Sunday, November 27, 2016
ULASAN: DISNEY'S MOANA (2016)
Moana (disuarakan oleh Auli'i Cravalho) yang akan menggantikan ayahnya menjadi kepala suku sebuah pulau di Pacific, lebih suka menjelajahi samudera daripada tinggal di darat. Ayahnya khawatir akan keselamatan putrinya, melarang dia dari bertualang ke perairan di luar laguna karang pembatas karena sejarah masa lalunya dengan laut.
Ketika Moana mengetahui bahwa pulaunya dalam bahaya, dia melakukan perjalanan berbahaya untuk menyelamatkan sukunya. Lautan yang memilih Moana membawanya ke Maui, setengah dewa (disuarakan oleh Dwayne Johnson), yang telah tinggal di pengasingan selama seribu tahun. Tetapi Maui enggan setuju untuk membantu Moana, dipengaruhi oleh bujukan Moana, setengah dewa yang dapat berubah menjadi elang ini mencoba menjadi pahlawan sekali lagi.
Berbicara soal film animasi musikal Disney tentu saja tak lepas dari lagu-lagu yang memperkuat narasi. Tapi sayang tak ada lagu yang membekas dalam film Moana. Tidak bisa dibandingkan dengan Frozen, Tangled atau bahkan The Princess and the Frog yang mudah diingat. Setidaknya ada dua yang menonjol menurut saya, meskipun tak satu pun dari mereka yang dinyanyikan oleh Moana sebagai karakter utamanya. Yang pertama adalah "You're Welcome" yang dinyanyikan oleh Maui mengisahkan tentang kehebatannya, dan yang lainnya adalah lagu dengan bahasa lokal yang menurut saya sebuah penghargaan akan kebudayaan Polinesia.
Moana tampak bagus memang secara visual, menampilkan seorang putri, maksud saya anak kepala suku yang benar-benar belum pernah dilihat sebelumnya dari deretan Disney Princess. Tetapi segi jalan cerita terlalu familiar. Sisi positifnya para pembuat film telah memberikan inspirasi dengan budaya baru, sebuah budaya Polinesia tentang tradisi dan mitologi. Langkah maju keberhasilan Lilo & Stitch dan The Princess and the Frog, yang juga menampilkan karakter utama berkulit cokelat. Diulas oleh Pasko
Thursday, November 24, 2016
ULASAN: ALLIED (2016)
Max Vatan (Brad Pitt) adalah mata-mata Kanada, bekerja di Inggris dan dituggaskan dengan misi untuk membunuh duta besar NAZI di Maroko Perancis. Rekannya dalam dalam misi ini adalah Marianne Beauséjour (Marion Cotillard), membuktikan keberanian sebagai seorang pejuang dalam Perlawanan Perancis dan mengharapkan Vatan menjadi setangguh dia. Dia juga memperingatkan bahwa terlibat asmara bukanlah pilihan dalma misi ini.
Berada di tengah-tengah Perang Dunia II banyak cara mendorong perilaku berisiko, dan itu tidak lama sebelum Max dan Marianne menyerah kemudian saling tertarik satu sama lain. Dan setelah mereka mulai merenungkan kehidupan bersama, rumah tangga menanti. Menetap dalam rumah yang nyaman London, Max mengasumsikan peran pencari nafkah yang masih bekerja di militer, dan Marianne menempatkan hari-harinya ibu rumah tangga.
Tapi kebahagiaan mereka terancam. Atasan Max bersikeras bahwa Marieanne adalah mata-mata yang membocorkan informasi ke Jerman. Jika terbukti Max harus membunuh istrinya. Ini adalah misi yang dia enggan diterimanya.
Meskipun beberapa masalah kemistri, Allied adalah drama tak terduga percintaan Perang Dunia II yang memperkuat gagasan bahwa cinta adalah sebuah medan perang juga.
Sutradara Robert Zemeckis tampaknya dengan sabar menyiapkan act pertama Allied ini dengan baik. Terlihat sedikit terlalu mudah ditebak, tapi dengan sentuhan skenario Steven Knight membuatnya begitu efektif.
Tak perlu diragukan lagi akting Pitt disini. Ketertarikan saya disini terpacu dalam segi fashion. Dengan pakaian linen yang paling pas di Casablanca membuat Pitt terlihat begitu gentleman. Tapi adegan lain favorit saya yaitu piknik Minggu sore dengan keluarganya menampilkan Pitt dengan celana panjang, sweater dan jaket suede, pakaian yang menonjolkan bagiamana masyarakat Inggris pada itu tampak hebat dan sempurna meskipun dalam perang sekalipun.
