Tuesday, October 31, 2017

ULASAN: FLATLINERS






Hollywood sepertinya sedang menyukai cerita-cerita mengenai Near-Death-Experience, beberapa saat lalu ada The OA (TV Series, 2016) dan The Discovery (2017) dengan eksperimen mengenai kematian. Juga masih dalam tren me-remake dan me-reboot film-film lama yang sempat hits, Sony Pictures mencoba me-remake sci-fi psychological horror tahun 1990 berjudul sama, Flatliners.



Menggunakan premis yang sama, hanya mengganti karakter utamanya saja, Flatliners digerakkan oleh lima mahasiswa yang tertarik untuk mencoba memanipulasi proses kematian dan memperoleh data empirisnyanya. Bermula dari Courtney (Ellen Page) dengan idenya untuk merekam data ilmiah kinerja otak manusia beberapa saat setelah meninggal, teman-teman ko-as nya akhirnya ikut ambil bagian dalam eksperimen ini.



Telah tayang sebelumnya di US, Flatliners tidak seburuk yang banyak dibicarakan orang. Setidaknya ia punya momen-momen menyenangkan saat proses membuat mati dan mengembalikan kembali hidup para dokter muda ini. Bagian-bagian itu merupakan bagian terbaik dari Flatliners, dimana para karakternya bisa saling menyatu, meski motif yang dihadirkan adalah hal klise, mencoba menyicipi manisnya kesuksesan. Penulis terlalu terlena pada betapa menyenangkannya proses ini, sampai-sampai mereka jauh dari sebuah niat awal mereka. Penulis tidak mempertahankan tujuan awal mereka, untuk sebuah eksperimen, setidaknya mereka bisa sedikit berpura-pura menganalisa atau membahas. Untuk apa hanya merekam data tanpa pembahasan?



Setelah menghabiskan setengah film untuk bereksperimen dengan kematian, Flatliners lalu pindah haluan ke horror yang justru membuat film ini terjeblos masuk menjadi film buruk. Penulis Flatliners terlalu malas mengeksplor cara-cara untuk menakuti dan mengejutkan penonton, hanya bermodal cara-cara pengambilan gambar yang sudah sering kita lihat di film-film horror lainnya.



Keifer Sutherland yang juga merupakan cast film original (1990), ikut dalam jajaran cast di film remake-nya (2017), meski hanya sebagai cameo. Kehadirannya hanya dimengerti oleh mereka yang pernah menonton film originalnya. Sebenarnya menjadikan Keifer sebatas cameo, tanpa tendensi untuk menginterupsi eksperimen generasi terbaru dari Flatliners ini adalah pilihan terbaik. Membiarkan eksperimen ini tetap underground tanpa ada yang tahu bahwa kejadian ini pernah terjadi sekarang atau sebelumnya. Bisa jadi, Flatliners (2017) adalah sekuel dari Flatliners (1990). Sayangnya kemalasan penulis untuk mengembangkan cerita justru membuat kualitas dan chemistry para castnya terbuang sia-sia, tak ayal lagi jika film ini akan mudah dilupakan.


(By Annisa Anugra)

Sunday, October 15, 2017

ULASAN: HAPPY DEATH DAY






Disadari atau tidak, pada masa sekarang ini genre film horror/thrillerpembunuh berantai semakin jarang muncul sebagai highlights rilisan film yang bertengger di setiap akhir pekan. Kita sudah terbiasa dibuat menanti kemunculan rentetan film dalam sebuah cinematic universe yang semakin menghegemoni, kalau bukan film tentang pahlawan super ataupun film remake/reboot/sequel dari franchise lawas yang kembali bangkit merajalela di bioksop. Mungkin ini memang sedang masanya saja ketika genre tersebut populer, selayaknya pada masa tahun '80an dan 2000an ketika horror, thriller, dan slasher sedang populernya. Oktober tahun ini, Happy Death Day muncul di antara gempuran film-film remake/sekuel blockbuster dan nampaknya kehadiran film ini cukup memberi angin segar untuk penonton dengan cerita pembunuhannya yang disajikan cukup berbeda.



