Tuesday, January 31, 2017

10 TV SERIAL YANG TAYANG DI TAHUN 2017 AKAN MEMBUAT KAMU MAKIN BETAH DI RUMAH



Setiap network bahkan streaming service, tahun ini berlomba-lomba untuk menawarkan TV Series dengan cerita yang fresh serta dibintangi oleh aktor dan aktris kenamaan yang biasa hadir di layar lebar. Jika diperhatikan, series-series baru ini banyak mengadaptasi cerita dari beberapa novel laris.

Meskipun tahun 2017 sudah memasuki minggu keempat bahkan sebentar lagi akan berganti bulan, tidaklah menutup niat baik untuk merekomendasikan beberapa judul TV Series keluaran baru mengingat banyaknya series-series baru yang hadir. Dari sekian banyak TV Series yang dijadwalkan tayang pada 2017, berikut ini adalah beberapa TV Series yang telah dipilihkan untuk menjadi bahan pertimbangan tontonan teman-teman Gila Film.

1. Big Little Lies.



Tanggal Tayang :19 Februari 2017

Network : HBO

Cast : Nicole Kidman, Reese Witherspoon, Shailene Woodley, Alexander Skarsgard

Pada tahun 2017, selain Top of the Lake season 2, Nicole Kidman juga mendapat proyek membintangi TV Series berjudul Big Little Lies berdasarkan novel karya Liane Moriarty, bersama dengan Reese Witherspoon dan Shailene Woodley sebagai 3 orang ibu muda yang terlibat dalam sebuah tragedi. Tak hanya menghadirkan aktris-aktris kenamaan, namun juga aktor-aktor seperti Alexander Skarsgard, Adam Scott, serta James Tupper.

2. A Series of Unfortunate Events.



Tanggal Tayang : 13 Januari 2017

Network : Netflix

Cast : Neil Patrick Haris, Malina Weissman, Louis Hynes, Joan Cusack, Patrick Warburton

Masih ingat film adaptasi novel fantasy berjudul A Series of Unfortunate Events yang tayang di tahun 2004? Setelah 13 tahun, kini Netflix menghadirkan kembali kisah komedi-petualangan-tragis dari Baudelaire bersaudara dengan Count Olaf. Berbeda dengan versi layar lebarnya, Netflix menjanjikan bahwa series ini akan lebih dark serta akan menampilkan karakter sang penulis, Lemony Snicket, sebagaimana yang tertulis di bukunya.

3. Iron Fist




Tanggal Tayang : 17 Maret 2017

Network : Netflix

Cast : Finn Jones, Jessica Henwick

Anggota keempat dari The Defenders, akhirnya diperkenalkan lewat series berjudul sama dengan nama tokoh utamanya, Iron Fist, yang dibintangi oleh Finn Jones, seorang ahli bela diri yang kembali ke Hell’s Kitchen setelah menghilang sekian lama untuk berguru.

4. The Defenders



Tanggal Tayang : TBA

Network : Netflix

Cast : Charlie Cox, Krysten Ritter, Mike Colter, Finn Jones

Selama beberapa tahun ini, Netflix telah berhasil melaksanakan tugasnya dalam memperkenalkan karakter-karakter Marvel, seperti Daredevil, Jessica Jones, dan Luke Cage. Proyek kerjasama Marvel-Netflix ini mengerucut pada The Defenders, setelah melengkapi anggotanya yang baru akan tayang pada Maret 2017. Mengingat kesuksesan tersebut, tidaklah mungkin untuk tidak memasukkan The Defenders dalam daftar tontonan 2017. Berkumpulnya pahlawan berskala jalanan ini akan bertarung dengan Villain yang diperankan oleh Sigourney Weaver.

5. The Handmaid’s Tale



Tanggal Tayang : 26 April 2017

Network : Hulu

Cast : Elisabeth Moss, Joseph Fiennes, Yvonne Strahovski

Adaptasi novel karya Margaret Atwood dengan dibintangi oleh Elisabeth Moss sebagai Offred, seorang pelayan rumah tangga di Gilead, sebuah kawasan distopia dimana tingkat kelahiran rendah yang membuat wanita-wanitanya dipaksa menjadi “Handmaid”, seorang gundik.

6. Taboo



Tanggal Tayang : 8 Januari 2017

Network : FX

Cast : Tom Hardy, Oona Chaplin, Jonathan Pryce, David Hayman

Creator Peaky Blinders, Steven Knight, bekerja sama kembali dengan Tom Hardy setelah film Locke dalam TV Series berjumlah 8 episode yang bercerita mengenai seorang pria yang kembali lagi ke London untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya.

7. Frontier



Tanggal Tayang : 20 Januari 2017

Network : Netflix

Cast : Jason Momoa, Alun Armstrong, Landon Liboiron, Jessica Matten

Meskipun Frontier telah ditayangkan lewat Discovery Channel Canada pada Oktober 2016, Netflix akan menayangkannya pada Januari 2017. Dengan dibintangi Jason Momoa, Frontier berkisah mengenai carut marut perdagangan bulu di Amerika Utara dengan setting tahun 1700an. Sebuah intrik bisnis yang melibatkan Natif Amerika dengan Eropa yang bisa memecah pertarungan berdarah. Walaupun belum tayang di Netflix, Frontier telah mendapat re-new for second season.

8. Gypsy



Tanggal Tayang : TBA

Network : Netflix

Cast : Naomi Watts, Billy Crudup

Netflix kembali dengan original series-nya. Kali ini sebuah Series bergenre psychological-thriller dengan Naomi Watts diusung menjadi tokoh utama, Jean Holloway, seorang therapist yang menjalin hubungan berbahaya dengan orang-orang di sekeliling pasiennya.



9. The Alienist



Tanggal Tayang : TBA

Network : TNT

Cast : Daniel Brϋhl, Luke Evans, Dakota Fanning

Sebuah TV Series adaptasi novel lainnya, kali ini berdasar novel psychological-thriller karya Caleb Carr bersetting New York tahun 1896 dengan menggunakan disiplin ilmu psikologi dan teknik investigasi forensik untuk membongkar pembunuhan berantai. Seorang psikolog kriminal, Dr. Laszlo Kreizler (Brϋhl) dan reporter, John Moore (Luke Evans), bekerja sama dengan didampingi Sara Howard (Dakota Fanning) yang bermimpi menjadi detektif wanita pertama di NYPD.



