Friday, July 18, 2025

REVIEW: I KNOW WHAT YOU DID LAST SUMMER 2025 – KEMBALI DENGAN TEROR, TAPI TERSEOK DENGAN NARASI

 


Mengusung warisan dari film legendaris tahun 1997, I Know What You Did Last Summer 2025 mencoba menghidupkan kembali teror sang pembunuh berkait dengan sentuhan era baru. Namun, apakah usaha ini berhasil memuaskan baik fans lama maupun penonton baru?

Cerita kali ini tetap berpusat pada sekelompok anak muda yang dihantui oleh kesalahan besar di musim panas lalu. Namun twist menarik muncul: penyebab tragedi yang memicu rentetan pembunuhan di versi 2025 ini bukan lagi tabrak lari seperti di versi klasik. Detailnya memang lebih baik kamu saksikan sendiri, tapi perubahannya cukup menyegarkan meski tak sepenuhnya mengguncang.

Sayangnya, film ini kerap terasa seperti pengalaman tabrak lari itu sendiri — mengejutkan, lalu bingung. Perpindahan antar adegan terasa loncat-loncat, kadang kehilangan kesinambungan. Ada nuansa bahwa beberapa adegan penting mungkin "hilang", entah karena suntingan sensor atau penyusunan cerita yang terburu-buru. Tone film pun berubah-ubah, membuat tensi yang sudah dibangun jadi kerap terputus.

Di sisi positif, adegan-adegan pembunuhan tetap brutal dan tidak berkompromi, memperlihatkan keberanian film ini dalam mengeksekusi momen-momen horor. Namun kehadiran karakter-klise seperti Danica (si pirang stereotip) justru membuat atmosfer jadi terasa outdated.

Satu sorotan yang mencuri perhatian adalah kehadiran Chase Sui Wonders sebagai pemeran utama perempuan. Ia memberikan energi segar dan karisma yang cukup menonjol dibanding karakter lainnya. Kembalinya wajah lama juga menyisipkan nostalgia yang menyenangkan, meski tidak cukup kuat untuk menyaingi keberhasilan reboot Scream beberapa tahun lalu.  Sebuah usaha yang niat, dengan beberapa momen intens yang menggigit, namun sayang dieksekusi dengan struktur naratif yang tak rapi.

Rating: 6/10

REVIEW FILM ASSALAMU'ALAIKUM BAITULLAH: DRAMA RELIGI YANG MENGHANTAM EMOSI SEJAK AWAL







Awalnya saya tidak terlalu tertarik untuk menonton film Assalamu’alaikum Baitullah (ASBA). Judulnya langsung memberi kesan sebagai film religi yang cenderung klise, dan saya memang sedang tidak mencari tontonan dengan tema seperti itu. Tapi ternyata, keputusan untuk tetap menontonnya justru jadi salah satu kejutan paling menyenangkan belakangan ini—karena film ini jauh di luar ekspektasi.

Secara garis besar, plot cerita ASBA’ mungkin terasa familiar jika kamu pernah menonton film-film drama religi atau romantis dengan elemen perjalanan batin. Tapi yang membuat film ini berbeda adalah penyajiannya yang sangat berani. Karakter utama kita langsung dihantam badai kehidupan sejak menit awal, dan puncak tensi emosionalnya justru hadir di awal film, bukan di babak ketiga seperti biasanya. Treatment ini mengingatkan saya pada film Queen (2013) dari Bollywood, di mana tokoh perempuan mengalami krisis besar dan harus menemukan dirinya kembali. Hal seperti ini masih jarang sekali ditemui di film-film Indonesia, dan kehadirannya di ASBA’ terasa menyegarkan.

Untungnya, tensi tinggi di awal tidak membuat bagian selanjutnya kehilangan arah. Naskah, arahan sutradara, dan editing yang solid berhasil menjaga ritme emosi film tetap stabil meskipun intensitasnya lebih tenang. Saya tetap bisa merasakan pergolakan batin para karakter, terutama dari tokoh Amira yang diperankan oleh Michelle Ziudith. Kali ini, Michelle benar-benar bersinar. Karakter Amira dibuat kompleks, emosional, dan berlapis, membuatnya tampil dominan dibandingkan karakter lainnya—bukan karena yang lain buruk, tapi karena Amira memang ditulis dengan kedalaman lebih.

Satu-satunya kekurangan menurut saya adalah ketika cerita mulai berpindah ke setting Mekkah. Visual dan atmosfernya terasa agak berbeda dari bagian awal film di Indonesia, seolah ada sedikit ketidakkonsistenan dalam tone dan kualitas gambar. Tapi itu langsung termaafkan ketika muncul salah satu scene terbaik dari film ini: momen Amira mengelilingi Ka’bah. Adegan ini terasa begitu kuat secara emosional dan bisa memicu air mata—saya yakin banyak penonton akan merasakan hal yang sama.