Premis awal cerita film ini sebetulnya biasa saja, bahkan terkesan sangat familiar. Tentang seorang gadis remaja di sekolahan yang dikejar pembunuh bertopeng. Tree Gelbman (Jessica Rothe) adalah seorang pelajar periang yang akuh, ia terbangun di suatu pagi setelah mabuk di kamar asrama seorang pelajar lain bernama Carter (Israel Broussard). Tanpa banyak berbasa-basi, Tree meninggalkan kamar dan kemudian menjalani hari tersebut selayaknya hari-hari biasa di sekolahan. Hingga ketika malam tiba seorang pembunuh bertopeng datang menyerang dan membunuhnya. Sampai dengan di sini film barulah mulai memainkan trik utamanya. Tree seketika tebangun kembali di kamar yang sama dan kemudian segera saja menyadari ia tidaklah bermimpi, ia benar-benar kembali pada hari yang sama pula. ia terjebak dalam peristiwa time loop.



Ketika sebuah film hendak menghadirkan tontonan thriller pembunuh bertopeng terutama untuk penonton di masa sekarang ini, kita tentu mengharapkan sesuatu yang segar dalam penyajiannya. Ada banyak film sejenis telah dibuat dan sebagian menjadi sangat ikonis. Happy Death Day adalah horror thirller yang menumpukan daya tariknya pada elemen time-loop, sesuatu yang mungkin saja tidak begitu sering diangkat, pada genre ini khususnya. Dan gabungan elemen ini ternyata berhasil menjadikan film ini lebih menarik. Film ini disutradarai oleh Christopher B. Landon (Disturbia, 3 film Paranormal Activity). Dari pengalamannya yang telah mengangani beberapa horror thriller, kita bisa menyaksikan bagaimana ia lihai menyetir film dengan cerita yang pada mulanya cenderung membosankan namun berubah menjadi semakin menarik untuk diikuti seiring dengan mengalirnya cerita.


Happy Death Day adalah film dengan banyak elemen familiar namun semuanya dikemas dengan menghibur dan berimbang. Kita bisa merasakan tensi thirller, misteri, (sedikit) slasher, namun tetap beriringan dengan komedi yang cukup memecah tawa hingga drama yang memberi kesempatan pembentukan karakter utamanya. Para pemain di sini berakting dengan baik-baik saja. Editing untuk sekuens yang berulang-ulang seperti ini sangat dibutuhkan kreativitas agar tidak jadi membosankan dan di sini itu semua sudah dikerjakan dengan rapi. Adapun kekurangan yang agaknya cukup mengganjal adalah ketika diungkapkan motifasi si pembunuh yang ternyata tidak cukup kuat, motif yang terlalu sepele, entah memang itu tujuannya bagi penulis naskah, atau ya, walau sebetulnya ini tidak perlu terlalu dipedulikan juga karena film ini tetaplah asik, ringan, dan menghibur, bahkan dengan ratingnya yang hanya di level PG-13.


Saya sangat menganjurkan agar tidak terlalu banyak melihat trailer ataupun klip film ini sebelum menontonnya. Ada banyak adegan jenaka dan beberapa twist yang akan lebih asyik disaksikan tanpa menyaksikan terlalu banyak materi film karena trailer/klip promo film ini sendiri sebetulnya cukup spoiler.

Friday, October 13, 2017

CINEMAX UMUMKAN DERETAN PROGRAM ORIGINAL 2018




CINEMAX telah mengumumkan deretan tayangan hari Sabtu 2018, dengan berbagai tayangan original serial terbaru dan lanjutan yang dinamis dan penuh aksi.

“Kami sangat bersemangat menghadirkan tayangan yang membawa kembali CINEMAX menuju tayangan serial yang menyenangkan, memacu adrenalin dan selalu menghibur,” kata Kary Antholis, president, HBO Miniseries and Cinemax Programming. “Kami secara strategis memanfaatkan kesempatan melakukan produksi bersama yang memungkinkan kami memaksimalkan dampak dan nilai produksi dari tayangan ini bagi para pemirsa kami.”