10. Feud “Bette and Joan”




Tanggal Tayang : 5 Maret 2017

Network : FX


Cast : Susan Sarandon, Jessica Lange, Catherine Zeta-Jones, Sarah Paulson, Stanley Tucci



Permusuhan dua aktris legendaris Hollywood antara Bette Davis (Susan Sarandon) dengan Joan Crawford (Jessica Lange) yang bermula dari “What Ever Happened to Baby Jane” film keluaran tahun 1962, menjadi dasar cerita pada series keluaran FX, Feud. Ryan Murphy, selaku creator, mengatakan Feud akan menjadi antologi TV Series.

(By Annisa Anugra)

Friday, January 27, 2017

FESTIVAL SINEMA AUSTRALIA INDONESIA KEMBALI DIGELAR TAHUN INI




Melanjutkan kesuksesan Festival Sinema Australia Indonesia tahun lalu, Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia kembali menyelenggarakan acara yang sama pada tahun ini. Berbeda dari tahun lalu, kali ini Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2017 memperluas acara. Tidak hanya berpusat di Jakarta, namun juga di Makassar dan Surabaya. Serangkaian acaran Festival Sinema Australia Indonesia 2017 dimulai pada 26 Januari 2017 di Jakarta sampai 5 Februari 2017 di Surabaya.

Film selain sebagai sebuah media hiburan juga sebagai media yang memperlihatkan karakter sebuah negara dan cerita bangsanya. Sembilan film yang dihadirkan dalam Festival Sinema Australia Indonesia 2017 menampilkan aspek yang berbeda dari keberagaman masyarakat Indonesia dan Auatralia. Film Lion yang mendapatkan 6 nominasi Academy Awards ke 89 akan menjadi bintang FSAI 2017. Selain itu juga terdapat Satellite Boy, Spear, Girl Asleep, Looking for Grace. Selain itu juga menghadiirkan karya sineas Indonesia, yaitu Sendiri Diana Sendiri dari Kamila Andini, What They Don’t Talk About When They Talk About Love karya Mouly Surya, serta Sokola Rimba dari Riri Riza.

Disamping menghadirkan film-film panjang, FSAI 2017 akan memamerkan karya sineas –sineas muda dalam Kompetisi Film Pendek FSAI yang perdana. Dari hampir 300 film pendek yang masuk, enam finalis telah terpilih untuk berkompetisi memenangkan kesempatan hadir di Melbourne International Film Festival pada bulan Agustus 2017. Keenam finalis akan ditayangkan selama Festival berlangsung, dengan pemenang yang akan diumumkan di Ajang Penghargaan Kompetisi Film Pendek FSAI 2017 untuk memenangkan Penghargaan Film Pendek Terbaik dan Pilihan Penonton di acara puncak di Jakarta pada hari Minggu 29 Januari 2017.

Tiket dapat diperoleh secara gratis dengan melakukan pendaftaran ke FSAI2017.eventbrite.com . Tiket terbatas.



Wednesday, January 25, 2017

ULASAN: RESIDENT EVIL 'THE FINAL CHAPTER'




Bisa memakai aktor yang sama untuk membintangi 6 film box office dalam jumlah 16 tahun merupakan sebuah prestasi untuk Mila Jovovich. Vin Diesel yang dengan Fast Furious sudah mencapai 7 film sekalipun sempat absen disalah satu sequelnya. Dan sekarang tibalah diakhir sebuah saga Resident Evil yang diberi subjudul 'The Final Chapter'. Disutrdarai kembali Paul W.S Anderson yang hanya absen difilm kedua.


Tidak lama setelah Resident Evil: Retribution berakhir, peradaban manusia berada di ambang kepunahan setelah Alice (Milla Jovovich) dikhianati oleh Wesker (Shawn Roberts) di Washington D.C. Alice harus pergi menuju Raccoon City dimana Umbrella Corporation akan membuat persiapan untuk memusnahkan populasi manusia yang masih tersisa. Dalam usahanya untuk menyalamatkan umat manusia dan membasmi tuntas semua kerumunan zombie, Alice harus bekerja sama dengan seseorang yang berada di luar dugaannya.

Dalam misi terakhirnya untuk menyelamatkan umat manusia, di perjalanan Alice kembali bertemu Claire Redfield (Ali Larter) dan teman-temannya. Didesak oleh pengejaran yang dipimpin Dr. Alexander Isaacs (Iain Glen), Alice dan yang lainpun akhirnya bersama-sama menuju Racoon City.


Sejak film pertama, untuk penggemar gamenya pasti tahu jika versi filmnya keluar dari konteks utama gamenya yang full horror dibandingkan dengan filmnya lebih ke action. Jadi untuk penggemar game jika ingin menikmati versi filmnya harus melupakan terlebih dahulu cerita yang disajikan oleh gamenya, meskipun dalam versi film masih memasukan karakter-karakter yang kita kenal dalam game.


Di film terakhir ini, Paul WS Anderson seperti ingin memberikan penghormatan untuk gamenya. Beberapa mutasi-mutasi zombie yang cukup ikonik kita lihat dalam gamenya dimunculkan dalam film. Selain dari hal itu ? Selain adegan 'jump scare' kalau itu bisa disebut sebuah kelebihan, tidak ada yang sesuatu istimewa yang membuat film penutup ini sebagai penutup yang epik. Ya meskipun konsklusi akhir menjawab keseluruhan isi cerita film, tetapi jadi terasa menggelikan.

Film penutup ini menyajikan action yang masih menghibur, usahakan saja ketika menontonnya terlalu keras mencoba mengenai plot ceritanya dengan film-film sebelumnya jika tidak ingin sakit kepala. 







Saturday, January 21, 2017

JAKARTA UNDERCOVER, REMAKE YANG AKAN BERBEDA DENGAN VERSI TERDAHULU




MoammarEmka’s Jakarta Undercover! Grafent Pictures dan Demi Istri Production mempersembahkansebuah film yang diangkat dari novel sensasional berjudul sama karya Moammar Emka. Setelah mendapatkan kesempatan melakukan exclusive world premiere di ajang bergengsi the 11thJogja Asian Film Festival (JAFF) Desember2016 silam, film ini akan tayang serentak di bioskop kesayangan pada 23 Februari mendatang.