Secara keseluruhan, Assalamu’alaikum Baitullah adalah film drama religi-romantis yang berani tampil beda. Ia tidak sekadar menyampaikan pesan spiritual, tapi juga menghadirkan cerita tentang perempuan, luka, dan pencarian makna hidup dengan cara yang lebih jujur dan emosional. Bagi saya, ini adalah salah satu film lokal yang layak diberi kesempatan lebih luas untuk ditonton oleh publik.

Rating: 8/10

REVIEW FILM: SORE: ISTRI DARI MASA DEPAN – PUISI VISUAL TENTANG CINTA DAN KOMITMEN

Sutradara Yandy Laurens kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menyentuh sisi emosional penonton lewat film panjang terbarunya, SORE: Istri dari Masa Depan. Diangkat dari webseries kampanye produk kesehatan, film ini berhasil melompat jauh menjadi karya sinematik yang puitis, mengharukan, dan penuh kontemplasi. Ini bukan sekadar cerita cinta, tapi sebuah renungan tentang waktu, komitmen, dan arti kebersamaan dalam kehidupan berpasangan.

Meski kamu belum menonton versi webseries-nya, film ini tetap bisa dinikmati sepenuhnya. Namun, ada sedikit catatan: pastikan kamu dalam kondisi segar saat menonton. Kenapa? Karena SORE punya alur yang berjalan lambat dengan dialog bernada pelan—semuanya sengaja diatur untuk membangun atmosfer yang tenang namun menghantam batin di momen-momen krusial. Elemen waktu dan magical realism yang dipilih Yandy mungkin tidak masuk akal secara logika, tapi justru di situlah letak magisnya. Penonton diajak bukan untuk menganalisis, melainkan untuk merasakan.

Judulnya saja sudah menyiratkan unsur fiksi ilmiah dengan kata “Dari Masa Depan,” jadi jangan kaget kalau kamu menemukan repetisi adegan yang cukup sering. Tapi bersabarlah, karena setiap repetisi itu akan mengarah pada klimaks emosional yang sangat menggugah di akhir film. Dibanding karya Yandy sebelumnya seperti Satu Kata Tapi Penuh Makna (SakaTupo), film ini terasa lebih dewasa dan berani dalam eksplorasi emosinya. Walau sempat terasa berbelit di bagian tengah, semuanya akan terbayar tuntas di penghujung film.

Sheila Dara mencuri perhatian dengan performa terbaiknya sejauh ini—halus, dalam, dan penuh jiwa. Dion Wiyoko juga tampil solid meskipun karakternya tidak diberi ruang eksplorasi sebanyak Sheila. Keduanya tetap berhasil menghidupkan dinamika relasi yang kompleks namun menyentuh.

Kesimpulan

SORE: Istri dari Masa Depan adalah perpaduan magis antara seni bercerita dan perasaan manusia. Bukan film yang mengedepankan logika, melainkan rasa. Dan rasa itu, ditumpahkan habis-habisan dalam 90 menit yang tak akan mudah dilupakan.

🎬 Sudah tayang terbatas di bioskop. Jika ingin merasakannya langsung di layar lebar, segera tonton sebelum kehabisan kesempatan!

Rating: 9,5/10

Thursday, July 10, 2025

KITAB SIJJIN & ILLIYYIN: HOROR BARU DARI RAPI FILMS YANG PENUH BALAS DENDAM



Kitab Sijjin & Illiyyin adalah film horor terbaru produksi Rapi Films bersama Sky Media, Rhaya Flicks, Legacy Pictures, dan Narasi Semesta yang akan tayang di bioskop mulai 17 Juli 2025. Disutradarai oleh Hadrah Daeng Ratu dan diproduseri oleh Gope T. Samtani, film ini mengangkat kisah dua kitab pencatat amal perbuatan manusia: Sijjin untuk orang durhaka dan Illiyyin untuk orang saleh.

Cerita berpusat pada Yuli (Yunita Siregar), seorang perempuan baik yang berubah drastis karena serangkaian musibah dalam hidupnya. Dituduh anak selingkuhan dan diperlakukan seperti pembantu oleh keluarga Ambar (Djenar Maesa Ayu), Yuli akhirnya meminta bantuan dukun untuk membalaskan dendamnya lewat santet yang sangat mematikan.

Yuli harus melakukan ritual dalam waktu seminggu dengan memasukkan nama-nama target ke dalam mayat baru. Target santet tersebut adalah Laras (Dinda Kanyadewi), Rudi (Tarra Budiman), Dean (Sulthan Hamonangan), dan Tika (Kawai Labiba). Pertanyaannya, apakah dendam Yuli akan berhasil terbalaskan?

