Monday, January 16, 2017

ULASAN TV SERIES: THE OA





Maret 2015, kita dikejutkan pada duo sineas yang terkenal lewat Sound of My Voice dan The East, yaitu Zal Batmanglij dan Brit Marling mendapatkan project bersama Netfilx untuk membuat debut TV Series berjumlah 8 episode yang mendapat slot tayang pada tahun 2016, dengan menggandeng Plan B Entertainment (World War Z, The Tree of Life, The Big 



Short) dan Anonymous Content (True Detective, The Knick, Mr. Robot) dalam produksinya. Datangnya sang indie-darling ke ranah TV Series, walaupun pada 2014 Brit Marling pernah bermain dalam TV Series berjudul Babylon (UK), patutlah ditungggu mengingat keunikan certa-cerita yang seringkali disuguhkan.

Setahun setelahnya, tanpa ada sedikitpun perbincangan mengenai Series ini karena dipercaya cerita yang dihadirkan mengandung misteri yang harus ditutupi, hanya muncul pemberitaan mengenai cast yang terlibat di dalamnya. Sempat muncul kekhawatiran bahwa The OA akan diundur ke tahun 2017, karena sampai awal Desember 2016 masih belum ada tanda-tanda promo maupun pemberitahuan tanggal tayangnya. Sampai akhirnya pada 13 Desember 2016 barulah muncul trailer dan promo-promo bersebaran yang menunjukkan tanggal tayang pada 16 Desember 2016. The OA hanya diberi waktu promo selama 3 hari saja demi menjaga kerahasiaan misteri di dalamnya.

The OA sendiri bercerita mengenai kembalinya Prairie Johnson (Brit Marling) setelah menghilang selama 7 tahun. Bukan hanya kembalinya sosok Prairie Johnson, tapi kembalinya penglihatan si gadis serta luka mencurigakan di punggungnya. Cukup sampai di sini saja sinopsis yang diberikan, selebihnya kalian tak perlu mengetahui ceritanya karena nanti akan merusak pengalaman menonton. The OA baiknya ditonton tanpa mengetahui sedikitpun tentangnya.



The Show really left us with conflicting feelings and polarize some viewers. Satu sisi Series ini memiliki kecakapan, di sisi lain tak dapat dipungkiri bahwa The OA memiliki banyak kekurangan. Bagi sebagian penonton akan benar-benar menyukainya, sebagian lainnya akan mengutuki dan mengatakannya bodoh, serta sisanya akan menganggapnya biasa saja. Bagi yang mengira Series ini bergenre Sci-fi-fantasy pasti akan mengutukinya karena ketidak-koherenan ide yang disuguhkan, namun dari sisi psychological-drama Series ini tergolong berhasil. Jadi, apapun pendapat kalian tentang Series ini tidaklah benar, juga tidak salah, namun mungkin juga tidak keduanya. Semua pendapat sah saja karena memang interpretasi tiap orang akan berbeda.

The OA dimaksudkan untuk menjadi bahan perbincangan, menjadi bahan diskusi terkait perbedaan interpretasi. Untuk itu, bagi yang belum menontonnya, silahkan berhenti membaca ulasan ini sampai di sini. Karena tak mungkin membicarakan The OA tanpa menyebutkan cerita di dalamnya. Sehingga ulasan ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menonton The OA.

Tak dapat dipungkiri melihat kemiripan ide antara The OA dengan Series keluaran Netflix sebelumnya, yaitu Stranger Things. Kesamaan tersebut adalah berupa adanya dimensi metafisikal. Di The OA dimensi setelah kematian itu belum bernama sementara di Stranger Things disebut sebagai The Upside Down, dan kecenderungan karakter-karakter di masing-masing Series untuk menyeberang dimensi. Kesamaan berikutnya adalah tokoh utama (Eleven dan Prairie Johnson) yang dijadikan bahan eksperimen dan kecenderungan mereka untuk mimisan di saat-saat penting. Tapi hanya sampai situ saja kesamaan mereka. Sebatas kesamaan ide dasar. Walaupun begitu, tetaplah The OA adalah series yang berdiri sendiri.



Kekuatan Series ini terletak pada narasinya, hal tersebut tak dapat lepas dari kepiawaian Brit Marling dengan teknik storytelling-nya. Apapun yang ia lakukan dan ia katakan akan didengarkan. Namun ada banyak momen dimana Prairie seperti akan jatuh menjadi karakter utama yang tipikal. Karakter utama yang egois yang mementingkan serta menganggap dirinya penting. Namun di saat yang bersamaan, tersadarlah bahwa Prairie memiliki kecenderungan entah itu schizophrenic atau bipolar. Bagian terbaik dari akting Marling adalah ketika ia berakting mendengarkan lawan mainnya yang sedang bicara. Seakan dia mendengarkan secara tulus, seakan ia baru pertama kali mendengar kalimat yang diucapkan, padahal entah sudah berapa kali take yang berlangsung.