Dala jumpa pers yang diadakan di Cilandak Town Square, Fajar Nugros mengungkapkan jika Jakarta Undercover memang sebuah remake dari filmnya yang dirilis tahun 2007, tapi untuk versi terbaru ini akan memiliki versinya sendiri dengan konsep cerita yang berbeda.






Produser Demi Istri Production, Susanti Dewi mengatakan, “Setelah mendapatkan respon positif yang kami terima dari audiens JAFF, kami bangga karena tidak lama lagi film ini akan bisa dinikmati secara luas oleh pencinta film Indonesia. Besar harapan kami, pesan dan nilai artistik yang hendak dibawa Jakarta Undercover bisa diapresiasi dengan penuh makna nantinya.”



Jakarta Undercover memaparkan sebuah refleksicinta, pesta dan realita. Film ini membalut realita-realita yang cukup jauh dari manis tentang kehidupan di megapolitan Jakarta yang harus diperjuangkan. Isu-isu yang sering kali tak nyaman diperbincangkan, justru hendak diungkap agar kita bisa menjejaktanah.

Sutradara film Fajar Nugros mengungkapkan, “Kekerasan terhadap perempuan, premanisme, kemiskinan, jeritan kaum minoritas adalah sebagian dari realita yang kami hendak angkat di film ini sehingga menjadi misi kami untuk menyuarakan nilai kemanusiaan kepada masyarakat.”

MoammarEmka’s Jakarta Undercover menampilkan deretan aktor dan aktris kebanggaan Indonesia seperti Oka Antara, Baim Wong, GanindraBimo, Lukman Sardi, Tio Pakusadewo, Richard Kyle, Nikita Mirzani, Agus Kuncoro dan Edo Borne serta memperkenalkan Tiara Eve.

“Masyarakat kita semakin cerdas dan kritis dalam menangkap permasalahan dan lika-liku sosial, sehingga saya berharap refleksi kemanusiaan bisa mereka rasakan melalui film ini,” Kata Moammar Emka selaku Executive Producer. “Mewakili seluruh tim, saya mengucapkan terima kasih atas segala dukungan yang diberikan sehingga film ini dapat segera dinikmati.”



Thursday, January 19, 2017

ULASAN: xXx 'RETURN OF XANDER CAGE'



Kita tahu, Vin Diesel populer lewat 3 film, Fast And Furious, Chronicle Of Riddick dan xXx. Diluar 3 film itu entah kenapa film-film yang dibintangi Vin Diesel selalu gagal. Mungkin karena alasan itu Vin Diesel akhirnya kembali dalam sequel xXx ini setelah absen difilm kedua (seperti yang dia lakukan juga diseri kedua Fast and Furious). Kembalinya karakter Xander Cage dalam film ketiga itu bisa dibilang berita baik, karena percobaan menghilangkan karakter Xander Cage di film kedua sebuah  ide buruk yang hasilnya gagal total.


Pada seri ketiga dari film franchise xXx, Xander Cage (Vin Diesel), pecinta olah raga ekstrim yang berprofesi sebagai agen pemerintah kembali beraksi setelah hidup dalam pengasingan selama beberapa tahun. Kali ini Xander direkrut oleh agen Jane Marke (Toni Collette) untuk memburu empat individual Serena Unger (Deepika Padukone), Xiang (Donnie Yen), Talon (Tony Jaa) dan Hawk (Michael Bisping) yang memegang kontrol atas seluruh satelit di dunia.



Merasa tidak cocok dengan tim yang dibentuk oleh Jane Marke, Xander Cage akhirnya memutuskan membentuk bekerjasama dengan tiga orang agen yang terdiri dari Adele Wolff (Ruby Rose), Nicks (Kris Wu) dan Tennyson (Rory McCann) dalam misi mencari keempat targetnya dan membangun senjata bernama Pandora’s box. Terasa familiar dengan konsep perekrutan timnya dibentuk Xander Cage seperti yang dilakukan oleh Dominic Toretto diseri Fast and Furious ?. Jika iya berarti saya tidak sendiri.


Apa yang ditawarkan oleh seri ketiga film ini ?. Jika kamu mengharapkan kembalinya Vin Diesel akan mengembalikan formulanya seperti film pertama maka kamu salah besar. Segala sesuatu dalam film ini terlalu berlebihan. Action demi action yang tidak habis-habisnya. Jika di film pertama kita masih merasa elemen spionase, jangan harap akan merasakan hal itu di film ketiga ini. Semua itu diperburuk dengan plot cerita yang membuat film keduanya terasa lebih baik. Kehadiran pemain-pemain asal Asia diseri ini seperti hanya hanya untuk mendompleng nilai komersilnya saat tayang di negara-negara bagian asia. 


Return Of Xander Cage sebuah film action tanpa isi yang memang diasukan dalam kategori menghibur. DJ Caruso, sutradara yang kita kenal lewat Distrubia dan Eagle Eye seakan masih belum bisa bangkit setelah gagal dalam beberapa film terkahirnya. Apa yang dihadirkan dalam Return Of Xander Cage seperti hanya batu loncatan. Pastikan tidak memasang ekspetasi apa-apa pada film ini ketika ingin menontonnya. Jika kamu butuh hiburan tanpa harus melibatkan otak untuk bekerja banyak, film ini adalah film yang tepat.


Wednesday, January 18, 2017

NOBAR LOGAN DENGAN GILA FILM, KMI, LAYAR TANCEP, BEEDAH FILM DAN NONTON JAKARTA




Halo teman-teman Gila Film. Udah siap dengan event nobar besar kita selanjutnya ?. Setelah event nobar besar kita sebelumnya Assassins Creed, kali ini nobar besar kita adalah 'Logan'. Film yang katanya akan menjadi film terakhir Hugh Jackman sebagai Wolverine dan Patrick Stewart sebagai Professor X. Menyambut antusias film terkahir ini, Gila Film kali ini bekerjasama dengan Komunitas Marvel Indonesia, Layar Tancep, Beedah Film dan Nonton Jakarta mempersiapkan nobar kali ini seheboh dan seseru mungkin. Jadi tunggu apalagi, untuk detail dan pemesanan paket tiket bisa langsung kontak nomor yang ada poster ya. Silahkan pilih paket tiket teman-teman Gila Film inginkan. Akan banyak keseruan di event nobar nanti.

