Tuesday, October 11, 2016

ULASAN: STRANGER THINGS (TV SERIAL)



Serial keluaran Netflix terbaru berlatar era 80-an di kota kecil bernama Hawkins, Stranger Things bercerita tentang Will Byers anak biasa yang cupu hilang tanpa jejak. Namun Joyce, sang ibu, masih percaya bahwa Will masih hidup. Bersama dengan Chief Hooper mereka menyelidiki kasus tersebut.



Tak ingin diam saja, teman-teman sepermainan Will Byers, yaitu Mike, Lucas, dan Dustin memutuskan untuk ikut mencari keberadaan Will dengan cara mereka sendiri. Di sisi lain, gadis bernama Barbara pun ikut menghilang secara misterius. Dirundung perasaan bersalah atas hilangnya sahabatnya itu, Nancy yang ditemani oleh Jonathan (kakak Will Byers) pun ikut mencari petunjuk atas peristiwa tersebut. Kejadian-kejadian aneh berbumbu supranatural menuntun ketiga tim tersebut pada janggalnya sosok gadis misterius yang tiba-tiba hadir di saat yang bersamaan dengan hilangnya Will.







Pada dasarnya Stranger Things termasuk dalam kategori TV Serial medioker. Meskipun sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi serial yang menarik, sayangnya tidak ada hal istimewa untuk ditampilkan. Hanya sekadar menjual nostalgia era 80-an karena berlimpahnya referensi-referensi pop culture dari era tersebut, tidak menyajikan sesuatu yang baru, menarik, maupun istimewa baik dari segi cerita, dialog, maupun penggambaran makhluk. Satu serial yang sangat over-hyped dan over-rated.



Pertemanan bocah-bocah nerd a la film Stand by Me (dir. Rob Reiner, 1986), The Goonies (Richard Donner, 1985) dan E.T the Extra-Terrestrial (dir. Steven Spielberg, 1982), konspirasi pemerintah seperti X-Files, karakter Eleven yang mirip campuran tokoh manga Tetsuo Shima (Akira) dengan Charlie (Firestarter, dir. Marl L. Lester), penggambaran makhluk yang semacam perpaduan monster dari film Alien, Aliens, dan Resident Evil, juga terdapat referensi era millennium seperti penggambaran dunia dari dimensi lain yang mengingatkan penonton pada Under the Skin (dir. Jonathan Glazer, 2013), dan masih panjang lagi daftar yang bila disebutkan semua akan memakan banyak halaman. Katakanlah bahwa Stranger Things terinspirasi pada film-film yang disebutkan diatas, atau katakanlah merupakan penghormatan atas film-film genre sci-fi era 80-an, nyatanya terlihat seperti kliping hasil kumpulan film-film sci-fi. Entah apapun itu maksud yang diinginkan creator serial ini.



Belum lagi pemakaian template cerita yang sudah sering digunakan pada genre sejenisnya. Satu tokoh yang menghilang secara misterius, tapi masih ada orang terdekat yang satu-satunya percaya bahwa dia masih hidup, check. Sekumpulan anak nerd yang sering di-bully, check. Seorang gadis tipe straight A student yang menyukai pria populer, check. Tapi si gadis lebih senang bertualang dengan pria lain yang weird, check. Seakan sebuah kewajiban untuk menghadirkan template terkonyol pun ada, yaitu ketika ada hal menakutkan, bukannya lari atau minta bantuan justru didekati. Dan yang teramat sangat saya benci adalah orang-orang yang seharusnya tidak punya kewajiban untuk turun tangan, malah sok-sok an untuk ikut ambil bagian yang justru memperkeruh keadaan. Penonton butuh sesuatu yang belum pernah disuguhkan sebelumnya.



Ditambah lagi terlalu banyak background story yang tidak penting, seakan untuk memenuhi durasi tiap episodenya. Hal tersebut justru membuat tidak ingin berempati pada karakter-karakter yang ditampilkan. Ingin mendramatisir namun tiap kali melakukannya selalu gagal. Winona Ryder terlalu berlebihan memainkan karakter Joice, terlalu histeria. Bocah-bocah yang sayangnya diberikan dialog yang bukan untuk diucapkan anak seumuran itu. Bukan tipe dialog yang terlalu dewasa, namun kurang identik dengan anak-anak. Contohnya dialog-dialog Lucas yang terlalu aneh dan menyebalkan untuk didengar, tidak cocok diucapkan. Tentu mereka pastinya dapat menginterpretasikan dialog serius, hanya saja pemilihan katanya harus tepat. Mungkin writer series ini perlu observasi lebih lanjut mengenai hal tersebut. Satu-satunya karakter menarik hanyalah Steve. Walaupun sepertinya Steve hanyalah karakter yang dibuat untuk dibenci penonton, sehingga karakternya kurang dikembangkan.


(By Annisa Anugra)



Subscribe to this Blog via Email :