Akting terbaik lainnya adalah Jason Isaacs yang memerankan Dr. Hunter Aloysius Percy alias Dr. Hap merupakan ilmuan gila yang rela menculik dan mengurung “kelinci” percobaannya di basement. Dengan kemampuannya, ia mampu menggambarkan ilmuan yang tergila-gila dan frustasi pada karyanya. Namun keindahan karakter ini sedikit ternoda oleh hal kecil yang seharusnya tak perlu ada. Jika kalian ingat di episode 4 dimana alergi tomat Dr. Hap kambuh setelah memakan sup buatan Prairie. Bukankah hal tersebut janggal? Buat apa seorang yang alergi tomat, memiliki pasta tomat di rumahnya, malah untuk apa dia membelinya? Bukankah dia cukup pintar untuk mengetahui benda berjenis pasta tomat? Dr. Hap jadi terlihat konyol karena adegan tersebut. Drama yang tak perlu.



Dr. Hap dan teknologinya adalah sebuah pencapaian menarik. Jika alat eksperimennya sanggup untuk mematikan dan menghidupkan kembali seseorang, bukankah hal tersebut merupakan teknologi hebat? Teknologi yang mampu menghidupkan kembali seseorang. Tak perlu menggunakan gerakan-gerakan milik Prairie.



Riz Ahmed sebagai Elias Rahim si konselor dan pendengar yang baik. Tiap kehadirannya dalam Series ini sangatlah penting bagi karakter Prairie untuk menunjukkan bagian lain dari karakter ini serta keretakan hubungannya dengan keluarga Johnson. Mungkin juga karakter Elias Rahim dalam Series ini merupakan kartu joker. Ingatlah di episode 8, dimana Rahim tiba-tiba berada di rumah keluarga Johnson yang kosong di malam hari. Kita belum mengetahui maksud dan tujuannya seperti apa. Ada yang berteori bahwa ia berkonspirasi dengan FBI untuk mendiskreditkan cerita Prairie.

Sayangnya kecemerlangan beberapa karakter ini tidak seimbang oleh banyaknya underdeveloped characters. Seakan keseluruhan 8 episode serta kehadiran beberapa karakter di atas hanya diperuntukan untuk perkembangan karakter Prairie, sampai-sampai lupa untuk mengembangkan karakter lainnya. Banyak karakter yang potensinya terbuang sia-sia. Khususnya teman-teman yang dikurung bersama Prairie. Penonton tak diperkenalkan dengan baik sosok Scott, Rachel, dan Renata. Mungkin mereka dimaksudkan untuk menyampaikan ide bahwa orang-orang asing ini sanggup menjadi keluarga karena keterasingan yang sama-sama mereka alami. Namun penonton tak sanggup teryakini oleh hal tersebut.

Jesse dan Buck lebih beruntung ketimbang Scott, Rachel, dan Renata. Meskipun karakter mereka seakan terpinggirkan, cerita mereka walaupun sekilas masih berguna. Dan kontribusi Jesse dan Buck di grup yang baru ini lumayan baik. Terlihat ketika hubungan mereka berlima mulai cair dan saling terkoneksi satu sama lain.

The OA memang merupakan Series dengan pace yang lambat. Banyak yang mengatakan bahwa The OA bercerita tanpa arah tujuan. Mungkin yang beropini seperti itu tidak tahu bahwa The OA berkembang seiring cerita berjalan, perkembangan cerita untuk mencapai misi Prairie. Hal tersebut terkait pada maksud dari ucapan Prairie di episode pertama pada Steve: “I need five people. And I need them to be strong like you are, and flexible and brave.”? Untuk apa Prairie membutuhkan orang-orang dengan ketentuan tersebut?


Kuncinya adalah pada perkataan Prairie di episode 4 “What if I told you I'm trying to help people? Without knowing the details?” serta tagline di posternya: “Trust the Unknown”. Ingat juga pada ucapan Prairie bahwa ia yang memilih BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse bukan sebaliknya (walaupun tidak dijelaskan seperti apa mekanisme yang ia lakukan dalam memlilih). Tapi yang jelas Prairie memilih mereka sebagai misfit group dengan pesakitan yang mereka miliki masing-masing. The OA memberikan pengertian mendalam mengenai kebebasan dan keterkurungan pada beberapa situasi berbeda. Terkurung secara fisik maupun mental. We’re living in sick society that leads us to forget our invisible-self. French yang terkurung pada situasi yang bersembunyi dibalik sebuah kewajiban dalam menopang finansial keluarga. Buck yang terkurung dalam definisi jenis kelamin. BBA terjebak pada stigma masyarakat mengenai yang baik dan yang buruk yang membuatnya kesulitan dengan posisinya sebagai pengajar. Steve sang lost boy yang terpengaruh oleh amarahnya dan terjebak antara perasaan dan logika dimana ia tidak memiliki kemampuan mengungkapkan yang ia rasakan dan pikirkan, then he becomes a bully sebagai mekanisme untuk menutupi dirinya.