Tuesday, January 17, 2017

BERSIAPLAH MENYAMBUT HALFWORLDS SEASON 2







Dua aktor Indonesia, Reza Rahadian (Habibie & Ainun) dan Arifin Putra (The Raid 2), kembali memainkan perannya sebagai Tony dan Barata dalam drama fantasi kelam penuh aksi, 8 episode, berdurasi satu jam, HALFWORLDS (#HALFWORLDS). Serial pertama HBO Asia yang hadir kembali – akan tayang perdana dengan dua episode berturut-turut pada jam 20.00 WIB, di HBO. Episode baru selanjutnya akan tayang setiap Minggu pada jam yang sama, diakhiri dengan dua episode berturut-turut pada 26 Februari 2017.



HALFWORLDS Season 2 memperluas dunia yang dihadirkan pada season pertama, berpindah dari lorong kota Jakarta ke jalanan kota Bangkok yang penuh gemerlap lampu. Disutradarai pembuat film ternama Thailand Ekachai Uekrongtham (Beautiful Boxer, Skin Trade), season ini menampilan deretan pemain yang juga aktor ternama di kawasan Asia dari Thailand, Indonesia, Filipina dan Taiwan.



Peneliti keras kepala bernama Juliet (Tia Tavee) mencoba mengungkap rahasia dunia para iblis yang tinggal di antara manusia. Dengan dukungan hasil riset almarhum ayahnya, ia menjelajah untuk mencari jawaban. Ketika tengah mencari artefak kuno berkekuatan besar, aksinya menarik perhatian para demit di Thailand yang dijuluki Peesaj. Tak lama berselang sebelum pencariannya membawa dirinya ke medan pertempuran dari sang pemimpin Peesaj Charlie (David Asavanond), manusia penjaga kedamaian Warin (Nicole Theriault) dan sosok Peesaj bernama Fyter (Peem Jaiyen), yang diutus untuk membunuhnya.



Sementara itu, sosok setengah manusia Halfbreed Barata (Arifin Putra) tengah dalam perjalanan seorang diri yang mengharuskan ia meminta pertolongan sahabat lamanya, Kaprey (Jake Macapagal). Bukan hanya dia yang tengah dalam perjalanan berbahaya, karena sahabatnya Demit Tony (Reza Rahadian) membuat penampakan di Bangkok untuk mencari cintanya yang hilang.



Season dua akan menghadirkan sejumlah aktor pemain yang memukau dari Asia, seperti Peem Jaiyen (Hormones 3), Tia Tavee (Asia’s Next Top Model 2), Emma Grant (The Idol Game), Myra Molloy (Thailand’s Got Talent), Nicole Theriault (Phobia 2), Jeeja Yanin (Chocolate), David Asavanond (The Last Executioner), Charlie Ruedpokanon (Only God Forgives), Jake Macapagal (Metro Manila), dan Teresa Daley (Transformers: Age of Extinction), yang juga bermain di Grace dari HBO Asia.



HALFWORLDS Season 2 merupakan HBO Asia Original yang tayang perdana di 2017. Tayangan Asia Original yang akan hadir perdana tahun ini antara lain hasil kerja sama pertama HBO Asia dengan Taiwan, THE TEENAGE PSYCHIC juga serial drama komedi Asia Original pertama, SENT, yang disutradarai oleh komedian asal Singapura, Alaric Tay.

Monday, January 16, 2017

ULASAN TV SERIES: THE OA





Maret 2015, kita dikejutkan pada duo sineas yang terkenal lewat Sound of My Voice dan The East, yaitu Zal Batmanglij dan Brit Marling mendapatkan project bersama Netfilx untuk membuat debut TV Series berjumlah 8 episode yang mendapat slot tayang pada tahun 2016, dengan menggandeng Plan B Entertainment (World War Z, The Tree of Life, The Big 



Short) dan Anonymous Content (True Detective, The Knick, Mr. Robot) dalam produksinya. Datangnya sang indie-darling ke ranah TV Series, walaupun pada 2014 Brit Marling pernah bermain dalam TV Series berjudul Babylon (UK), patutlah ditungggu mengingat keunikan certa-cerita yang seringkali disuguhkan.

Setahun setelahnya, tanpa ada sedikitpun perbincangan mengenai Series ini karena dipercaya cerita yang dihadirkan mengandung misteri yang harus ditutupi, hanya muncul pemberitaan mengenai cast yang terlibat di dalamnya. Sempat muncul kekhawatiran bahwa The OA akan diundur ke tahun 2017, karena sampai awal Desember 2016 masih belum ada tanda-tanda promo maupun pemberitahuan tanggal tayangnya. Sampai akhirnya pada 13 Desember 2016 barulah muncul trailer dan promo-promo bersebaran yang menunjukkan tanggal tayang pada 16 Desember 2016. The OA hanya diberi waktu promo selama 3 hari saja demi menjaga kerahasiaan misteri di dalamnya.

The OA sendiri bercerita mengenai kembalinya Prairie Johnson (Brit Marling) setelah menghilang selama 7 tahun. Bukan hanya kembalinya sosok Prairie Johnson, tapi kembalinya penglihatan si gadis serta luka mencurigakan di punggungnya. Cukup sampai di sini saja sinopsis yang diberikan, selebihnya kalian tak perlu mengetahui ceritanya karena nanti akan merusak pengalaman menonton. The OA baiknya ditonton tanpa mengetahui sedikitpun tentangnya.



The Show really left us with conflicting feelings and polarize some viewers. Satu sisi Series ini memiliki kecakapan, di sisi lain tak dapat dipungkiri bahwa The OA memiliki banyak kekurangan. Bagi sebagian penonton akan benar-benar menyukainya, sebagian lainnya akan mengutuki dan mengatakannya bodoh, serta sisanya akan menganggapnya biasa saja. Bagi yang mengira Series ini bergenre Sci-fi-fantasy pasti akan mengutukinya karena ketidak-koherenan ide yang disuguhkan, namun dari sisi psychological-drama Series ini tergolong berhasil. Jadi, apapun pendapat kalian tentang Series ini tidaklah benar, juga tidak salah, namun mungkin juga tidak keduanya. Semua pendapat sah saja karena memang interpretasi tiap orang akan berbeda.

The OA dimaksudkan untuk menjadi bahan perbincangan, menjadi bahan diskusi terkait perbedaan interpretasi. Untuk itu, bagi yang belum menontonnya, silahkan berhenti membaca ulasan ini sampai di sini. Karena tak mungkin membicarakan The OA tanpa menyebutkan cerita di dalamnya. Sehingga ulasan ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menonton The OA.

