Friday, March 30, 2018

ULASAN: BLUEBELL



Panorama Pulau Dewata takkan pernah habis menjadi bahan cerita. Latar lautnya yang senantiasa indah, rayuan nyiur di tengah terik mentari, atau gadis-gadis sembahyang berparas cantik, menjadi kekayaan lokal yang dapat dibagi senantiasa bersama para penikmat cerita sinematik.

Adalah Bluebell, salah satu karya lokal yang menghadirkan kearifan lokal Pulau Bali dalam bingkai romantisme anak muda.

Film ini merupakan produksi Ratson Pictures, dan bersama Triple A Film menggandeng Muhammad Yusuf demi menggarap Bluebell,di bangku sutradara.

Selaku pemeran karakter Bluebell, paras Regina Rengganis tampak cantik, unik, dan kokoh; menunjukkan karakter perempuan yang kuat menghadapi ujian hidup. Berpasangan dengan Qausar Harta Yudana (Mario), yang berparas tampan dan melankolis di balik warna kulitnya yang sawo matang, kisah simenatik ini tampak sebagai kisah cinta beda ras. Tetapi, tidak demikian.

Bluebell adalah kisah cinta remaja yang dipertemukan dalam alunan musik dan keindahan pantai kala sore hari.

Pada hari dipertemukannya Bluebell dan Mario, suasana bergerak lamat-lamat. Cinta tumbuh melalui desiran angin, dan petikan gitar yang menghipnotis telinga. Namun, Mario bukanlah tipikal lelaki blak-blakan. Ia pun meminta bantuan sahabat gadis itu yang duduk di seberang meja, Indra (Ncess Nabati). Sayangnya, pendekatan kuno milik Mario direspon negatif oleh Bluebell. Bagi gadis itu, membayar makanan Indra demi berkenalan dengan dirinya adalah tipikal lelaki pengecut.

Beruntung, Mario cepat belajar untuk menentukan sikap. Emosi sesaat Bluebell pun berubah menjadi rasa bersalah dan berkembang menjadi simpati. Hanya saja, ada rahasia yang disimpan Mario yang tak diketahui Bluebell. Rahasia ini nantinya akan mempengaruhi perkenalan serta kisah cinta mereka kelak.

Mario, sebagai pemeran utama pria di film ini bisa saja memiliki rahasia yang tidak bisa sembarangan orang ketahui. Tetapi saya dapat katakan di sini, bahwa kekuatan film ini terletak pada pengambilan gambarnya yang berhasil memanjakan mata saya. Itulah rahasia yang ingin saya sebarkan ke seluruh Indonesia.

Melalui Bluebell, saya tak habis-habisnya mencintai Indonesia, dan Bali, khususnya. Kemampuan teknis kameranya mampu mengeksplor modernisasi bersama kearifan lokal di Bali. Contoh yang paling menarik adalah meluncurnya motor skuter di atas jalanan pasir, dan meluncurnya papan selancar Bluebell di atas ombak pantai.

Padahal, Muhammad Yusuf adalah spesialis film-film horor. Sebut saja beberapa karya yang berjudul Tebus, Angker, Kemasukan Setan, Misterius, The Witness, dan The Curse.

Melalui obsesinya menggarap film bernuansa romantis Bluebell, tampak ia tertantang mengembangkan kemampuan sinematiknya ke tahap berikut. Hal tersebut tampak pada pengakuannya bersama kru Times Indonesia, “Begitu juga cinta yang ada di film ini, terselamatkan di saat-saat terakhir dalam menentukan pilihan cinta, dan orang jatuh cinta diidentikkan dengan warna biru, jadilah Bluebell. Bahwa kemudian saya juga tahu bahwa Bluebell itu nama bunga abadi yang memberi warna di musim semi merupakan metafora yang ingin dihadirkan di film ini, semoga penonton nantinya menerima dengan baik.”

Film bertitel 13+ (berarti dapat dinikmati oleh penonton berusia tiga belas tahun ke atas) ini dimeriahkan pula oleh Rafael Tan, Gibran Marten, Steffi Zamora, Roy Marten, dan lain sebagainya.

(By Sandzarjak, Ikhsan)

Subscribe to this Blog via Email :