Cotillard sama saja, dengan berpakaian rapi dan ditata terlihat mempesona. Kemistri keduanya terlihat nyata.
Tak lupa karakter Jared Harris sini patut diapresiasi. Sebagai perwira Inggris yang kaku, terjebak di antara persahabatan dengan Max dan kesetiaannya kepada Ratu dan negara pada masa paling putus asa dalam sejarah Inggris. Ada juga penampilan yang sangat baik oleh Simon McBurney sebagai "penangkap tikus".
Secara umum, Allied mendapat nilai yang kuat untuk kemistri antara Pitt dan Cotillard, ditambah visual yang indah yang dibuat oleh Zemeckis. Ini juga berhasil membuat Allied bergabung dalam film klasiknya seperti Back to the Future, Forrest Gump dan Cast Away, memastikan masuk dalam warisan sutradara ini sebagai salah satu yang terbaik. Diulas oleh Pasko
NOBAR ASSASSINS CREED DENGAN GILA FILM & LAYAR TANCEP

Haloooo teman-teman Gila Film. Sudah siap dengan event nobar kita selanjutnya ?. Salah satunya nobar yang akan bisa seseru dan sekeren mungkin adalah Assassins Creed bulan Desember ini. Kita sudah mempersiapkan segala halnya mulai dari paket tiket yang menarik, penampilan copslay, doorprize, games dan sesuatu kegiatan 'kejutan' yang hanya bisa kita kasih tahu buat kamu yang sudah terdaftar sebagai peserta nobar. Apasih kejutan itu ? tunggu tanggal mainnya. Yuk langsung cek aja pada poster nobar hasil yang ada di bawah ini dan pilih paket mana yang kalian mau dan segera daftar sebelum kehabisan.
So, udah jelas kan penjelesan yang ada pada poster ?. Jika ada yang kurang silahkan kontak WhatssApp kita yang ada poster. Sampai ketemu :)
(Zul Guci)
Friday, November 18, 2016
PESTA FILM DI JAFF TAHUN KE-11 DIMULAI
Kian luas pulau pengetahuan, kian panjang garis pantai keingintahuan,” ujar pemimpin agama Amerika Ralph Washington Sockman. Lebih dari sekadar metafora ihwal pengetahuan, pulau menyimbolkan keterbukaan dan mengandaikan beragam interaksi. Perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang ke-11 ini memilih “Islandscape” sebagai tema festival yang menggarisbawahi tak hanya keragaman ungkapan artistik dan representasi budaya dalam sinema Asia, tapi juga sebentuk tanda bagi pertukaran dan silang pengaruh budaya sinema di kawasan Asia. Tema Islandscape sekaligus menandai perluasan sinema yang dipromosikan JAFF – yang mulai tahun ini menjangkau wilayah Pasifik. JAFF edisi ke-11 ini akan diselenggarakan pada tanggal 28 November – 3 Desember 2016 di tiga lokasi utama: Empire XXI, Taman Budaya Yogyakarta, Grhatama Pustaka Yogyakarta. JAFF dalam setiap penyelenggaraannya, selalu mengusung tema yang akan menjadi benang merah bagi film-film yang terpilih dan acara diskusi (Public Lecture).
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, JAFF menyelenggarakan beberapa program rutin, yaitu: Asian Feature, Light of Asia, The Faces of Indonesian Cinema Today, Asian Doc dan Layar Komunitas. Asian Feature menyajikan film-film panjang Asia sedangkan Light of Asia mewadahi film pendek yang kini telah menjadi salah satu tren perfilman. The Faces of Indonesian Cinema Today menghadirkan wajah perfilman Indonesia terkini, baik panjang maupun pendek. Asian Doc merupakan program pemutaran film dokumenter Asia yang kami rintis pada JAFF ke-10, kini resmi menjadi program regular. Layar Komunitas merupakan program pemutaran film pendek produksi komunitas film se-Indonesia (Pada tahun lalu, program ini bernama Short Film Splashes). Pada tahun ini JAFF akan dibuka dengan film Salawaku besutan sutradara perempuan, Pritagita Arianegara. “Film Salawaku dipilih sebagai film pembuka karena merefleksikan dengan tepat tema Islandscape yang menjadikan wilayah kepulauan sebagai ilham kreatif pembuat film serta mampu merepresentasikan kepulauan sebagai ruang yang mempertautkan mereka yang memiliki latar budaya berbeda" demikian ujar Direktur JAFF Budi Irawanto. Tak kalah menarik dengan film pembuka, Tahun ini JAFF menghadirkan film dari Kirgizstan, Travelling With Bomb karya Nurlan Abdykadyrov sebagai penutup JAFF.