Tak dapat dipungkiri melihat kemiripan ide antara The OA dengan Series keluaran Netflix sebelumnya, yaitu Stranger Things. Kesamaan tersebut adalah berupa adanya dimensi metafisikal. Di The OA dimensi setelah kematian itu belum bernama sementara di Stranger Things disebut sebagai The Upside Down, dan kecenderungan karakter-karakter di masing-masing Series untuk menyeberang dimensi. Kesamaan berikutnya adalah tokoh utama (Eleven dan Prairie Johnson) yang dijadikan bahan eksperimen dan kecenderungan mereka untuk mimisan di saat-saat penting. Tapi hanya sampai situ saja kesamaan mereka. Sebatas kesamaan ide dasar. Walaupun begitu, tetaplah The OA adalah series yang berdiri sendiri.



Kekuatan Series ini terletak pada narasinya, hal tersebut tak dapat lepas dari kepiawaian Brit Marling dengan teknik storytelling-nya. Apapun yang ia lakukan dan ia katakan akan didengarkan. Namun ada banyak momen dimana Prairie seperti akan jatuh menjadi karakter utama yang tipikal. Karakter utama yang egois yang mementingkan serta menganggap dirinya penting. Namun di saat yang bersamaan, tersadarlah bahwa Prairie memiliki kecenderungan entah itu schizophrenic atau bipolar. Bagian terbaik dari akting Marling adalah ketika ia berakting mendengarkan lawan mainnya yang sedang bicara. Seakan dia mendengarkan secara tulus, seakan ia baru pertama kali mendengar kalimat yang diucapkan, padahal entah sudah berapa kali take yang berlangsung.

Akting terbaik lainnya adalah Jason Isaacs yang memerankan Dr. Hunter Aloysius Percy alias Dr. Hap merupakan ilmuan gila yang rela menculik dan mengurung “kelinci” percobaannya di basement. Dengan kemampuannya, ia mampu menggambarkan ilmuan yang tergila-gila dan frustasi pada karyanya. Namun keindahan karakter ini sedikit ternoda oleh hal kecil yang seharusnya tak perlu ada. Jika kalian ingat di episode 4 dimana alergi tomat Dr. Hap kambuh setelah memakan sup buatan Prairie. Bukankah hal tersebut janggal? Buat apa seorang yang alergi tomat, memiliki pasta tomat di rumahnya, malah untuk apa dia membelinya? Bukankah dia cukup pintar untuk mengetahui benda berjenis pasta tomat? Dr. Hap jadi terlihat konyol karena adegan tersebut. Drama yang tak perlu.



Dr. Hap dan teknologinya adalah sebuah pencapaian menarik. Jika alat eksperimennya sanggup untuk mematikan dan menghidupkan kembali seseorang, bukankah hal tersebut merupakan teknologi hebat? Teknologi yang mampu menghidupkan kembali seseorang. Tak perlu menggunakan gerakan-gerakan milik Prairie.



Riz Ahmed sebagai Elias Rahim si konselor dan pendengar yang baik. Tiap kehadirannya dalam Series ini sangatlah penting bagi karakter Prairie untuk menunjukkan bagian lain dari karakter ini serta keretakan hubungannya dengan keluarga Johnson. Mungkin juga karakter Elias Rahim dalam Series ini merupakan kartu joker. Ingatlah di episode 8, dimana Rahim tiba-tiba berada di rumah keluarga Johnson yang kosong di malam hari. Kita belum mengetahui maksud dan tujuannya seperti apa. Ada yang berteori bahwa ia berkonspirasi dengan FBI untuk mendiskreditkan cerita Prairie.

Sayangnya kecemerlangan beberapa karakter ini tidak seimbang oleh banyaknya underdeveloped characters. Seakan keseluruhan 8 episode serta kehadiran beberapa karakter di atas hanya diperuntukan untuk perkembangan karakter Prairie, sampai-sampai lupa untuk mengembangkan karakter lainnya. Banyak karakter yang potensinya terbuang sia-sia. Khususnya teman-teman yang dikurung bersama Prairie. Penonton tak diperkenalkan dengan baik sosok Scott, Rachel, dan Renata. Mungkin mereka dimaksudkan untuk menyampaikan ide bahwa orang-orang asing ini sanggup menjadi keluarga karena keterasingan yang sama-sama mereka alami. Namun penonton tak sanggup teryakini oleh hal tersebut.

Jesse dan Buck lebih beruntung ketimbang Scott, Rachel, dan Renata. Meskipun karakter mereka seakan terpinggirkan, cerita mereka walaupun sekilas masih berguna. Dan kontribusi Jesse dan Buck di grup yang baru ini lumayan baik. Terlihat ketika hubungan mereka berlima mulai cair dan saling terkoneksi satu sama lain.

The OA memang merupakan Series dengan pace yang lambat. Banyak yang mengatakan bahwa The OA bercerita tanpa arah tujuan. Mungkin yang beropini seperti itu tidak tahu bahwa The OA berkembang seiring cerita berjalan, perkembangan cerita untuk mencapai misi Prairie. Hal tersebut terkait pada maksud dari ucapan Prairie di episode pertama pada Steve: “I need five people. And I need them to be strong like you are, and flexible and brave.”? Untuk apa Prairie membutuhkan orang-orang dengan ketentuan tersebut?


Kuncinya adalah pada perkataan Prairie di episode 4 “What if I told you I'm trying to help people? Without knowing the details?” serta tagline di posternya: “Trust the Unknown”. Ingat juga pada ucapan Prairie bahwa ia yang memilih BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse bukan sebaliknya (walaupun tidak dijelaskan seperti apa mekanisme yang ia lakukan dalam memlilih). Tapi yang jelas Prairie memilih mereka sebagai misfit group dengan pesakitan yang mereka miliki masing-masing. The OA memberikan pengertian mendalam mengenai kebebasan dan keterkurungan pada beberapa situasi berbeda. Terkurung secara fisik maupun mental. We’re living in sick society that leads us to forget our invisible-self. French yang terkurung pada situasi yang bersembunyi dibalik sebuah kewajiban dalam menopang finansial keluarga. Buck yang terkurung dalam definisi jenis kelamin. BBA terjebak pada stigma masyarakat mengenai yang baik dan yang buruk yang membuatnya kesulitan dengan posisinya sebagai pengajar. Steve sang lost boy yang terpengaruh oleh amarahnya dan terjebak antara perasaan dan logika dimana ia tidak memiliki kemampuan mengungkapkan yang ia rasakan dan pikirkan, then he becomes a bully sebagai mekanisme untuk menutupi dirinya.

