Thursday, January 24, 2019

ULASAN: THE KID WHO WOULD BE KING



Butuh waktu 8 tahun untuk sutradara Joe Cornish kembali duduk di kursi sutradara untuk kedua kalinya. Padahal debutnya sebagai sutradara lewat Attack The Block (2011) mendapat respon positif yang menjadi titik terang kariernya di hollywood. Dan sekarang Cornish hadir dengan film keduanya yang mengambil cerita legenda King Arthur sebagai latar belakang ceritanya yang diberi judul 'The Kid Who Would Be King'.



Jika pada Attack The Block Joe Cornish memakai aktor-aktor remaja, maka untuk The Kid Would Be King memakai aktor-aktor yang lebih muda lagi untuk memerankan karakter-karakter utamanya. Sebagian besar nama-nama baru di dunia akting. Nama-nama besar yang ikut terlibat dalam film drama-fantasi ini ada nama Patrick Stewart (X-men, Logan) dan Rebecca Ferguson (Mission Impossible: Fallout, The Greatest Showman) yang mengisi 2 peran penting yang menjadi fondasi plot cerita.



Alex (Ashbourne Serkis) mengira dia hanya seorang anak biasa, jauh dari kata anak populer yang bersahabat dengan Bedders (Dean Chaumoo) yang selalu menjadi target bully. Sampai pada akhirnya dia tidak sengaja menemukan Pedang Ajaib di Batu, yakni Excalibur yang menuntunya pada sebuah legenda King Arthur yang selama ini hanya dia kenal dari buku cerita. Sekarang, ia harus menyatukan teman-teman dan musuhnya ke dalam barisan ksatria sambil dibantu penyihir legendaris Merlin (Patrick Stewart/Angus Imrie), menghadapi penyihir jahat Morgana (Rebecca Ferguson). Dengan masa depan dunia yang dipertaruhkan, Alex harus menjadi pemimpin besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.



Seperti itulah garis besar cerita dari The Kid Who Would Be King yang sudah terlihat sangat menarik ketika melihat trailernya. Film yang memang ditujukan untuk semua umur terutama anak-anak. Unsur drama keluarga dan persahabatan sangat jelas ditonjolkan dalam TKWWBK. Hal yang memang sudah sangat lumrah untuk film yang memang ditujukan untuk penonton anak-anak dan remaja. Penggambaran bullying, keluarga yang tak harmonis menjadi bumbu drama ditengah-tengah petualangan Alex bersama tiga teman lainnya untuk bisa mengalahkan Morgana.



Pengenalan karakter dan dialog-dialog dalam film ini sangat mudah dipahami tanpa ada kesulitan berarti. Menyelipkan refrensi-refrensi pop culture dari film-film yang sangat kamu kenal yang memancing tawa di paruh pertama film yang berjalan cukup cepat. Jika di paruh pertama tempo terasa cepat, separuh akhir alur cerita sedikit lambat yang justru sedikit menjadi bumerang sebagian penonton akan sedikit merasakan bosan, karena disaat alur menjadi lambat, durasi juga terasa sangat lama yang mencapai dua jam secara keseluruhan. Jadi jangan aneh jika kamu membawa anak dibawah umur akan sampai tertidur pada bagian paruh terkahir ini meskipun pada 20 menit terakhir kita disuguhi bagian terbaik dari film ini, yaitu perperangan antara murid-murid dengan pasukan mistis Morgana.



Lamanya durasi sayangnya tidak mampu mengeskpos dari beberapa bagian atau karakter yang cukup  penting yang bisa memperkuat fondasi cerita, meskipun unsur drama keluarga cukup ditonjolkan tapi tidak pada karakternya. Ibu Elliot yang hanya sekedar tempelan saja atau villain utama Morgana yang bengis yang masih kalah banyak dari jumlah adegan klise yang ada pada film ini. Untungnya karakter Merlin yang diperankan secara back to back dari Angus Imrie ke Patrick Stewart benar-benar memberi warna. Setidaknya jika film ini tidak terlalu berkesan, kamu masih ingin mempelajari gerakan tangan sihir dari karakter Merlin ini.



Ditengah-tengah durasi yang cukup lama dan beberapa karakter penting yang tidak kuat TKWWBK masihlah film yang sangat menghibur secara keselurahan. Belum melampaui Attack The Block sebagai yang terbaik dari Joe Cornish. Tetapi film yang layak kamu jadi pilihan menonton jika sedang bosan dengan film-film bertema serius.

Overall: 7/10

(By Zul Guci)

Subscribe to this Blog via Email :