Memperoleh penghargaan Apresiasi Festival Film dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2016, JAFF menghadirkan banyak tontonan baru bagi penikmat film dengan menghadirkan 138 film pilihan dari 309 film yang mendaftar dan tercatat terdapat perluasan negara yang ikut serta dalam JAFF pada tahun ini menjadi 27 negara dari tahun sebelumnya 23 negara. Penonton dapat menikmati film-film panjang Asia Pasific dalam program spesial ISLANDSCAPE : Asian Pasific Films. Film panjang Korea dalam Korean Cuts sedangkan film pendek Korea dalam Cuts of Busan Short 2016. Film panjang fiksi, dokumenter dan experimental Jepang dalam program Connect Japan. (O)Zeeing The Neighbour hadir dan mengajak penonton “mengintip” film-film negara tetangga, Australia. Perhatian terhadap pembuat film Indonesia pun hadir melalui film-film karya sutradara perempuan Djenar Maesa Ayu dalam program Focus On Djenar Maesa Ayu. JAFF juga menyelenggarakan program khusus untuk pembuat film Yogyakarta dalam DIY Short 2016, dengan menghadirkan film-film pendek pilihan buatan sineas Yogyakarta.
Seperti kita tahu, pada 4 Juli 2016 jagad film Asia sungguh kehilangan sosok penting karena meninggalnya sutradara besar Iran, Abbas Kiarostami. Di samping meletakkan film Iran di peta sinema dunia, Kiarostami sejatinya telah menjadikan film Asia diapreasiasi sekaligus disegani di seluruh dunia. Karena itu, kami menyajikan program bertajuk “Tribute to Abbas Kiarostami” dengan memutar film Kiarostami terakhir Take Me Home dan dokumenter mengenai Kiarostami bertajuk “76 Minutes” yang dibuat oleh sahabat dekatnya Saifollah Samadian. Lebih jauh, kami menyajikan gambaran sekilas karya generasi pasca Kiarostami dalam “Iranian Independent Films”. Selain program pemutaran regular dan spesial tersebut, masih ada empat program fringe: Open Air Cinema, Forum Komunitas, Public Lecture dan Workshop. Program Open Air Cinema ada di 3 titik seputar Yogyakarta yaitu Tebing Breksi, Plasa Ngasem, dan Amphiteater Grhatama Pustaka yang tentunya akan memberikan tontonan baru bagi masyarakat. Forum Komunitas Film yang merupakan ajang berkumpul dan diskusi komunitas film dari seluruh penjuru Indonesia yang juga akan diikuti dengan program tambahan yaitu Workshop meliputi Lokakarya Pengelolaan Komunitas Pemutaran oleh Kolektif, Curating & Programming oleh Gertjan Zuilhoff dan Journey from Camera to Screen bersama Focuseducation Workshop. Public Lecture tahun ini hadir berbeda dengan diselenggarakan di beberapa kampus di Yogyakarta. Sejalan dengan film-film yang diputar, Public Lecture mendiskusikan beberapa topik penting, yaitu: Asia Pacific Film Market, Oceanic Culture in Asian and Pasific Cinema, Problems and Prospects of Film Archive in Asia,, Beyond Cinema, Film Education. Menyelenggarakan festival film nyaris menjadi kemustahilan tanpa dukungan tak pernah letih dan antusias dari pelbagai institusi seperti Badan Ekonomi Kreatif, Asia Center Japan Foundation, Korean Cultural Center, Australian Embassy dan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami sangat berterima kasih pada institusi tersebut yang telah menjadikan JAFF festival film yang berhasil dan bermakna dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, kami menerima penghargaan sebagai festival terbaik dalam ajang Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun ini yang sungguh melecut kami untuk terus-menerus melakukan perbaikan diri dan menjadi yang lebih baik.