Yunita Siregar mengungkapkan rasa syukurnya bisa memerankan karakter Yuli yang kompleks, sekaligus memenuhi keinginannya bekerja sama dengan Rapi Films dan sutradara Hadrah Daeng Ratu. Ia berharap film ini bisa memberikan pesan moral sekaligus diterima luas oleh penonton.

Sutradara Hadrah Daeng Ratu menjanjikan horor yang lebih lokal dan membumi, dengan banyak adegan intens dan sinematografi menegangkan. Produser Eksekutif Sunil G. Samtani menambahkan bahwa film ini merupakan IP baru yang diharapkan bisa menyegarkan pasar horor Indonesia. Jangan lewatkan penayangannya mulai 17 Juli 2025.

REVIEW: SUPERMAN (2025) VERSI JAMES GUNN YANG LEBIH GROUNDED DAN BERANI AMBIL RISIKO



Film SUPERMAN terbaru arahan James Gunn akhirnya tayang, dan hasilnya jauh dari ekspektasi standar superhero klasik. Gunn membuka film ini dengan langkah berani—memperlihatkan Superman yang kalah. Sebuah pernyataan langsung bahwa kita akan melihat sisi berbeda dari sang Man of Steel.

David Corenswet sebagai Superman: Lebih Manusia, Lebih Dekat

Dalam film ini, David Corenswet tampil sebagai Superman yang lebih grounded. Karakternya tidak lagi sekadar alien penyelamat, melainkan sosok yang sudah berbaur dengan kehidupan manusia, menjadi figur publik yang dituntut sempurna dan selalu menjadi panutan. Pilihan ini membuat Superman 2025 terasa lebih manusiawi dan relevan secara emosional.

Cerita Penuh Aksi dan Humor Khas James Gunn

Dengan ritme cerita yang cepat dan padat dialog, James Gunn menyajikan narasi yang langsung menghantam penonton. Ia tidak lagi repot menjelaskan siapa Superman—melainkan langsung mengajak penonton menikmati gaya khasnya: aksi penuh energi, musik eksentrik, dan humor yang terkadang lucu, terkadang membingungkan.

Film ini jelas menyasar penonton yang sudah familiar dengan dunia DC baru. Humor internal ala YTTA Universe mungkin terasa membingungkan bagi penonton kasual, dan konflik yang tumpang tindih membuat beberapa bagian cerita terasa padat dan sulit diikuti.

Sinematografi Epik Tapi Bisa Bikin Pusing

Camerawork dalam SUPERMAN 2025 juga sangat khas. Banyak adegan dirancang untuk terlihat epik dan intens. Namun, bagi penonton yang sensitif terhadap gerakan kamera cepat, film ini berpotensi memicu motion sickness. Sebuah hal yang perlu dicatat sebelum menonton di layar lebar.

Konflik Politik Fiksi dengan Makna Nyata

Salah satu elemen cerita yang patut diapresiasi adalah konflik antara dua negara fiktif: Boravia dan Jarhanpur. Meski imajinatif, konflik ini punya nuansa geopolitik yang sangat terasa. Dalam konteks saat ini, banyak penonton menangkapnya sebagai representasi konflik Israel–Palestina, disampaikan secara halus namun cukup menyentil.

Kesimpulan: Superman 2025 Bukan untuk Semua, Tapi Layak Dicoba

SUPERMAN versi James Gunn adalah film superhero yang berbeda. Berani, penuh warna, dan mengangkat sisi manusia dari tokoh ikonik. Meski tidak sempurna dan mungkin tidak cocok untuk semua orang, film ini tetap layak ditonton—terutama bagi mereka yang menginginkan pendekatan baru dalam dunia film superhero DC.

Thursday, July 3, 2025

DARI SERIAL WEB KE BIOSKOP: TRANSFORMASI CERITA CINTA SORE

Setelah sukses dengan film blockbuster dan menyabet 7 Piala Citra, Yandy Laurens kembali dengan film panjang keempatnya Sore: Istri dari Masa Depan, yang akan tayang 10 Juli 2025. Film ini merupakan adaptasi dari serial web populer berjudul sama dan menampilkan duet Dion Wiyoko dan Sheila Dara dalam kisah romansa bernuansa fantasi. Diproduksi oleh Cerita Films secara mandiri, film ini mengemas ulang kisah lama dalam versi yang lebih epik, lengkap dengan visual lintas negara dari Jakarta hingga Eropa Utara seperti Kroasia dan Finlandia.

Cerita film berpusat pada tokoh perempuan bernama Sore, yang datang dari masa depan untuk mengubah hidup pasangannya, Jonathan, agar menjadi lebih baik. Dengan misi mengubah kebiasaan buruk Jonathan, konflik muncul saat rahasia masa depan mulai terungkap. Film ini membungkus tema cinta dan perubahan dengan elemen waktu dan fantasi, menjadikan kisahnya unik dalam genre drama romansa Indonesia.