Tayangan tersebut antara lain (urutan secara knonologis):

STRIKE BACK (mulai tayang Februari) kembali dengan season kelima sebanyak sepuluh episode yang sarat dengan adegan laga, memperkenalkan anggota baru Section 20. Ditolak dan dibubarkan, unit ini dibentuk lagi untuk melacak keberadaan teroris terkenal setelah membobol penjara. Penugasan dengan operasi intelijen militer rahasia dan risiko tinggi, kehadiran Section 20 mengawali perburuan mematikan yang akan mengungkap jaringan luas dari aktivitas criminal yang terinterkoneksi. Dalam penjelajahan di Timur Tengah dan Eropa, mereka membongkar sebuah konspirasi berbahaya yang mengancam akan mengubah tampilan peperangan modern selamanya. Warren Brown (“Luther,” “The Dark Knight Rises”), Daniel MacPherson (“Infini”), Roxanne McKee (HBO’s “Game of Thrones”; “Crossfire”) dan Alin Sumarwata (“Burning Man”) berperan di serial ini. MJ Bassett kembali menjadi executive producer dan sutradara.



RELLIK (mulai tayang Februari), thriller original enam bagian, dibintangi Richard Dormer (“Game Of Thrones” di HBO) sebagai Gabriel, seorang polisi detektif Inggris yang obsesif dan cacat, dan Jodi Balfour ( “Quarry” di CINEMAX) sebagai Elaine, rekannya yang cerdas dan kuat. Menangani sebuah pembunuhan berantai, kisahnya dimulai dengan penangkapan tersangka dan bergerak mundur ke saat terjadinya peristiwa kriminal tersebut. terobsesi dengan pencarian sang pembunuh, kisah Gabriel secara intrinsic menjadi terikat dengan tersangkanya, mengajukan pertanyaan, “Pengalaman apa yang menjadikan kita semua berhasil?” Empat episode disutradarai oleh Sam Miller, dan dua oleh Hans Herbots.



C.B. STRIKE (mulai tayang Juni) merupakan serial dramatis berdasarkan novel kriminal terlaris yang ditulis pencipta Harry Potter J.K. Rowling dengan nama samaran Robert Galbraith. Dibintangi Tom Burke (“Only God Forgives”), bercerita tentang Strike, veteran perang yang menjadi detektif swasta, beroperasi di sebuah kantor kecil di Denmark Street, London. Meskipun menderita secara fisik dan psikologi, pemikiran Strike dan latar belakangnya yang unik sebagai investigator polisi militer terbukti mampu menyelesaikan tiga kasus rumit yang membingungkan kepolisian. Serial ini hadir dengan tiga episode berdurasi satu jam pada buku pertama dari trilogy, “The Cuckoo’s Calling” (dengan sutradara Michael Keillor), diikuti dengan adaptasi dari dua buku selanjutnya, “The Silkworm” (disutradarai oleh Kieron Hawkes) dan “Career of Evil” (disutradarai oleh Charles Sturridge), yang keduanya terdiri dari dua episode sepanjang satu jam.

Thursday, October 12, 2017

3rd MINIKINO FILM WEEK – FESTIVAL FILM PENDEK INTERNASIONAL BALI




Festival film pendek internasional - MINIKINO FILM WEEK tahun ke-3 (3 rd MFW) hadir semakin istimewa dan bertambah besar dari tahun sebelumnya. Pada tanggal 7-14 Oktober 2017 di Bali, 3 menayangkan 209 lm pendek yang dikemas dalam 42 program. Film-film pendek dari Indonesia, Asia Tenggara & Internasional ini diseleksi oleh tim programming MINIKINO serta programmer tamu nasional Asia Tenggara dan Jepang. 3rd MFW hadir di 17 titik pemutaran yang terbagi dalam 11 (sebelas pemutaran Micro Cinema dan 6 (enam) lokasi Pop-Up Cinema (Layar Tancap) yang menghadirkan total 114 kali pemutaran.


Seluruh program pemutaran tidak memungut biaya, namun akan memberi panduan batas usia penonton. Selain menonton bersama di layar lebar, ada perpustakaan video berisi lebih dari 500 judul film pendek Indonesia maupun internasional yang dapat ditonton selama periode festival. Perpustakaan dibatasi hanya untuk undangan dan semeton Minikino Film Week di lokasi Festival Lounge di Gedung Merdeka lantai 1 - kantor BPPD Denpasar, jalan Surapa no.7.