Pada akhirnya, dengan menjelajahi kepulauan di Asia dan Pasifik secara sinematik, Anda tak hanya menyaksikan kontur geografis yang berbeda-beda, tapi juga lanskap sosial dan kultural yang beragam. Dengan jiwa petualang dan keterbukaan pikiran dalam mengeksplorasi budaya dan wilayah yang tak terpetakan, Anda mungkin akan memperoleh pengertian baru dan pandangan alternatif.
Maka, mari kita rayakan keluasan bentang pulau (Islandscape) di Asia dan Pasifik lewat lensa sinematik dan nikmatilah festival!
Wednesday, November 16, 2016
ULASAN: FANTASTIC BEASTS AND WHERE TO FIND THEM (2016)
Saya sangat menikmati menonton Fantastic Beasts and Where to Find Them. Saya sangat suka bagaimana J.K. Rowling membangun fantasinya di era Jazz New York. Dengan banyak material baru pada film ini, Rowling mencoba peruntungannya duduk di bangku penulis skenario. Terbilang berani pada saat yang sama, Rowling menciptakan alegori pintar. Menyajikan Amerika yang terbelah dengan paranoia, ketakutan dan kefanatikan, manusia, No-Maj sangat mencurigai komunitas sihir, disamping itu para penyihir bekerja keras untuk tetap tidak terdeteksi, sehingga tidak untuk memprovokasi perang.
Sedangkan David Yates yang duduk sebagai sutradara masih terlihat sama pengarahanya dengan keempat film Harry Potter sebelumnya.
Eddie Redmayne berperan sebagai Newt dengan cukup baik meskipun saya sendiri masih menganggap dia kurang menarik untuk melakoni karakter ini. Dia kadang-kadang terlalu overdosis dengan beberapa karakter yang telah menempel di film-film sebelumnya. Tapi ia masih membuat pahlawan baru dunia sihir ini dapat diterima karena material film ini semuanya baru.
Saya suka dengan peran yang dibawakan oleh Katherine Waterston sebagai Porpentina Goldstein, seorang penyelidik komunitas sihir Amerika. Pembawaan karakter Tina sangat kuat dengan kesabaran dan terlihat kalem. Beruntung juga bahwa ada karakter Jacob Kowalski yang diperankan Dan Fogler, ini karena penyihir dari film Fantastic Beasts tidak memiliki banyak sukacita tersisa dalam hidup mereka sehingga sperti yang saya kutip dari kalimat Dumbledore, kebahagiaan bisa ditemukan, bahkan di waktu-waktu tersulit, jika seseorang ingat untuk menyalakan cahaya.
Ada hal-hal tidak dapat dengan mudah dibahas tanpa menyelam ke wilayah spoiler. Untuk sebuah permulaan sebuah franchise tentu saja akan meninggalkan benang yang menggantung, tetapi Fantastic Beasts and Where to Find Them terasa memang seperti sebuah film yang utuh, daripada sebuah awal franchise. Mengingat akan ada 4 sekuel dari film ini, saya rasa J.K. Rowling masih dibutuhkan sentuhan ajaibnya sekali lagi.
Film-film besar memiliki cara untuk membuat akrab dan terasa segar. Kebanyakan mengambil cerita yang kita sudah tahu, karakter yang telah kita kenal, dan entah bagaimana mengubah mereka menjadi sesuatu yang baru dan mempesona. Apapun rumus ajaibnya, Fantastic Beast and Where to Find Them memiliki itu. Diulas oleh Pasko
Monday, November 14, 2016
ULASAN: BILLY LYNN'S LONG HALFTIME WALK (2016)

Film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Ben Fountain ini menceritakan seorang tentara muda Billy Lynn (Joe Alwin) berumur 19 tahun tiba-tiba menjadi pahlawan dan pujaan rakyat Amerika ketika aksi heroiknya menyelamatkan salah satu anggota timnya saat mendapat kepungan dari pemberontak saat bertugas di Iraq. Billy Lynn dan timnya-pun dipulangkan ke Amerika untuk diberi penghargaan. Dan film ini akan membawa kita dalam satu hari kegiatan Billy Lynn dan timnya yang terdiri dari sepuluh orang untuk menghadiri pres conference yang dibarengi dengan pertadingan sebuah klub football dan konser.

