Thursday, September 29, 2016

ULASAN: ATHIRAH (2016)


Athirah nama yang asing memang didengar bagi saya. Sayapun mengenal nama ini baru setelah sebuah film dibuat dengan judul Athirah. Diangkat dari sebuah novel karya Alberthiene Endah yang mengangkat kisah ibu dari Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saya tertarik menonton film ini dikarenakan sebuah film biopik yang cukup jarang diproduksi di Indonesia.

Athirah memberikan plot cerita seorang ibu yang sangat tegar menghadapi masalah rumah tangga dimana suaminya menikah lagi dan tinggal di rumah keduanya. Berbagai cara Athirah (Cut Mini) ingin menjaga keutuhan keluarganya. Dengan Ucu (Cristoffer Nelwan) anak lelakinya mengharuskan dia menjadi mandiri dang mengasuh kesepuluh anaknya. Keadaan anak-anak yang masih kecil membuat emma' Athirah meredam emosi dalam dirinya dengan berfokus untuk berdagang kain sutra. Pengetahuan tentang kain ini beliau dapat dari Mak Kerah, ibundanya. Selain itu Ucu, Jusuf Kalla muda tumbuh digejolak masalah keluarga. Ucu bingung berpihak pada siapa kepada ibunya yang dia sayangi atau bapaknya yang masih dia kagumi.



Film dibuka dengan pernikahan adat Bugis yang dibuat dengan tone rekaman klasik dokumenter. Menegaskan film bersetting dimasa lampau dan menguatkan bahwa ini adalah sebuah film tentang perjalanan keluarga. Dengan menitik beratkan budaya, sayapun cukup senang karena bisa mengenal beragam budaya khusunya budaya dan adat istiadat Bugis. Film merupakan cerminan bangsa karena di satu pihak film itu sendiri sebagai media. Budaya yang ada pada masyarakat disajikan melalui film yang dibuat. Saya mengapresiasi film yang mengangkat sebuah budaya dan adat istiadat. Bahkan makanan khas tradisional pun cukup banyak porsi yang ditampilkan. 

Dengan cerita yang bisa dibilang sangat umum dan sederhana, film Athirah mengandalkan tempo cepat dengan menampilkan adegan-adegan yang mewakili cerita. Ini membuat kurang dalam hal dramatisasi dan emosi tiap karakter. Untung saja dengan potongan-potongan adegan bentang alam Tanah Bugis yang tidak terlihat bosan. Jarang saya temui film biopik yang mengandalkan sinematografi seperti ini. 


Tidak adanya dialog berat mungkin sudah terwakilkan dengan karakter masing-masing dengan ekspresi para aktornya. Cut Mini mampu memperlihatkan ekspresi seorang yang tangguh. Tetapi masih kurang dalam membawakan elemen perempuan Bugis dalam relasinya dengan suami. Entah ada yang salah pada penulisan karakternya sehingga tampak seperti perempuan Indonesia pada umumnya. Atau mungkin dibuat lebih umum agar dapat diterima khalayak ramai.

Dari cerita film Athirah ini dapat belajar bahwa harta benda mampu mencukupi kebutuhan keseharian, tapi tidak dengan menjaga perasaan masing-masing, butuh kesabaran, kesetiaan, kesungguhan dan cinta kasih agar dapat menjaga keutuhan keluarga. Diulas oleh termeong.com

Subscribe to this Blog via Email :