Acara pendukung 3rdMFW tahun ini meliputi pelatihan akting untuk peserta usia 13-25 tahun bersama Paul Agusta dan workshop “4K Cinematography” bersama Benny Kadarhariarto, serta workshop film untuk pelajar yang mengiringi Pop-Up Cinema. Selain itu Minikino Bandstand akan menampilkan para sutradara video klip musik. Mereka akan berbagi pengalaman produksi dengan para penonton. Hadir pula MFW Talks, sebuah ruang diskusi dan berbagi cerita bertema “Creative Community”, “Film Festival” dan “Bali Inside Out”.


Minikino Film Week adalah Festival Film Pendek Internasional terbesar di Indonesia. Festival dibuka dengan serangkaian MFW Talks pada hari Sabtu siang, 7 Oktober 2017 dan dilanjutkan acara pembukaan malam hari khusus undangan yang menampilkan sebuah program film pendek khusus sebagai Opening Program. 3rd MFW juga telah diawali dengan pra-event berupa kompetisi nasional BEGADANG FILMMA menantang para pembuat lm pendek Indonesia untuk memproduksi film pendek dalam waktu 34 jam pada 2-3 September 2017 lalu. Kompetisi ini diikuti oleh 30 peserta yang lolos dari seleksi penda awal. Mereka berasal dari berbagai propinsi di Indonesia. Antara lain: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimatan Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Ada enam semi-nalis yang diundang untuk menghadiri Malam Penganugerahan Internasional.


Minikino Film Week sejak awal dirancang sebagai fesval film yang mendekat pada masyarakat, hadir ditengah masyarakat, menghadirkan film pendek berkualitas, diharapkan menjadi penyeimbang kanal tontonan yang telah tersedia di masyarakat. MFW membangun suasana menonton bersama yang menjadi salah satu nilai penng, memicu kesadaran kolekf terhadap apa yang sedang ditonton dan selanjutnya untuk memikirkan dan membicarakan kembali apa yang telah ditonton. Selain itu, MFW juga berharap dapat menjadi pemank denyut perekonomian dan pariwisata di Bali, melalui kerja sama dengan pelaku usaha di berbagai bidang dalam program “discount partner”. Team 3rd MFW juga mengembangkan paket wisata kreaf yang ditawarkan kepada tamu-tamu fesval baik domesk maupun internasional. Detail lengkap mengenai program film, jadwal tayang, lokasi pemutaran dan Fesval Lounge, dapat dilihat di hp://minikino.org/filmweek.

Wednesday, October 11, 2017

PERGELARAN KONSER ORCHESTRA THE LEGENDS 5: LAYAR EMAS INDONESIA




Seri konser tahunan Trinity Youth Symphony Orchestra (TRUST) yang menampilkan soundtrack film legendaris, “The Legends”, akhirnya memasuki seri ke-lima tahun ini. The Legends yang selalu dihadiri lebih dari 1000 penonton pada setiap edisinya terasa begitu spesial pada tahun ini karena menandakan 5 tahun berdirinya TRUST Orchestra sebagai salah satu orkestra komunitas remaja terbesar di tanah air dan satu-satunya orkestra yang bernaung di bawah label musik profesional – Trinity Optima Production.


Di bawah arahan conductor Dr. Nathania Karina dan diperkuat lebih dari 100 musisi di atas panggung, The Legends 5 akan menampilkan soundtrack legendaris dari layar lebar Indonesia seperti Ada Apa dengan Cinta, Petualangan Sherina, Badai Pasti Berlalu, Ayat-ayat Cinta, Habibie Ainun, Perahu Kertas, Laskar Pelangi, dan masih banyak lagi. Armand Maulana dan Naga Lyla akan turut memeriahkan The Legends 5 bersama sederet nama besar yang pernah berkolaborasi dengan TRUST sejak TRUST pertama kali berdiri, seperti Artidewi, Trisouls, Nesia Ardi, GIANA, Chicha AFI, Indah Anastasya, Aluna Rafflesia Choir serta Regina dan Celine Handoko.