Selama kegiatan satu hari itulah kita akan melihat bagaimana Billy Lynn dan timnya yang dipimpin oleh Sersan David Dime (Garrett Hedlund) merasa terkikis dan berjarak dengan kehidupan sosial seperti sebelum berangkat ke medan perang. Diantara persimpangan, Billy Lynn ingin keluar dari militer atas permintaan kakaknya Kathryn Lynn (Krisrten Stewart) yang sangat menyayanginya atau tetap bersama teman-temannya kembali medan perang.

Seperti halnya yang sudah saya singgung diatas, Ang Lee yang sangat dikenal dengan alur ceritanya yang lambat akan masih kita temui dalam film ini. Bahkan unsur-unsur spritual yang ditampilkan dalam film ini sangat mengingatkan kita dengan Life Of Pi. Tetapi entah kenapa saya merasakan jika Ang Lee tidak mengerahkan seratus persen kemampuannya dalam film ini, beberapa adegan sangat tidak terasa Ang Lee. Dan entah mungkin improvisasi dalam pengambilan gambar secara close up saat salah satu karakter yang bedialog menghadap kamera terasa agak meganggu. Entah apa maksud pengambilan adegan seperti itu.

Hal yang cukup saya nikmati dalam film ini adalah akting-akting pemainnya, mulai dari Joe Alwin sampai Vin Diesel, terlebih Garrett Hedlund sebagai Sersan David Dime. Ditengah-tengah lambatny alur cerita, Ang Lee menyisipkan sedikit humor yang diwakilakn lewat karakter Albert yang diperankan oleh Chris Tucker.

Film ini mungkin hanya sekedar proyek santai bagi Ang Lee ditengah kembalinya dari hiatus yang mengakibatkan filmnya akan sangat membosankan dan terasa seperti perjalanan panjang seperti judul filmnya bagi sebagian penonton. Tetapi jika kamu bisa menikmati film Hulk versi Ang Lee yang sempat dinobatkan sebagai salah satu film terburuk superhero. Maka saya jamin, kamu akan sangat bisa menimati film ini sampai detik terakhir.
Sunday, November 13, 2016
ULASAN: THE GIRL WITH ALL GIFTS (2016)
Setiap kali epidemi zombie pecah di sebuah film kemungkinan terinfeksi menimbulkan komentar akan keserahkaan, keangkuhan manusia dan bermain menjadi Tuhan yang menjadi topik utama. Tetapi tidak banyak disinggung dalam The Girl with All Gifts.
Film ini mengambil tempat di Inggris pasca-apokaliptik dimana infeksi jamur telah mengubah manusia menjadi pemakan daging 'hungries' atau zombi. Melanie gadis berumur sepuluh tahun (Sennia Nanua), manusia hybrid pemakan daging dengan IQ jenius, mungkin menjadi kunci untuk obat mengatasi penyebaran jamur pembuat zombi ini. Tetapi fasilitas laboratorium tak bisa menahan para 'hungries' yang mulai masuk. Dr Caldwell (Glenn Close) yang hampir membuat anti-virus terpaksa melarikan diri ditemani oleh Sersan Parks (Paddy Considine) Helen (Gemma Aterton) dan juga Melanie.
Berdasarkan novel karya M.R. Carey, cerita ini menggabungkan zombie dengan bagaimana mendorong film ini tidak hanya cerita khas film-film sejenis yang membutuhkan penyelamat untuk akhir yang happy ending, tetapi dalam, hubungan antara Melanie, kerinduannya untuk menjadi manusia dan Helen, sosok pengganti ibunya. Hasilnya adalah mengejutkan dengan kaya akan karakterisasi dan situasi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Dengan kekompleksan berlapis karakter yang diperankan Nanuna, rasa ingin tahu mengingatkan saya akan peran Millie Bobby Brown sebagai Eleven di Stranger Things. Sebagai pusat emosional dari film, dibawakan oleh kRakter Arterton sangat efektif sebagai Helen. Namun Close tampaknya harus diapresiasi lebih, dengan memancarkan intensitas sukap dinginnya sebagai ilmuwan yang bermain dengan psikologi yang memungkinkan tidak adanya harapan terakhir untuk dunia.
Sutradara Colm McCarthy dapat menangkap lebih dari sebuah peradaban diambang keruntuhan. Ini merupakan peristiwa kepunahan, dimana manusia melihat dan takut disusul oleh evolusi. Sementara ada keberingasan wajib yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah film zombie modern, McCarthy mengarahkan beberapa gambar yang menakjubkan dengan alunan soundtrack membuat penonton terbawa ketempat di mana tepi jurang dunia. Terbawa perasaan tidak ada harapan lagi.