Yandy Laurens menyebutkan bahwa keputusannya mengangkat kembali kisah ini ke layar lebar dipengaruhi oleh pengalaman hidup pribadinya yang telah banyak berubah sejak pertama kali membuat serial tersebut. Kini sudah berkeluarga, Yandy ingin mengeksplorasi makna cinta dan penerimaan dari sudut pandang yang lebih matang. Sang produser, Suryana Paramita, pun menilai bahwa bukan hanya kreatornya yang tumbuh, tetapi juga para penonton yang mengikuti kisah ini sejak lama.

Film ini menawarkan dinamika hubungan yang relatable, tentang harapan terhadap perubahan pasangan demi kebaikan bersama. Yandy menghadirkan narasi segar yang menjadi ciri khasnya, memperkuat nilai emosi dalam relasi antar karakter. Dion dan Sheila, yang telah beberapa kali bekerja sama dengan Yandy, menyampaikan bahwa proyek ini tetap memberi tantangan baru dalam membangun chemistry dan mendalami karakter masing-masing.

Untuk mendalami perannya, Sheila Dara bahkan mengikuti kursus bahasa Kroasia dan program kebugaran agar sesuai dengan karakter yang diperankannya. Transformasi ini tak hanya terjadi pada tokohnya, tapi juga pada dirinya sendiri. Film ini diproduksi dengan dukungan berbagai rumah produksi ternama serta sponsor resmi, dan akan mulai tayang di bioskop pada 10 Juli 2025. Untuk info terbaru, penonton bisa mengikuti akun Instagram resmi @cerita_films.

Sunday, June 22, 2025

REVIEW FILM ELIO: KETIKA ALIEN MENGAJARKAN ARTI KELUARGA


Pixar kembali menghadirkan kisah menyentuh dan penuh imajinasi lewat film terbarunya berjudul ELIO. Mengusung premis yang terkesan sederhana—anak kesepian bertemu alien—film ini justru berhasil menyelipkan pesan mendalam tentang keluarga dan rasa memiliki dalam balutan animasi penuh warna dan imajinasi liar.

Premis Unik: Diculik Alien, Jadi Duta Galaksi

Elio, seorang anak yang hidup tanpa orang tua dan hanya diasuh oleh tantenya—seorang perwira NASA yang sibuk dan galak—tiba-tiba diculik oleh sekelompok alien. Tapi bukan untuk dijadikan tawanan, melainkan duta diplomatik bagi galaksi. Satu hal yang Elio sendiri tidak tahu bagaimana bisa terjadi.

Dari sini, petualangan seru dan kocak dimulai. Elio dipertemukan dengan berbagai makhluk asing unik yang desainnya terinspirasi dari cryptozoologi dan makhluk laut dalam—kombinasi menarik yang bikin visual film ini terasa segar dan berbeda dari film-film Pixar sebelumnya.

Visual Warna-warni dan Sekuens “Trippy” yang Seru

Salah satu kekuatan utama ELIO ada pada visualnya. Palet warna cerah, desain dunia alien yang kaya detail, serta sekuens “trippy” saat Elio pertama kali diculik menjadi highlight yang membuat penonton betah menatap layar. Versi 3D-nya pun cukup imersif dan layak dicoba bagi yang ingin pengalaman sinematik lebih hidup.

Pesan Keluarga yang Ringan tapi Mengena

Meski nilai moral tentang keluarga dalam ELIO terbilang cukup klise, namun tetap terasa relevan—terutama saat dibungkus dalam kisah tentang rasa kesepian, pencarian jati diri, dan bagaimana "rumah" bisa ditemukan di tempat paling tak terduga. Film ini berbicara banyak soal perasaan belonging, terutama ketika kita merasa asing di dunia sendiri.

Suara Glordon dan Karakter yang Menarik

Selain Elio, karakter alien bernama Glordon—seekor makhluk ulet yang menggemaskan—mencuri perhatian dengan pengisi suara yang ekspresif dan lucu. Chemistry antar karakter juga dibangun dengan cukup baik, membuat dinamika antar tokoh tetap menarik di tengah eksplorasi dunia galaksi.

Kesimpulan: Elio, Petualangan Antariksa dengan Hati

ELIO mungkin bukan film Pixar paling revolusioner, tapi ia berhasil menyentuh hati lewat kisah yang ringan, visual yang memanjakan mata, dan pesan keluarga yang tetap relevan untuk segala usia. Sebuah tontonan yang cocok dinikmati bersama keluarga, dan bisa jadi pintu awal yang menyenangkan untuk mengenalkan anak-anak pada film bernuansa sci-fi.

Rating: 7,5 / 10