Movements dalam Series ini lebih dari sekadar gerakan pengantar ke dimensi lain. Gerakan tersebut membutuhkan fleksibilitas, keluwesan dalam melakukan tarian terlebih mereka melakukannya sebagai sebuah grup. Dan keberanian untuk menghadapi diri mereka sendiri, karena tak semua orang memiliki keberanian untuk melihat dirinya sendiri, they might not like what they see. Berada dalam satu grup juga akan mengembangkan kemampuan untuk mereflesikan diri dalam diri orang lain. Serta mereka juga harus cukup kuat untuk menerima diri mereka. 3 persyaratan yang disebutkan Prairie adalah untuk mencapai misi utamanya yaitu menyembuhkan orang lain dengan cara mencapai perkembangan invisible-self, ketika kebanyakan orang akan lebih memikirkan perkembangan di sisi visible-self. Prairie sang malaikat yang menyelamatkan pengikutnya. Malaikat yang dikultuskan. Sehingga scene akhir di episode 8 dimana BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse melakukan gerakan di cafeteria bukan hanya sekadar pencapaian hafalan gerakan, namun juga pencapaian mereka pada perkembangan invisible-self, ketika 5 orang ini mampu menerima diri mereka seutuhnya. Bahwa mereka berlima tanpa disadari telah saling menyembuhkan satu sama lain tanpa mengetahui masalahnya.




Prairie Johnson pun digambarkan dengan humanis. Prairie mengklaim dirinya sebagai malaikat, walaupun bukanlah sosok malaikat yang tak sempurna. Dimana sosoknya terlihat mementingkan orang lain, namun di sisi lain teramat sangat egois. Ia tak memikirkan perasaan orang tua angkatnya. Mungkin tingkahnya ini merupakan alegori, bahwa damage people tend to ruin people close to them but on the other hand they could save others like them. Prairie disibukkan pada pencarian ayahnya, sampai melupakan sosok Abby dan Nancy, melupakan hal-hal yang telah mereka korbankan demi Prairie, mencampakkan cinta yang diberikan padanya. Prairie juga disibukkan untuk menolong 5 orang di grup baru itu sampai-sampai ia lupa bahwa dia belum mencapai titik penerimaan diri secara utuh.




Kebanyakan orang akan menganggap The OA mirip dengan Stranger Things, namun untuk formula cerita, The OA sangat mirip dengan film panjang pertama duo Zal-Brit, yaitu Sound of My Voice. Katakanlah The OA adalah Sound of My Voice extended version.




Dalam Sound of My Voice, Maggie adalah sosok yang dipuja dalam sebuah perkumpulan beraliran cult. Katakanlah Prairie Johnson adalah Maggie. Lihat saja ucapan pertama yang mereka ucapkan saat pertama kali mereka ucapkan di hadapan pengikutnya:

“…and tell you my story. Like anything new, it will be impossible for your mind to adjust. Maybe close your eyes and try opening up.” – Maggie

“I'm gonna tell you my story from the beginning. I want you to close your eyes. I want you to imagine everything I tell you as if you're there yourself. As if you're with me. As if you are me.” – Prairie

Sekali lagi, Prairie seperti versi extended dari Maggie. The OA menyuguhkan cerita beraliran cult, dimana BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse adalah pengikutnya, serta semua cerita flashback semasa hilangnya Prairie selama 7 tahun adalah penguatan background Prairie sebagai sosok yang dikultuskan.

Dengan formula ending yang sama dengan Sound of My Voice, ending The OA menyerahkan pada penonton pada pilihan apakah mereka akan percaya atau tidak. Meskipun masih belum jelas apakah klaim Prairie sebagai Original Angel benar, ataukah itu hanyalah hasil khayalannya saja? Intinya The OA menyerahkan penonton pada pertanyaan terakhir dan terpenting: akankah kalian akan bersedia menyerahkan dan memasrahkan diri untuk percaya padanya?



Sebagai orang yang memperhatikan karya duo Zal-Brit, tentu ada kebahagaian melihat hasil karya terbaru mereka ini. Melihat karya mereka akhirnya memiliki sisi finansial yang cukup. Lihat saja dari sisi teknis, khususnya production value. Beberapa pengambilan gambar yang apik, terlebih pada visual effect dalam membangun dimensi dimana Khatun berada. Perlu juga memberikan kredit pada music department yang memberikan scoring yang mampu membangun suasana. Serta jajaran cast yang mampu tampil brilian.


Mungkin sebuah kesalahan pada awal penyampaian di episode awal sehingga penonton menangkapnya sebagai drama-scifi-supranatural namun ketika berubah menjadi drama-mystery-dan sedikit cult, mereka kecewa. Semua ini terletak di tangan penonton, apakah kalian akan menontonnya dari sisi drama-scifi ataukah akan melihatnya sebagai psychological-drama? The OA bukanlah Series biasa yang kalian idamkan.

(By Annisa Anugra)

Friday, January 13, 2017

ULASAN: LIVE BY NIGHT



Gone Baby Gone adalah sebuah awal yang baru bagi seorang Ben Affleck. Saat itu pertama kalinya dia menyutradarai film yang mendapat respon positif dari penonton dan kritikus. Lalu menyusul The Town dan puncaknya ada pada Argo yang mendapatkan gelar sebagai film terbaik di ajang Oscars beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu Ben Affleck seperti menjadi anak kesayangan Warner Bros. Peran Bruce Wayne yang jatuh kepada Affleck belumlah peran yang besar untuk Afflcek. Warner Brothers sudah mencanangkan yang jauh lebih besar, yaitu Ben Affleck membintangi menyutrdarai film solo Batman. Menarik bukan ?. Bahkan ada rumor mengatakan, salah satu syarat yang diberikan Affleck pada WB jika ingin dia menyutradarai film solo Batman, WB mau menyokong dana film yang ingin Ben Affleck bintangi dan sutradarai yang berjudul 'Live By Night'. Film yang diadaptasi dari novel Dennis Lehane berjudul sama.



