Thursday, October 3, 2019

ULASAN: SHAUN THE SHEEP MOVIE 'FARMAGEDDON'





Dunia animasi baik berupa serial TV ataupun film sebetulnya sangat kaya akan presentasi visual yang ditampilkan dalam bentuk 2D maupun 3D. Pemilihan medium yang tepat akan menunjang dinamika cerita dan interaksi karakternya selain sebagai wujud kreativitas para pembuat ceritanya. Stop motion merupakan salah satu teknik yang cukup populer dalam dunia animasi. Dalam dunia animasi, stop motion berarti teknik membuat animasi atau film dari potongan-potongan gambar


yang dibuat seolah-olah menjadi berhubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu gerakan atau cerita, salah satu medium yang cukup populer digunakan adalah tanah liat selain boneka (salah satu serial stop motion menggunakan boneka yang terkenal dan barangkali pernah kita tonton sewaktu kecil adalah Thunderbirds). Sebagai salah satu teknik animasi, teknik stop motion dengan tanah liat (clay stop motion atau lazim disebut Claymotion) sudah ada sejak 1912. Sejak itu dunia animasi Claymotion tetap bertahan hingga sekarang walau dunia perfilman sudah didominasi penggunaan CGI dan efek visual karena biaya pembuatannya yang rendah dan pendekatannya yang realis karena memiliki tekstur dibanding dengan CGI yang murni artifisial. Namun penggunaannya untuk sekarang ini lebih terbatas pada program TV untuk anak-anak, iklan, dan beberapa acara komedi. Beberapa sutradara yang dikenal suka menggunakan Claymotion di antaranya Tim Burton, Henry Selick, Wes Anderson, dan Travis Knight.



Animasi Claymotion sudah menelurkan cukup banyak judul terkenal dan favorit bagi penonton, beberapa di antaranya Bob The Builder, Pingu, serial cukup sadis namun cukup diminati yaitu Celebrity Deathmatch, Shaun The Sheep, dan Timmy Time. Shaun The Sheep merupakan film animasi claymotion yang diproduksi di Inggris hasil spin off dari Franchise Wallace and Gromit dan hasil kreasi Nick Park. Shaun The Sheep: Farmageddon merupakan sekuel stand alone setelah versi layar lebarnya pertama muncul (Shaun The Sheep Movie – 2015). Film sekuelnya ini disutradarai oleh Will Becher dan Richard Phelan sebagai debut penyutradaraan mereka. Film ini dirilis di bioskop Indonesia pada 2 Oktober 2019 dan akan dirilis di UK pada 18 Oktober 2019



Dalam Farmageddon, alien berwarna ungu bernama Lu-La secara tidak sengaja mendarat di dekat Mossy Bottom Farm tempat Shaun dan teman-temannya tinggal. Tidak lama Shaun menemukannya bersembunyi dalam gudang dan ia melihat kesempatan berpetualang sekaligus membantu Lu-La kembali ke planetnya agar da[at berkumpul kembali bersama orang tuanya. Namun dalam usaha memulangkan Lu-La ada orang-orang dari organisasi menyerupai Men In Black yang ingin menangkap Lu-La, dapatkah Shaun, Bitzer dan the Flock menuntaskan misinya tersebut dan mencegah terjadinya farmageddon di Mossy Bottom Farm? Kekompakan Shaun dan rekan-rekannya akan diuji dalam misi kali ini yang melibatkan makhluk intergalaktik.



Serupa dengan serialnya yang tanpa dialog dan hanya berisi gumaman para karakternya sepanjang 86 menit cerita berjalan santai dan tetap mudah dipahami. Bagian awal film tetap memfokuskan pada Shaun dan tingkah polahnya yang kocak bersama teman-teman kawanan dombanya dalam kehidupan di Mossy Bottom Farm bersama Bitzer, sang anjing penjaga yang senantiasa kena getah akibat kenakalan Shaun dan teman-temannya. Ketika karakter Lu-La masuk dalam cerita barulah dinamika cerita menjadi menarik karena Lu-La masih tergolong alien dengan usia anak- anak namun memiliki kekuatan telekinetik yang mampu menggerakkan benda-benda. Bersama Shaun mereka berdua berpetualang keliling kota dan terkadang menciptakan kekacauan. Farmageddon sangat menyenangkan untuk ditonton karena penuh komedi yang terkadang terasa absurd, judulnya sendiri merupakan gabungan dari Farm (peternakan/ pertanian) dan Armageddon (judul referensi dari film bencana yang melibatkan antariksa) yang menandakan film ini memang membawa topik tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Alien. Menyaksikan kenakalan yang dibuat oleh Shaun ditambah dengan karakter Lu-La tentunya akan membuat penonton khususnya anak-anak terhibur.



Dalam Farmageddon, semua unsur budaya pop dan referensi film yang terkait dengan Alien dimasukkan pada momen-momen yang memang disengaja untuk menimbulkan efek lucu, seperti referensi Men In Black untuk para petugas yang ingin menangkap Lu-La. Adanya referensi ET, referensi penggunaan musik X-Files yang sangat terkenal, dan juga fenomena Crop Circles. Selain itu di penghujung cerita kita juga masih diberikan sedikit konflik menjelang misi pengembalian Lu-La ke planet asalnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran bagi penonton terutama anak-anak agar tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan.

Tema cerita alien, UFO, dan segala yang terkait dengan kehidupan lain di luar angkasa bukanlah barang baru karena hal ini sudah banyak dieksploitasi dalam berbagai genre film. Dalam Farmageddon, penggunaan topik ini dimaksudkan untuk memberi edukasi pada anak-anak bahwa kehidupan mungkin saja tidak hanya ada di bumi namun juga ada di planet lain dan ini berhasil dilakukan. Penyampaiannya sangat ramah anak-anak dan dibawakan dengan sangat menghibur. Selain itu Farmageddon juga menyisipkan nilai-nilai kekeluargaan dan persahabatan tanpa memandang status ataupun ras (dalam hal ini fisik/rupa karena Shaun adalah domba sedangkan Lu-La adalah alien). Melalui Shaun The Sheep: Farmageddon, penonton khususnya anak-anak akan dapat mempelajari teladan dari kisah film ini yang lebih mudah ditangkap lewat contoh visualisasi cerita ketimbang nasihat kata-kata saja.


Overall: 7.5/10 

(By Camy Surjadi)

Subscribe to this Blog via Email :