Monday, November 20, 2023

REVIEW: THE HUNGER GAMES 'THE BALLAD OF SONGBIRDS AND SNAKES'




The Hunger Games adalah salah satu franchise film adaptasi dari Novel Young Adult (YA tersukses milik Liongates dengan total perolehan box office lebih dari 2.97 M USD dan berada diurutan ke-21 film terlaris sepanjang masa. Film ini dirilis pada tahun 2012 dan turut mempengaruhi trend adaptasi novel YA menjadi film di kala itu (Divergence, The Maze Runners, dsb). Ceritanya yang bergenre sci-fi dystopian future terbukti menarik minat banyak penonton dan termasuk salah satu film yang mampu mengadaptasi novelnya dengan detil yang sangat baik dan tidak terlalu menyimpang jauh dari cerita di novelnya. Penampilan Jennifer Lawrence turut membantu kesuksesan film ini di samping pemilihan para cast yang sangat pas dan mumpuni untuk tiap peran penting di ceritanya. Pada April 2020, adaptasi film diumumkan secara resmi sedang dalam pengembangan. Francis Lawrence didapuk kembali sebagai sutradara. Hal ini tentu mengundang kegembiraan para penonton yang penasaran seperti apa cerita prekuelnya. Film The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes didasarkan pada novel tahun 2020 The Ballad of Songbirds and Snakes karya Suzanne Collins, yang merupakan prekuel The Hunger Games (2012). Film ini dibintangi oleh Tom Blyth, Rachel Zegler, Peter Dinklage, Hunter Schafer, Josh Andrés Rivera, dan Viola Davis. Berlatar waktu jauh sebelum peristiwa film pertama, alur ceritanya mengikuti peristiwa demi peristiwa yang akhirnya membawa Coriolanus Snow muda ke jalur untuk menjadi pemimpin tirani Panem.

64 tahun sebelum Katniss Everdeen mengajukan diri sebagai tribute, dan beberapa dekade sebelum Coriolanus Snow menjadi Presiden Panem yang kejam. THE HUNGER GAMES: THE BALLAD OF SONGBIRDS & SNAKES mengikuti Coriolanus muda (Tom Blyth) yang merupakan harapan terakhir atas peristiwa nahas yang menimpa keluarganya, keluarga Snow yang dulunya terhormat dan kaya namun telah jatuh dari kejayaan di Capitol pasca perang. Karena terdesak demi hadiah uang, Snow menerima ditugaskan untuk menjadi mentor Lucy Gray Baird (Rachel Zegler) dalam kontes Hunger Games ke-10, seorang peserta dari Distrik 12 yang miskin. Namun setelah pesona Lucy Gray memikat penonton Panem, Snow melihat peluang untuk mengubah nasib. Dengan semua yang telah ia usahakan masih belum satupun memberikan kepastian, Snow bersatu dengan Lucy Gray untuk membalikkan keadaan demi perubahan yang lebih baik mereka. Melawan nalurinya antara kebaikan dan kejahatan, Snow berpacu dengan waktu untuk bertahan hidup dan mengungkapkan apakah pada akhirnya dirinya akan menjadi burung penyanyi (songbird) atau ular (snake).

Selain kritik sosial yang kental seperti pada trilogi Hunger Games, Songbird dan Snake menekankan pada dampak dari pilihan-pilihan yang jahat: baik yang dibuat oleh dunia di sekitar kita maupun pilihan-pilihan yang egois dan buruk yang kita buat sendiri. Songbird and snake membuat kita menyaksikan Snow meraih posisi tiran dengan menceritakan kehidupannya secara lengkap mulai dari bawah. Keluarga Snow dieksplor secara mendalam di bagian awal film ini. Kompetisi Hunger Games yang jadi tema cerita di trilogi film utamanya hanyalah satu bagian dari narasinya pada film prekuel ini yang berdurasi 158 menit. Jika pertumpahan darah dalam kompetisi hunger games lebih difokuskan di film-film sebelumnya, maka pada Songbird and Snakes kita diperlihatkan tidak hanya pertarungan yang cenderung lebih dekat dan brutal namun juga politik yang terjadi di belakang layar, di mana Snow bekerja dengan dan melawan musuh demi keuntungan Lucy Gray. Kelebihan lain adalah plotnya beralih ke apa yang terjadi di luar arena, saat Snow dan Lucy mencari tahu apakah mereka bisa menjalin hubungan serta apakah mereka bisa saling percaya. Di luar pertarungan hidup mati ala Battle Royale, hubungan Snow dan Lucy penting untuk disimak, Zegler berhasil memerankan jenis pahlawan wanita yang berbeda dari Katniss-nya Jennifer Lawrence, ditambah lagi dia bisa bernyanyi dengan band Appalachian folk/country dan memberikan sentuhan musikal yang unik dan tidak berlebihan ke dalam film ini. Francis Lawrence telah mengumpulkan cast yang mengesankan. Cukup menyenangkan melihat peran Viola Davis sebagai Volumnia Gaul, kepala pembuat game/ilmuwan gila yang tampil cukup eksentrik. Peter Dinklage berperan sebagai Casca Highbottom, pencipta Hunger Games, yang tampil memukau seperti biasa namun screen timenya tidak terlalu banyak. Chemistry Blyth dan Davis adalah faktor penting yang berhasil membuat penonton akan engage dengan mereka sepanjang film.


The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes sangat satisfying sebagai prekuel dan menambah kedalaman cerita dari trilogi Hunger Games yang sudah ada. Di tangan sutradara dan cerita yang tepat prekuel dapat memberikan penonton sisi lain yang belum mereka dapatkan dari timeline cerita utama. Prekuel adalah kesempatan untuk menggali suatu karakter penting atau suatu momen penting supaya gambaran menyeluruh cerita dapat diambil. Dengan berfokus pada Coriolanus Snow, penonton akan memahami apa yang sebetulnya menyebabkan dirinya menjadi penguasa tiran di Panem. Keunikan prekuel adalah kita sudah mengetahui nasib atau peristiwa individu penting di film timeline utamanya. Jika fokus kita di trilogi Hunger Games adalah Katniss, maka di prekuelnya kita akan melihat dari POV Snow sebagai protagonis dan evolusinya hingga ia menjadi karakter antagonis yang kita kenal. Walau penampilan Katniss dirindukan di film ini namun menyaksikan motivasi dan sepak terjang Snow muda dijamin tidak akan kalah seru.


Overall: 8,5/10


(By Camy Surjadi)

Subscribe to this Blog via Email :