Pada era tahun 1920-an di Boston, Amerika seorang kriminal bernama Joe Coughlin (Ben Affleck) harus berhadapan dengan boss mafia setelah hubungan asmaranya dengan Emma Gould (Sienna Miller) yang merupakan kekasih gelap boss mafia bernama Albert White (Robert Glenister) diketahui. Kejadian yang membuat Joe berubah secara personal dan bergabung dengan mafia Italia yang dipimpin Maso Pescatore (Remo Girone) untuk bisa membalas dendam pada Albert White. Hal ini makin membuat Joe makin jauh tenggelam dalam dunia mafia dengan keterlibatannya dalam bisnis penyelundupan alkohol di kota Tampa, Florida.


Siapa yang tidak sangat menantikan film ini, jejak rekam Ben Affleck sebagai sutradara dan membintanginya sekaligus terhitung sempurna. Tetapi ekspetasi yang tinggi pada film ini ternyata berbuah kekecewaan. Kita sudah sangat merasa familiar dengan plot cerita yang disajikan Live By Night seperti film Ben Aflleck  sebelumnya berjudul The Town. Untungnya pemain-pemain dalam film ini dapat memerankan karakternya dengan baik. Nilai lebih ada pada Brendan Gleeson yang memerankan Thomas Coughlin ayah dari Joe. Penampilannya yang hanya sesaat mampu memberika sedikir rasa emosional bagi penonton.


Ben Affleck seperti hanya ingin pemanasan dalam film ini yang juga diproduseri Leonardi DiCaprio, sebelum benar-benar disibukan dengan project DC Universe-nya dengan WB. Tidak ada yang ada istiewa dari plot cerita mampu ditutupi dengan akting-akting para pemain dalam film ini dan kostum dan setting yang luar biasa.

Saturday, January 7, 2017

ULASAN: ARRIVAL




Young Ellie Arroway: Dad, do you think there's people on other planets?
Ted Arroway: I don't know, Sparks. But I guess I'd say if it is just us... seems like an awful waste of space.



Ingat salah satu quote yang sangat membekas dalam film Contact (1997). Quote tersebut merupakan quote yang selalu menjadi bahan perbincangan para pakar sains yang berhubungan dengan outer space. Dengan sebuah pertanyaan dan masih belum memiliki jawaban yang meyakin yaitu, apakah bumi satu-satunya planet di alam semesta yang memiliki penghuni? Jika iya, maka bisa dibilang sangat mubazir kalau hanya ada makhluk yang hidup di bumi.




Tidak salah kalau teori ini dapat dijadikan materi yang menarik untuk dieskplorasi dalam sebuah film.Manusia terus mencari tahu apakah terdapat bentuk kehidupan lain di alam semesta selain di bumi. Dengan pendekatan yang mirip Close Encounters of the Third Kind, membentuk sebuah pertanyaan “why are they here?” sutradara Denis Villeneuve mencoba kembali mengeksplorasi isu "we are not alone in the universe" dalam bentuk sebuah thriller science fiction berjudul ‘Arrival’. Sebuah film yang menyatukan antara alien, waktu, cinta dan proses kehidupan yang harus diterima.



Seorang Professor (ahli) bahasa ternama, Dr. Louise Banks (Amy Adams) diminta oleh Kolonel Weber (Forest Whitaker) untuk menerjemahkan dan menyambung lidah antara manusia dan mahkluk terestrial telah mendarat di bumi.Sebanyak 12 alienshells kini telah "menetap" di berbagai lokasi yang ada di penjuru bumi. Louise kemudian dibantu oleh scientist bernama Dr. Ian Donnelly(Jeremy Renner) dan tim yang sudah menetap di dekat salah satu alien shell yang ada di Montana. Ada waktu-waktu tertentu agar tim Dr. Louise dapat mendekati dan masuk ke dalam alien shell tersebut. Mampukah Dr. Louise menerjemahkan bahasa aliens tersebut? Jika iya, apakah maksud tujuan alien tersebut datang ke bumi?Apakah alien tersebut membahayakan bumi? Interaksi yang ada di film ini tidak hanya antara tim Dr. Louise dan alien yang datang, tetapi juga dengan pihak militer dari berbagai macam negara yang didatangi oleh alien shells ini. Sehingga besar kemungkinan manusia yang tidak bisa menerima adanya ‘makhluk asing’ atau ‘makhluk yang berbeda’ akan berseru perang, tanpa tau apa maksud dan tujuan alien tersebut datang ke bumi.





In Denis Villeneuve we trust! Alien? Premisnya hanya seperti itu? Sudah jadi jaminan bahwa sutradara Denis Villeneuve mampu menjadikan film dengan premis sederhana menjadi sebuah jalinan kompleks yang mendalam dan memorable.Mampu menghentak kedalam alam pikiran manusia.Lihat saja sinopsisdi atas, sangat sederhana dengan dasar yang dapat dikatakan mirip dengan berbagai film yang telah terlebih dahulu mencoba mengangkat tema yang sama (Close Encounters of the Third Kind, Contact). Tapi ‘Arrival’ milik Denis Villeneuve (Incendies, Enemy, Prisoners dan Sicario) akan memberikan sentuhan yang aneh, berani, menyentuh hati tetapi juga menghibur.Di sini kisah yang berdasarkan dari short story berjudul "Story of Your Life" karya Ted Chiang tidak lagi mencoba mempertanyakan apakah alien itu ada atau tidak, tetapi dampak dari ketidaktahuan manusia terhadap makhluk asing dan menganggapnya sebagai makhluk yang berbahaya. Padahal 12 “kapal” alien tersebut mendarat dengan aman dan tentram tanpa menimbulkan kerusakan disekitarnya. Sehingga hanya Dr. Louise dan Dr. Ian– lah harapan untuk menyambung bahasa antara manusia dengan alien.

What to expect? Jika menginginkan film invasi alien ke Bumi berharap akan muncul adegan aksi yang menonjolkan visual yang mendebarkan, pasti akan sedikit kecewa.Penonton tidak akan dimanjakan cerita sci-fi dengan perang rudal atau meriam yang akan menghantam kapal alien, atau semacam perang galaksi antara manusia dengan alien. Namun penonton akan disajikan dengan "interaksi" antara manusia dan alien dan sebuah twist akhir yang spectacular.