Tetapi dengan jenis baru zombie yang humanis kita menemukan bahwa harapan itu ada dalam plot twist meskipun manusia punya kesempatan memperbaikinya.
Thursday, November 10, 2016
ULASAN: KEEPING UP WITH THE JONESES (2016)
Jeff (Zach Galifianakis), seorang spesialis dalam bidang personalia sebuah perusahaan, dan istrinya Karen (Isla Fisher) ditinggal anak-anak mereka pergi ke perkemahan musim panas. Untuk itu Jeff dan Karen bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan. Tapi bukannya menghabiskan waktu romantis bersama-sama, mereka mulai terpaku pada tetangga baru mereka Tim (Jon Hamm) dan Natalie (Gal Gadot).
Jeff dan Karen iri ketika Tim bisa berbahasa Tiongkok dan memiliki karir yang menarik sebagai penulis perjalanan, sementara Natalie mengelola sebuah website memasak dan memiliki gerakan amal anak yatim. Semua bermula di acara Junetoberfest barbekyu lingkungan ketika Karen melihat Natalie memakai gaun glamor dengan sempurna tepat sasaran dalam permainan papan dart. Menimbulkan kecurigaan Karen terhadap keluarga Jones.
Setelah awal yang membosankan, film mulai didukung oleh absurditas acak Galifianakis. Tapi sayangnya Galifianakis dan Fisher tidak memiliki banyak keterikatan komedi. Sebaliknya malah keluarga Jones adalah pasangan yang spektakuler. Hamm dan Gadot benar-benar memukau. Salah satu adegan paling lucu yaitu ketika Tim dan Natalie berdebat karir mereka, dan Tim mengeluh tentang pilihan Natalie dari pakaian yang benar-benar pantas.
Skenario oleh Michael Lesieur terlalu terlepas dari realitas, menampilkan karakter yang agaknya kurang masuk akal sehat dalam rangka untuk mendorong plot. Beberapa lelucon dapat membuat senyum simpul, tetapi sebagian besar lelucon tidak.
Keeping Up With The Joneses berusaha keras untuk mengabadikan kekacauan gaya sitkom yang lupa tentang koherensi narasi dasar dan komedi. Hasilnya mungkin membuat penonton hanya ingin bergegas untuk keluar bioskop. Diulas oleh Pasko
Sunday, November 6, 2016
ULASAN: HACKSAW RIDGE (2016)
Desmond Doss adalah dua bersaudara yang dibesarkan oleh kedua orang tua bermasalah yang terletak pada sang ayah Tom Doss (Hugo Weaving) yang belum bisa lepas dari depresi dan trauma pasca kembali dari perang dunia pertama. Lewat sebuah kejadian disebuah rumah sakit yang juga mempertemukan Desmond dengan calon istrinya Dorothy (Teresa Palmer), Desmond tergerak ingin menolong orang di medan perang lewat jalur medis. Setelah mendaftarkan diri, dimulailah pelatihan militer yang mempertemukan Desmond dengan rekan satu timnya dan pimpinan Sersan Howell (Vince Vaughn) dan Kapten Glover (Sam Worthington). Disinilah perjuangan sebuah prinsip dan idealisme atas nama Tuhan dari seorang Desmond Doss dimulai. Desmond menolak menyentuh senjata yang mana itu menjadi salah satu kewajiban pelatihan militer dalam segi apapun, termasuk untuk tim medis sekalipun. Prinsip dan idealisme yang dipegang teguh oleh Desmond membawanya dalam kesulitan dimulai yang puncaknya dibawa dalam pengadilan militer karena dianggap membangkang. Lewat sebuah adegan yang sangat menyentuh (setidaknya menurut saya) lewat pertolongan sang ayah, Desmond pun dapat melanjutkan keinginannya bisa terjun di medan perang untuk menolong orang.
Hacksaw Ridge seperti ingin membagi film ini menjadi dua babak, yang mana di babak pertama perjuangan Desmond mengahadapi negerinya sendiri, di babak kedua inilah sebuah tujuan hati nurani Desmond benar-benar diuji ketika menghadapi realita perang sebenarnya. Lewat sebuah adegan perang yang sangat luar biasa hampir 20 menit yang disuguhkan yang akan membuat penonton menahan nafas dan bergidik. Sebuah adegan terbaik yang pernah ada yang bisa disandingkan dengan adegan perang 'Saving Private Ryan.
