Awalnya saya tidak terlalu tertarik untuk menonton film Assalamu’alaikum Baitullah (ASBA). Judulnya langsung memberi kesan sebagai film religi yang cenderung klise, dan saya memang sedang tidak mencari tontonan dengan tema seperti itu. Tapi ternyata, keputusan untuk tetap menontonnya justru jadi salah satu kejutan paling menyenangkan belakangan ini—karena film ini jauh di luar ekspektasi.
Secara garis besar, plot cerita ASBA’ mungkin terasa familiar jika kamu pernah menonton film-film drama religi atau romantis dengan elemen perjalanan batin. Tapi yang membuat film ini berbeda adalah penyajiannya yang sangat berani. Karakter utama kita langsung dihantam badai kehidupan sejak menit awal, dan puncak tensi emosionalnya justru hadir di awal film, bukan di babak ketiga seperti biasanya. Treatment ini mengingatkan saya pada film Queen (2013) dari Bollywood, di mana tokoh perempuan mengalami krisis besar dan harus menemukan dirinya kembali. Hal seperti ini masih jarang sekali ditemui di film-film Indonesia, dan kehadirannya di ASBA’ terasa menyegarkan.
Untungnya, tensi tinggi di awal tidak membuat bagian selanjutnya kehilangan arah. Naskah, arahan sutradara, dan editing yang solid berhasil menjaga ritme emosi film tetap stabil meskipun intensitasnya lebih tenang. Saya tetap bisa merasakan pergolakan batin para karakter, terutama dari tokoh Amira yang diperankan oleh Michelle Ziudith. Kali ini, Michelle benar-benar bersinar. Karakter Amira dibuat kompleks, emosional, dan berlapis, membuatnya tampil dominan dibandingkan karakter lainnya—bukan karena yang lain buruk, tapi karena Amira memang ditulis dengan kedalaman lebih.
Satu-satunya kekurangan menurut saya adalah ketika cerita mulai berpindah ke setting Mekkah. Visual dan atmosfernya terasa agak berbeda dari bagian awal film di Indonesia, seolah ada sedikit ketidakkonsistenan dalam tone dan kualitas gambar. Tapi itu langsung termaafkan ketika muncul salah satu scene terbaik dari film ini: momen Amira mengelilingi Ka’bah. Adegan ini terasa begitu kuat secara emosional dan bisa memicu air mata—saya yakin banyak penonton akan merasakan hal yang sama.
Secara keseluruhan, Assalamu’alaikum Baitullah adalah film drama religi-romantis yang berani tampil beda. Ia tidak sekadar menyampaikan pesan spiritual, tapi juga menghadirkan cerita tentang perempuan, luka, dan pencarian makna hidup dengan cara yang lebih jujur dan emosional. Bagi saya, ini adalah salah satu film lokal yang layak diberi kesempatan lebih luas untuk ditonton oleh publik.
Rating: 8/10