Friday, October 15, 2021

ULASAN: DON'T BREATH 2





Home Invasion merupakan salah satu modus perampokan yang cukup sering terjadi di Amerika. Peristiwa ini menimpa siapapun mulai dari kalangan biasa sampai selebriti. Premis ini yang coba ditampilkan dalam film pertama namun dengan aspek kejutan yang menarik dan tidak disangka yaitu bagaimana jika yang dirampok adalah seorang veteran yang buta namun memiliki kemampuan bertahan hidup yang luar biasa dan mengerikan. Hal ini dicoba untuk diulang lewat sekuel terbaru di tahun ini mengingat film pertamanya di tahun 2016 yang mendulang kesuksesan. Rodo Sayagues dan Fede Alvarez adalah duo sineas film asal Uruguay yang memiliki andil untuk ide certia Don’t Breathe. Alvarez dan Sayagues ikut menulis naskah untuk "Don't Breathe" pertama dengan penyutradaraan Alvarez; kali ini, mereka berbagi kredit penulisan bersama dengan penyutradaraan Sayagues untuk sekuelnya.



Veteran tunanetra Norman Nordstrom /The Blind Man (Stephen Lang) telah bersembunyi selama beberapa tahun di sebuah pondok terpencil. Dia tinggal bersama seorang gadis muda bernama Phoenix (Madelyne Grace) dan telah menciptakan kembali keluarga yang sempat hilang darinya. Kehidupan tenang mereka bersama segera sirna ketika sekelompok penjahat yang dipimpin Raylan (Brendan Sexton III) menculiknya. Norman sekarang dipaksa sekali lagi untuk memanfaatkan naluri dan kemampuannya dalam upaya menyelamatkannya kali ini hingga keluar rumahnya.



Berbekal durasi 99 menit, film ini memang tidak mencoba basa-basi. Adegan pembuka dipergunakan dengan efektif untuk memperkenalkan karakter Phoenix dan bagaimana koneksi yang terjalin antara Phoenix dengan Norman tanpa terlalu menye-menye. Selebihnya kita bakal disuguhkan adegan aksi yang mencekam dan tanpa henti hingga akhir film ini. Kebrutalan para penjahat dalam film ini sebetulnya generik namun memberikan motivasi untuk karakter utama dan relatable untuk penonton kenapa Norman butuh cara ekstrim untuk mengatasi mereka dalam menyelamatkan Phoenix. Karakter Norman adalah magnet utama film ini dan baik penulis serta sutradara tidak mengecewakan penonton dalam aspek tersebut. Adegan aksi Norman dalam menghabisi para penjahat dengan brutal adalah sesuatu yang ditunggu dan tidak boleh dilewatkan, pada titik ini sepertinya Norman layak disebut superhuman dengan daya tahan dan indra luar biasaHal yang cukup di luar nalar dan sukar diterima adalah motivasi para penjahat yang dipimpin oleh Raylan, agak terlalu ‘kartun’ dan untuk sekelas film thriller terlalu mengada-ada. Semestinya para penulis bisa menyusun cerita yang lebih masuk akal tapi okelah hal itu termaafkan dengan adegan aksi dan suasana mencekam yang membuat kita penasaran sampai akhir. Twist film ini yang tentunya tidak akan saya tulis di sini mestinya bisa dimanfaatkan untuk dinamika cerita dan mempengaruhi psikologis penonton tapi setelah terkuak tidak lebih untuk memberikan efek kejutan yang bertahan tidak lebih dari 10 menit.



Untuk akting, dengan rambut putih dan tubuh yang tegap, Lang selalu memberikan kehadiran yang mengintimidasi, dia mampu menampilkan sosok veteran buta yang memiliki masa lalu kelam dan mencoba mencari penebusan. Chemistry yang ditampilkannya dengan Madelyne juga cukup baik dan sebagai penonton kita dapat merasakan hubungan kekeluargaan mereka. Sosok antagonisnya sendiri tidak ada yang special karena terasa generik dan tidak ada nuansa kedalaman karakter yang menarik. Dari segi sinematografi, duo Savagues – Alvarez tahu betul bagaimana memanfaatkan sudut-sudut rumah sehingga membuat aksi Lang dalam menumpas penjahatnya menjadi hal yang tidak boleh dilewatkan. Salah satu sekuen menarik adalah adegan awal di mana para perampok mulai menerobos masuk, sekuen ini merupakan adegan long-shot yang memberikan kita gambaran betapa cukup kompleksnya penataan kamera dalam film ini.



Rodo Sayagues dan Fede Alvarez cukup bijaksana untuk memperluas universe film ini, jika di film pertama terjadi seluruhnya di dalam dan di sekitar rumah karakter Lang dengan ide cerdas bahwa dia buta dan secara teori menjadi sasaran empuk pencuri. Namun mereka tidak tahu bahwa yang dihadapi adalah seorang veteran Perang Teluk yang menakutkan yang sangat hapal dengan setiap inci rumahnya ditambah kemampuan indra lainnya meningkat menjadikannya mesin pembunuh yang menakutkan. Dalam film kedua, hal ini dieksplorasi lebih jauh dan memberikan ambiguitas moral dengan menjadikan Norman sebagai antihero yang masa lalunya tetap tidak dijelaskan sehingga kita masih samar kenapa Norman seakan merasa tersiksa, bagaimana keluarganya di kehidupan sebelumnya. Banyak pertanyaan yang belum terjawab yang mungkin masih disimpan untuk kisah-kisah mendatang.


Overall: 7,5/10


(By Camy Surjadi)
















Subscribe to this Blog via Email :