata mengenai perjuangan srikandi-srikandi Indonesia ini dalam cabang olahraga panah di Olimpiade.



Nah ada yang beda kali ini, jika biasanya kita nobar disaat filmnya rilis, untuk pertama kalinya Komunitas Gila Film mendapat kesempatan mengadakan nobarnya disaat filmnya belum rilis. Kesempatan yang sangat jarang nih, karena nobarnya sendiri berbarengan dengan gala premiere filmnya yang akan dihadiri full cast 3 Srikandi dan setiap penonton yang ikutan nobar, selain mendapat tiket nonton juga akan mendapatkan merchandise official 3 Srikandi. So, detailnya langsung cek poster dan langsung daftar karena seatnya sendiri terbatas. CP yang dihubungi bisa lewat WA ya. Jadi buruaaan...mimin tunggu