Fokus awal film adalah bagaimana manusia akan berkomunikasi dengan alien, setiap 18 jam “kapal” mereka “terbuka” terhadap manusia, lalu penonton akan dibuat sumringah mengenai hasil pendekatan Dr. Louise dan Dr. Ian terhadap alien. Kemudian kita akan mengetahui bahwa alien tersebut merupakan jenis makhluk heptapods, karena memiliki 7 kaki (tentakel) yang simetris. Seiring dengan berjalannya waktu, film ini mulai menceritakan kisah Dr. Louise Banks yang ternyata menyimpan misteri sebuah momen yang tak terlupakan.Disinilah keahlian Villenueve dalam menyajikan sebuah film yang kompleks, keahliannya dalam memutar-mutar masalah sederhana dari awal hingga akhir dan ternyata kembali lagi bertemu di awal.Seperti halnya film-film Christopher Nolan, semua adalah lingkaran, sebuah pertemuan yang tiada akhir.Tetapi lingkaran Arrival lebih sederhana bahkan lebih menyentuh walaupun tidak se-sophisticated film-film Nolan.Sang sutradaramenggunakan sense of wonder untuk menghadirkan sajian yang challenging, thought-provoking, dan juga thoughtful.

Film ini penuh banyak simbol, terutama simbol bahasa dari Heptapods yang berbentuk lingkaran (tidak penuh) atau banyak simbol yang menunjukan ujian mengenai cinta, dan proses kehidupan yang dijalani Dr. Louise. Simbol mengebai global war, yang mengajak penonton untuk interospeksi diri mengenai manusia dengan datangnya alien ke Bumi, apakah manusia se-egois itu?Cerita dalam Arrival sempat disinggung dengan teori Sapir–Whorf hypothesis, bahwa kondisi bahasa pola budaya suatu masyarakat dapat mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari (Kramsch, Claire 1998)1.Sehingga bisa dikatakan bahwa manusia yang skeptis dan egois tidak dapat terbuka dan berkomunikasi dengan baik dengan berbagai pihak. Mereka akan menyimpulkan sendiri dan bertindak demi keamanan mereka.



Naskah yang ditulis oleh Eric Heissererpatut diberikan 2 jempol karena mampu membuat penonton terkagum-kagum dengan eksekusi dari hal yang serius dan rumit ke hal yang bias membuat penonton sedikit tertawa. Ada beberapa kisah mengenai penamaan Kanguru bahkan sampai penamaan 2 Heptapods yang selalu ditemui oleh Dr. Louise dan Dr. Ian serta tim. Dr. Ian secara reflek memberikan mereka nickname Abbot dan Costello (bagi pecinta bisbol, pasti mengetahui duo posisi ini). Naskah yang terbaik dieksekusi dengan ala Denis Villeneuve membuat ‘Arrival’ sangat menawan.Ditambah dengan scoring yang sangat mengintimidasi dari Jóhann Jóhannsson menjadi Arrival sebagai salah satu pembuka tahun 2017 yang paling ciamik.



Unsur teknis juga menunjang film ini menjadi lebih baik,special effects menampilkan tone yang sesuai tidak berlebihan, bahkan sedikit terkesan kaku dengan dengan pengambilan gambar yang memang terasa lambat tetapi hasilnya mempu memberikan rasa suspenseful.Dari segi sinematographi, Villeneuve kali ini banyak menampilkan hasil gambar dengan tembakan-tembakan jauh yang terasa adem dilihat,dan beberapa kali close up ke karakter yang menunjukan emosi terdalam mereka.



Amy Adams adalah frontwoman yang memang sudah tidak diragukan lagi kepiawaiannya dalam membentuk karakter.Dia karakter yang kuat, mengintimidasi dengan kerapuhannya, mampu membodohi penonton karena kecerdasannya dan mampu menarik perhatian Dr. Ian yang sama-sama jomblo.Amy Adams mampu memperlihatkan betapa stress-nya dia ketika memakai jubah lengkap untuk masuk ke “kapal” Heptapods tersebut. Suatu bentuk claustrophobic yang sangat mengintimidasi, tetapi di satu sisi, dia begitu berani bahkan nekat menghadapi Abbot dan Costello sendirian. Jeremy Renner sebagai Dr. Ian juga berperan cukup menarik, sebagai pendamping tetapi juga sebagai penyemangat dari sebuah proses yang melelahkan yang harus dijalani oleh Dr. Louise. Sudah tidak diragukan lagi, kalau Dr. Ian tertarik terhadap Dr. Louise dan Jeremy Renner mampu memberikan nuansa romantisme “kesempatan dalam kesempitan” yang cukup menggelitik.Forest Whitaker seperti biasa, mampu berperan baik, sebagai Kolonel Weber yang tegas, lugas dan jelas keinginannya walaupun banyak menghadapi konflik yang tidak pasti.



Kecerdasan dari film ini adalah sebuah film yang menyajikan eksplorasi dari rasa frustasi dan antisipasi ke dalam tensi yang makin lama makin tinggi.Villeneuve berhasil menyembunyikan rahasia yang membuat penonton terkejut, terpongah dengan pendalaman cerita yang perlahan mampu diterima penonton.Membuat kisah yang agak sedikit fantasi menjadi kisah seperti nyata dengan bantuan pendekatan emosi di masing-masing karakter.



Begitu ciamiknya Denis Villeneuve bermain dengan science fiction di film Arrival membuat ekspektasi pada Blade Runner 2049 menjadi meningkat.Denis Villeneuve sendiri pernah berkata “I've dreamed of doing science fiction since I was ten years old, It’s a genre that I feel has a lot of power and the tools to explore our reality in a very dynamic way.” Jadi memang sudah tidak diragukan lagi apakah Blade Runner 2049 akan mampu sekompleks Arrival?Sebuah kisah krisis global perdamaian dunia, komunikasi, love and life process, yang disandingkan dengan manis dengan proses komunikasi antara manusia dan alien di dalam sebuah cerita. After all, once again, In Denis Villeneuve we trust!





Arrival harus diakui terasa sedikit segmented seperti halnya film-film Denis Villeneuve, yang mampu memberikan pertanyaan fantastis namun jawabannya belum tentu sama untuk semua orang. Tetapi Arrival memberikan sebuah simbol yang pasti, sebuah persatuan (unity) yang harus dijalankan prosesnya untuk semua pihak (bahkan termasuk alien).Kesatuan dengan simbol lingkaran, lingkaran non linear yang dinyatakan oleh Heptapods bahwa waktu tidak berjalan lurus. Benarkah waktu tidak berjalan lurus?

(By Ibnu Akbar)