Inilah Mel Gibson, ketika sudah diberi kepercayaan untuk menyutradarai sebuah film, hasil yang sangat maksimal yang bisa kita tonton yang akan memuaskan. Tentunya film sebagus apapun tidak akan maksimal tanpa pemeran-pemeran dalam film ini. Andrew Garfield lah bintangnya yang mampu menyampaikan poin utama cerita Hacksaw Ridge. Adapun pemeran pembantu, favorit saya ada pada Hugo Weaving, yang memerankan seorang ayah sangat keras korban dari perang yang tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya dalam bidang militer.
Dengan hasil seperti ini, selanjutnya kita sejauh apakah film ini bisa melangkah dalam ajang-ajang penghargaan. Setidaknya untuk saat ini, Hacksaw Ridge sudah berhasil memenangkan hati penonton.
KISAH PERSAHABATAN DALAM 'SATU HARI NANTI', KARYA TERBARU SALMAN ARISTO

Meskipun sudah pernah menyutradarai beberapa film, Salman Aristo sudah sangat melekat namanya sebagai penulis skenario handal di Indonesia. Dan jika sampai film yang ditulis dan disutradarai sendiri oleh Salman Aristo, sudah bisa dipastikan film tersebut akan menjadi sangat istiewa. Itu bisa kita lihat dalam Jakarta Maghrib dan Cinta Dalam Kardus, bagaimana kedua film itu bisa terasa makin kuat dalam penyampaian cerita ketika Salman Aristo menulis naskah dan menyutradarai filmnya sendiri.
Nah, maka bersiap-siaplah dengan film terbaru Salman Aristo berjudul 'Satu Hari Nanti'. Setelah 3 tahun terkahir kali menyutrdarai film, kali ini Salman Aristo kembali duduk di kursi sutradara. Film 'Satu Hari Nanti' diperankan oleh Adinia Wirasti, Ayushita, Deva Mahenra dan Ringgo Agus Rahman, bercerita tentang pilihan dan kegelisahan anak muda dalam membangun sebuah komitmen, dalam lingkup cinta, keluarga dan pekerjaan.

Filmnya sendiri akan memulai syuting tanggal 15 November 2016 yang mana 99% setting dari cerita film akan dilakukan di negara Swiss. Tetapi, meskipun 99% film bersetting Swiss, Salman menuturkan "Ini bukan film jalan-jalan. Ini tentang karakter-karakter yamg hidup dan tumbuh dalam mencari makna, serta pencarian jati diri di negara tempat mereka tinggal. Bagaimana kedekatan satu sama lain, beradaptasi, hingga pemecahan problem yang akan ditemui".

Demi mendapatkan hasil maksimal, serangkaian workshop akan dijalani oleh pemain. Mulai dari belajar bahasa jerman dan Swiss, hingga workshop membuat coklat. Proses syuting nanti direncanakan akan berlangsung selama 20 hari dengan mengambil berbagai lokasi terkenal di Swiss, seperti Interlaken, Thun, Briendz dan tidak ketinggalan gunung tertinggi di Eropa, Jungfraujoch. 'Satu Hari Nanti direncanakan rilis tahun 2017 nanti.
Wednesday, November 2, 2016
DIBUKA PEMESANAN EDISI TERBARU T SHIRT GILA FILM
Menyambut ulang tahun ke-6 Komunitas Gila Film, seperti tahun-tahun sebelumnya Gila Film akan mengeluarkan t shirt komunitas terbaru. Dan untuk kali ini kita membuka pemesanan untuk teman-teman Gila Film yang berminat yang pemesananya akan dibuka hari ini sampai tanggal 7 November 2016 dan produksi berjalan selama seminggu dan siap kirim tanggal 14 November 2016. Untuk detail pemesanannya sendiri langsung cek dibawah ya ;).
Harga: 90rb belum termasuk ongkos kirim (Ukuran S-XL), naik kelipatan 10rb untuk ukuran size XXL dan XXXL.
Bahan: Cotton Combed
Pre order dibuka sampai tanggal 7 November dan produksi selama seminggu dan siap untuk kirim tanggal 14 November 2016.
Tersedia dalam warna hijau, merah, biru, biru dongker dan hitam
Pemesanan: Kontak mimin lewat whatssapp 081280919945.