Movements dalam Series ini lebih dari sekadar gerakan pengantar ke dimensi lain. Gerakan tersebut membutuhkan fleksibilitas, keluwesan dalam melakukan tarian terlebih mereka melakukannya sebagai sebuah grup. Dan keberanian untuk menghadapi diri mereka sendiri, karena tak semua orang memiliki keberanian untuk melihat dirinya sendiri, they might not like what they see. Berada dalam satu grup juga akan mengembangkan kemampuan untuk mereflesikan diri dalam diri orang lain. Serta mereka juga harus cukup kuat untuk menerima diri mereka. 3 persyaratan yang disebutkan Prairie adalah untuk mencapai misi utamanya yaitu menyembuhkan orang lain dengan cara mencapai perkembangan invisible-self, ketika kebanyakan orang akan lebih memikirkan perkembangan di sisi visible-self. Prairie sang malaikat yang menyelamatkan pengikutnya. Malaikat yang dikultuskan. Sehingga scene akhir di episode 8 dimana BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse melakukan gerakan di cafeteria bukan hanya sekadar pencapaian hafalan gerakan, namun juga pencapaian mereka pada perkembangan invisible-self, ketika 5 orang ini mampu menerima diri mereka seutuhnya. Bahwa mereka berlima tanpa disadari telah saling menyembuhkan satu sama lain tanpa mengetahui masalahnya.




Prairie Johnson pun digambarkan dengan humanis. Prairie mengklaim dirinya sebagai malaikat, walaupun bukanlah sosok malaikat yang tak sempurna. Dimana sosoknya terlihat mementingkan orang lain, namun di sisi lain teramat sangat egois. Ia tak memikirkan perasaan orang tua angkatnya. Mungkin tingkahnya ini merupakan alegori, bahwa damage people tend to ruin people close to them but on the other hand they could save others like them. Prairie disibukkan pada pencarian ayahnya, sampai melupakan sosok Abby dan Nancy, melupakan hal-hal yang telah mereka korbankan demi Prairie, mencampakkan cinta yang diberikan padanya. Prairie juga disibukkan untuk menolong 5 orang di grup baru itu sampai-sampai ia lupa bahwa dia belum mencapai titik penerimaan diri secara utuh.




Kebanyakan orang akan menganggap The OA mirip dengan Stranger Things, namun untuk formula cerita, The OA sangat mirip dengan film panjang pertama duo Zal-Brit, yaitu Sound of My Voice. Katakanlah The OA adalah Sound of My Voice extended version.




Dalam Sound of My Voice, Maggie adalah sosok yang dipuja dalam sebuah perkumpulan beraliran cult. Katakanlah Prairie Johnson adalah Maggie. Lihat saja ucapan pertama yang mereka ucapkan saat pertama kali mereka ucapkan di hadapan pengikutnya:

“…and tell you my story. Like anything new, it will be impossible for your mind to adjust. Maybe close your eyes and try opening up.” – Maggie

“I'm gonna tell you my story from the beginning. I want you to close your eyes. I want you to imagine everything I tell you as if you're there yourself. As if you're with me. As if you are me.” – Prairie

Sekali lagi, Prairie seperti versi extended dari Maggie. The OA menyuguhkan cerita beraliran cult, dimana BBA, Steve, Buck, French, dan Jesse adalah pengikutnya, serta semua cerita flashback semasa hilangnya Prairie selama 7 tahun adalah penguatan background Prairie sebagai sosok yang dikultuskan.

Dengan formula ending yang sama dengan Sound of My Voice, ending The OA menyerahkan pada penonton pada pilihan apakah mereka akan percaya atau tidak. Meskipun masih belum jelas apakah klaim Prairie sebagai Original Angel benar, ataukah itu hanyalah hasil khayalannya saja? Intinya The OA menyerahkan penonton pada pertanyaan terakhir dan terpenting: akankah kalian akan bersedia menyerahkan dan memasrahkan diri untuk percaya padanya?



Sebagai orang yang memperhatikan karya duo Zal-Brit, tentu ada kebahagaian melihat hasil karya terbaru mereka ini. Melihat karya mereka akhirnya memiliki sisi finansial yang cukup. Lihat saja dari sisi teknis, khususnya production value. Beberapa pengambilan gambar yang apik, terlebih pada visual effect dalam membangun dimensi dimana Khatun berada. Perlu juga memberikan kredit pada music department yang memberikan scoring yang mampu membangun suasana. Serta jajaran cast yang mampu tampil brilian.


Mungkin sebuah kesalahan pada awal penyampaian di episode awal sehingga penonton menangkapnya sebagai drama-scifi-supranatural namun ketika berubah menjadi drama-mystery-dan sedikit cult, mereka kecewa. Semua ini terletak di tangan penonton, apakah kalian akan menontonnya dari sisi drama-scifi ataukah akan melihatnya sebagai psychological-drama? The OA bukanlah Series biasa yang kalian idamkan.

(By Annisa Anugra)

Subscribe to this Blog via Email :