Tema Layar Emas Indonesia dirasa sangat pas sekali untuk diangkat mengingat saat ini industri film Indonesia sedang kembali bergiat dan bangkit diantara serbuan begitu banyak film produksi asing. Sebuah film yang bermutu tentunya tidak terlepas dari lagu yang menghiasi film tersebut. Lagu yang tepat dapat membawa penonton ke dalam dunia film yang tanpa batas dan menjadikan gambar-gambar tersebut menjadi lebih nyata dan hidup. TRUST yang pernah menjadi home orchestra dari Festival Film Indonesia “Piala Citra” di tahun 2015 akan menghadirkan 15 lagu dengan total durasi kurang lebih 2 jam. Konser ini akan dipandu oleh penyiar radio papan atas Indonesia Tommy Prabowo. Menariknya, lagu-lagu yang dibawakan secara khusus diaransemen untuk konser ini oleh sederet arranger muda berbakat Indonesia. 


Konser The Legends 5: Layar Emas Indonesia tentunya akan memanjakan pecinta musik orkestra dan film di tanah air karena jarang sekali ada orkestra di Indonesia yang menghadirkan lagu-lagu non-classic. Konser TRUST terdahulu, The Legends 4: Superheroes dihadiri lebih dari 1000 penonton, dimana tiket konser sudah terjual habis seminggu sebelum acara. The Legends 4 turut dimeriahkan oleh berbagai komunitas superhero dan cosplay Indonesia. Lewat konser ini TRUST hendak menunjukan eksistensi mereka sebagai salah satu orkestra komunitas terbaik di Jakarta, menghapus anggapan bahwa musik orkestra identik dengan sesuatu yang membosankan, mendorong generasi muda untuk semakin mencintai musik original Indonesia, serta mendukung industri musik dan perfilman Nasional

Saturday, October 7, 2017

FILM HOLLYWOOD TERBARU IKO UWAIS 'BEYOND SKYLINE' SIAP RILIS BULAN DEPAN




Setelah beberapa kali muncul sebagai cameo dan pemeran pembantu dalam film hollywood, akhirnya Iko Uwais mendapatkan kesempatan peran yang lebih besar dari pada film-film sebelumnya seperti di Star Wars: The Force Awakens dan Man Of Tai Chi. Tidak tanggung-tanggung Iko Uwais akan langsung beradu akting dengan Frank Girillo (Captain America: Winter Soldier, Civil War). Selain Iko Uwais, aktor laga lokal lainnya Yayan Ruhiyan juga akan ada dalam sequel film mengenai invasi alien ke bumi ini.



Dalam press confrence sederhana yang diadakan pada tanggal 5 Oktober 2017 di Plaza Indonesia, Iko Uwais menceritakan proses-proses mengenai produksi yang memakai lokasi beberapa tempat di Indonesia untuk proses syuting. Dengan masuknya aktor-aktor laga seperti Frank Girillo, Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan, film Beyond Skyline akan mempunya tone yang berbeda dengan film pertamanya. Kombinasi spesial efek dan koreagraphi martial art akan banyak penonton temui dalam film ini.



Selain itu, Iko Uwais juga menambahkan, meskipun proses syuting dilakukan di Indonesia, setting dalam film sendiri akan bercerita di Laos. Hal yang sangat disayangkan memang bagi kita penonton Indonesia. Untuk teman-teman Gila Film sendiri yang sudah penasaran dengan film terbaru Iko Uwais ini penantiannya akan segera berakhir, karena Beyond Skyline akan rilis mulai tanggal 1 November 2017 di bioskop-bioskop Indonesia.


