Monday, June 27, 2022

ULASAN: MADU MURNI





Setelah lama vakum dari dunia hiburan pasangan suami-istri Ammar Zoni dan Irish Bella yang terakhir kita lihat penampilannya di sinetron CintaSuci kali ini beradu akting bersama dalam film Madu Murni. Madu Murni disutradarai oleh Monty Tiwa dan bergenre film komedi romantis yang tayang di bioskop XXI pada 30 Juni 2022 mendatang. Madu Murni menandai comebacknya penulis skenario legendaris Musfar Yasin bersama Starvision setelah 16 tahun. Dahulu di tahun 2006, Musfar dan Starvision berkolaborasi lewat Get Married. Madu Murni mengangkat isu poligami dan permasalahan rumah tangga yang cukup lazim bersliweran di Indonesia mengenai sumber keuangan mereka tapi dikemas dengan cerita yang lebih merakyat dan apa adanya.





Mengisahkan kehidupan seorang eks guru mengaji, Mustaqim (Ammar Zoni), yang sekarang bekerjas ebagai debt-collector guna mendapatkan penghasilan yang lebih banyak dari sebelumnya. Namun istrinya, Murni (Irish Bella),sebenarnya tidak terlalu setuju dengan pekerjaan Mustaqim. Murni pun tidak mau menerima uang dari suaminya karena pertentangan moral dalam batinnya. Suatu saat Rojak (Tanta Ginting) yang merupakan rekan kerja Mustaqim memberikan saran padanya untuk menikah lagi supaya uang yang tidak diterima istrinya dapat diberikan ke Wanita tersebut. Akhirnya Mustaqim memutuskan untuk menikahl agi denganYati (Aulia Sarah) yang seksi dan sering menggodanya. Lalu apakahkeputusanMustaqiminitepat?Dapatkahiahidupakurdengankeduaistrinya? tentu saja anda dapat menyaksikan kisah selengkapnya di bioskop.



Berdurasi 1 jam 36 menit, Madu Murni saya rasa berhasil membawa kita masuk ke dalam kehidupan Mustaqim dan Murni tanpa kesulitan. Bagian pertama pembangunan karakter Mustaqim dan Murni ditampilkan tidak bertele-tele dan aspek-aspek penting menjadi kunci utama keberhasilan. Tetapi alasan Mustaqim memadu Murni dengan menikahi Yati terasa kurang kuat karena hanya berbekal nasihat rekannya Rojak dan interaksinya dengan Yati tidak terlalu banyak dibangun di awal film. Untung saja kekurangan ini masih mampu ditutupi dengan aktingAulia Sarah dan dinamika cerita yang berjalan baik. Setelah itu konflik antara Murni, Yati, dan Mustaqim pun jadi berkembang seiringj alannya cerita. Isu poligami diceritakan melalui sudut pandang Murni yang harus menahan sabar dan tekanan batin karena Mustaqim memilih memadu istrinya. Konflik cerita pun diperkaya dengan pertentangan moral yang dialami Mustaqim selama menjadi debt collector. Konflik personal Mustaqim digunakan untuk pembangunan karakternya dan tidak sekadar tempelan cerita. Isu maskulinitas pun coba diangkat di film ini walau tidak sepenuhnya memberi konklusi yang memuaskan, saya merasa topik maskulinitas ini lebih untuk memperkaya unsur komedi film ini saja. Di bagian akhir cerita ditutup dengan keputusan Mustaqim setelah melalui ejadian-kejadian besar yang berpengaruh pada hidupnya dan untuk penutupsaya rasa cukup memuaskan.





Semua cast dalam Madu Murni bisa dikatakan semua menampilkan performat erbaiknya. Chemistry antara Ammar dan Irish yang memang pasangan suami istri di dunia nyata tidak menyulitkan merekau ntuk beradu akting sebagai pasangan suami istri yang sederhana. Dinamika aktingAulia Sarah sebagai istri kedua juga menambah kaya suasana film ini. Akting Aulia yang centil dan genit serta ceplas-ceplos menjadi hiburan tersendiri di film ini. Aktor dan aktris pendukung seperti Tanta Ginting, Epy Kusnandar, Yayu Unru, Meriam Bellina, Ira Wibowo dan Jaja Miharja menampilkan porsi akting yang pas dan membumi. Pemilihan lokasi yang jamak kita temui di daerah pinggiran Jakarta atau kota kecil membuat film ini terasa dekat dengan keseharian masyarakat kita sehingg amembuat penonton tidak merasa asing dengan cerita yang disajikan.



Berbekal naskah cerita dari Musfar Yasin, Monty Tiwa berhasil menyajikan komedi romantis dengan isu sensitif di negara ini yaitu poligami tanpa menggurui, penonton diajak berempati lewat kisah tokoh utama yang membumi dengan kehidupan sebagian besar penonton di negara ini. Alih-alih menempuh jalur serius, penuturan masalah hiduplewat genre komedi terbilang cukup efektif dan tidak dibuat-buat. Pesan yang disampaikan juga dapat tersampaikan dengan baik dan mengena. Ketika bercerita mengenai masalah kehidupan tidak melulu mesti serius karena ini tergantung kreativitas dan pendekatan seperti apa yang cocok pada penonton. Ketimbang film serius tapi terlalu agamis dan mendikte penonton dan terasajauh dari keseharian. Karena hidup sendiri sudah serius belum lagi serba-serbi masalahnya. Semestinya film dapat menjadi hiburan, jika berhasil jadi pengingat itua dalah bonu.




Overall: 7/10


(By Camy Surjadi)  













Subscribe to this Blog via Email :