ULASAN: BLADE RUNNER 2049






Blade Runner 2049 adalah film sekuel yang melanjutkan cerita secara langsung dari apa yang terjadi dalam dunia di film pendahulunya yang dibuat oleh Ridley Scott pada tahun 1982, Blade Runner. Bersettingkan tiga puluh tahun sejak peristiwa di film pertama, 2049 menceritakan seorang petugas kepolisian bernama K (Ryan Gosling) menyelidiki sebuah kasus lama yang berpotensi memicu konflik besar. Dalam dunia di masa depan yang suram di mana manusia buatan (replicant) mencadi pekerja industri yang kemudian harus dimusnahkan, petugas K harus melakukan penelusuran yang kemudian mempertemukannya dengan Rick Deckard (Harrison Ford), yang dulunya juga pernah memiliki pekerjaan yang sama dengan K.



Film ditulis oleh Hampton Fencher yang juga sebagai penulis naskah film pendahulu, bersama dengan Michael Green (Logan, alien Covenant), dan disutradarai oleh Denis Villeneuve yang kembali menggarap genre sci-fi setelah kesuksesan Arrival pada tahun lalu. Komposer musik ditangai oleh Johan Johansson, Hans Zimmer dan Benjamin Wallfisch. Divisi sinematografi ditangani oleh sang legendaris Roger Deakins dan Ridley Scott sendiri juga masih terlibat kali ini sebagai executive producer. Melihat orang-orang yang bekerja di balik proyek film ini membuat saya optimis membumbung tinggi dan pada akhirnya film memang tidak mengecewakan!



Blade Runner yang dibuat 35 tahun lalu pada awalnya tidak mendapatkan perhatian yang cukup besar saat perilisan namun kemudian mendapatkan status sebagai film cult. Dengan pacing ceritanya slebor, dan penggambaran dunia masa depan yang futuristik namun retro, hingga sekarang banyak dianggap sebagai salah satu film sci-fi terbaik dan paling berpengaruh. Pada sekuelnya ini unsur yang menjadi ikonis pada film originalnya tersebut tetap dirasakan bahkan digarap dengan lebih matang lagi, ya, Blade Runner 2049 adalah contoh langka dari sebuah sekuel yang melampaui kualitas pendahulunya!



Sutradara Denis Villeneuve merupakan pilihan yang terbaik untuk proyek film ini. Melalui Arrival kita menyaksikan kisah sci-fi dengan penuturan cerita yang merangkak lambat (slow-burning), dan penuturan seperti itu adalah paling cocok diimplementasikan untuk melanjutkan kisah dalam dunia dystopia ini sebagaimana dengan pacing film terdahulu. Blade Runner 2049 juga mengalir dengan lambat, namun sangat dirasakan ambisius di setiap rangkaian segmennya. Film ini menghadirkan sebuah kelanjutan yang sesuai dengan apa yang semestinya terjadi dalam universenya, tidak berusaha terlalu keras menjadikannya sebagai tontonan yang 'berjodoh' dengan ekspektasi penonton secara umum di zaman sekarang. Ketika menyaksikan film ini, saya merasakannya sebagai sebuah sekuel yang memang terjadi setelah 30 tahun kemudian, bukan sebagai sekuel sekaligus sebagai reboot yang dibuat pada 30 tahun kemudian yang menelantarkan esensi pada film terdahulu, baik itu dari segi cerita, apalagi visual.



Bicara soal visual, bagi yang menggemari genre sci-fi dijamin akan langsung dibuat berdecak kagum sejak shot-shot pertama pada adegan pembuka film. Roger Deakins kembali menghadirkan bingkaian visual yang sangat cantik dan bergaya. Setting lokasi tidak dibuat terlalu melenceng dengan gambaran masa depan dalam universenya, tampak futuristik namun sesuai dengan visioner yang diciptakan pada film terdaulu, jadi film ini tidak dibikin latah untuk terlalu bersolek karena godaan teknologi pembuatan visual sekarang yang tentu sudah jauh lebih canggh dari masa ketika film terdahulu dibuat. Scoring film pun juga dibikin masih dengan satu tematik dengan verssi original. Untuk para aktor, Ryan Gosing dan Harrison Ford bermain dengan baik di sini.



Blade Runner 2049 berdurasi 2 jam 43 menit, ini cukup panjang. Dengan pacing cerita yang lambat, film akan cukup sulit dinikmati penonton secara luas. Namun dengan semua kualitas terbaik yang dirangkum di sempanjang film, saya pikir film ini tentu sangat layak ditonton dibioskop dengan sistim audio-visual terbaik.

(By Arief Noor Iffandy)

Tuesday, October 3, 2017

FILM DOKUMENTER STEVEN SPIELBERG YANG AKAN TAYANG EKSKLUSIF DI HBO





Steven Spielberg membuka kembali tirai perjalanan karirnya yang luar biasa melalui tayangan eksklusif HBO, SPIELBERG. Film dokumenter panjang ini mengulas filmografi Spielberg secara mendalam, mengungkap bagaimana pengalaman yang menjadi acuan dan merubahnya dari waktu ke waktu. Disutradarai dan diproduseri oleh sosok dokumenter ternama Susan Lacy, perjalanan luar biasa ini tayang perdana pada waktu yang sama dengan A.S. Minggu, 8 Oktober jam 07.00 WIB, dengan penayangan ulang primetime di hari yang sama jam 21.00 WIB, eksklusif di HBO.



Steven Spielberg berhasil membuat katalog film inovatif tak tertandingi selama hampir 50 tahun perjalanan karirnya. Menggambarkan evolusi dari tokoh ikonik ini, Lacy melakukan wawancara eksklusif hampir 30 jam dengan sutradara ini, yang begitu terbuka mengenai kehidupan masa kecilnya yang pahit dan obsesinya dalam membuat film, karya awalnya yang cemerlang sebagai sosok pertelevisian “genius,” ketenarannya melalui sejumlah film blockbuster yang mengagumkan, perubahan drastisnya ke film-film drama yang lebih serius, serta hubungan pribadi dan profesionalnya selama ini.



SPIELBERG juga mengikutsertakan pandangan dari anggota keluarga Spielberg, juga sahabat dan kolega, ditambah potongan video dan di balik layar dari perjalanan filmnya, termasuk Jaws, Raiders of the Lost Arc, ET: The Extra-Terrestrial, Jurassic Park, Schindler’s List, Saving Private Ryan, Bridge of Spies dan banyak lagi.



Lacy mewawancara lebih dari 80 orang dari perfilman, mulai dari selebriti kelas A, hingga sutradara dan produser, sampai ke para pelaku industri, seperti J.J. Abrams, Christian Bale, Drew Barrymore, Cate Blanchett, Francis Ford Coppola, Daniel Craig, Daniel Day-Lewis, Brian de Palma, Laura Dern, Leonardo DiCaprio, Richard Dreyfuss, Ralph Fiennes, Harrison Ford, David Geffen, Tom Hanks, Dustin Hoffman, Holly Hunter, Jeffrey Katzenberg, Ben Kingsley, Kathleen Kennedy, George Lucas, Liam Neeson, Martin Scorsese, Oprah Winfrey dan Robert Zemeckis.



Hasilnya adalah potret intim yang luar biasa memadukan pemaparan langsung yang menyentuh dari Spielberg dengan eksplorasi mendalam dari proses kreatif dan keahlian yang membuat ia menciptakan sesuatu yang berbeda, menyoroti tema misalnya perpisahan, rekonsiliasi, patriotism, kemanusiaan dan keajaiban, yang berulang sepanjang pekerjaannya.




Susan Lacy adalah creator dan executive producer dari serial WNET terkenal American Masters, yang ditayangkan di PBS secara nasional. Ia telah memenangkan berbagai penghargaan, termasuk sepuluh Primetime Emmy® untuk Outstanding Documentary Series dan 12 Peabody Award. Sebagai executive producer American Masters, Lacy memproduksi sekitar 250 film yang mengekplorasi kehidupan ikon budaya di America yang paling abadi, mulai dari Charlie Chaplin hingga James Baldwin sampai Bob Dylan. Ia juga mensutradarai film-film dengan beragam subyek seperti Leonard Bernstein, David Geffen, Joni Mitchell, Judy Garland, Paul Simon, Rod Serling dan Lena Horne.



Pesembahan HBO Documentary Films, SPIELBERG disutradarai dan diproduseri oleh Susan Lacy; diproduksi oleh Emma Pildes dan Jessica Levin; diedit oleh Deborah Peretz.