Wednesday, August 9, 2017

ULASAN: ANNABELLE CREATION










Annabelle Creation adalah film prekuel dari sebuah prekuel yang juga merupakan spin off (Annabelle, 2014) dari sebuah film original (The Conjuring, 2013), disutradarai oleh seorang David Sanberg, sineas yang baru saja naik daun setelah karya film pendeknya mendapat perhatian dari studio besar untuk dibuatkan versi feature film-nya (Lights Out, 2016). Singkat cerita, kehadiran film ini tidak diantisipasi penonton, terlebih ketika film Annabelle (2014) gagal melanjutkan semangat horror yang dibangun dengan nyaris sempurna oleh James Wan dalam The Conjuring. Lantas bagaimana agar film ini dapat tetap berdiri dengan solid? Menarik perhatian penonton yang sudah kepalang ogah untuk kedua kalinya mengikuti cerita tentang sebuah boneka yang dirasuki setan, memang bukanlah pekerjaan yang mudah.



Annabelle: Creation mengambil penempatan waktu cerita jauh beberapa dekade ke masa lau di tahun 1960, di mana seorang pembuat boneka bernama Sam Mullins (Anthony LaPaglia) hidup bahagia bersama istri dan seorang anaknya, Annabelle. Hingga pada suatu ketika terjadi musibah yang menernggut nyawa sang anak, kedua orang tua menjadi sangat terpukul dan ingin melakukan segala cara agar dapat sekali lagi melihat sang buah hati. Dapat ditebak, cara yang ditempuh pun hanya berujung malapetaka. Cerita horror dalam film baru benar-benar dimulai ketika kediaman keluarga Mullins menampung rombongan anak yatim-piatu untuk tinggal di rumahnya, dengan harapan agar sedikitnya ini dapat memupus duka bagi keluarga Mullins paska kepergian Annabelle. Namun alih-alih keceriaan yang diharapkan, kehadiran para anak yatim-piatu ini justru membuka malapetaka yang lebih besar.



Sebagaimana di saat saya tidak begitu memiliki waktu yang mengesankan ketika menyaksikan Annabelle di tahun 2014, ini menjadikan saya tidak menghrapkan banyak ketika hendak menyaksikan film terbarunya. Mungkin ini juga lah yang membuat film ini mendapatkan kartu As untuk dimainkan, dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan, Annabelle: Creation jadi dapat memberi kejutannya sendiri. Lupakan saja kebosanan yang ditemukan pada film sebelumnya, karena kali ini akhirnya kita bisa mendapatkan apa yang diharapkan dari cerita sebuah boneka yang sebetulnya sudah terlihat menyeramkan ketika hanya tergeletak di pojok ruangan.



Film mengalir dengan tensi teratur dan perunutan cerita yang dibangun dengan rapi. Hal paling seru yang bisa diharapkan dari sebuah film horror adalah ketika segalanya bermula dengan baik-baik saja namun kemudian tanda-tanda kengerian mulai diperlihatkan perlahan-lahan sebelum akhirnya kita diajak memasuki tensi horror sepenuhnya. Film ini memberikan kita tahap-tahap itu dengan prosedur yang terjaga di setiap pembanguan tensinya. Dengan lebih banyak mengambil sudut pandang dari salah satu anak yang ditampung, yaitu gadis kecil bernama Janice yang diperankan dengan cemerlang oleh akris muda belia Talitha Bateman. Janice bisa jadi yang paling banyak diterror di sepanjang film namun ia tidak sendiri, semua yang tinggal di rumah tersebut mendapatkan pengalaman horrornya masing-masing. Saya pikir film telah memberikan porsi yang adil kepada semua karakternya untuk diberi kesempatan screentime dengan pengalamannya masing-masing sehingga penonton bisa memberikan simpati tiak hanya kepada satu-dua karakter saja namun kepada semuanya. Selain Janice, adapun karakter lain yang banyak mendapat sorotan adalah Suster Charlotte yang diperankan oleh Stephanie Sigman. Yah, kalau sudah soal film horror, unsur religi hampir selalu menyusul dan kali ini sang Suster pun telah memainkan perannya sebagai peneguh kekuatan spiritual baik bagi para karakter maunpun sebagai nadi dalam cerita keseluruhan.



Adapun kekurangan yang paling dirasakan adalah ketika setiap kali para karakter mengalami kejadian menyermkan dan ganjil di luar nalar, eksekusi film tidak mengambil langkah apa yang paling dipikirkan semua orang: kabur atau berteriak minta tolong seketika, karena hey, hampir di sepanjang film hanya berlokasi di sebuah rumah dan berhentilah saling berpencar atau jangan pergi ketempat gelap seorang diri! Agak menjengkelkan memang, tapi jika kalian memberi toleransi pada formula ini niscaya film akan semakin menyeretmu pada kengerian yang tidak henti-hentinya hingga bahkan selama menontonnya pun badan akan dirasa pegal.



Satu lagi nilai plus dari film ini, sekaligus sebagai kejutan tambahan yang tentunya tidak akan saya spoil di sini, terdapat adegan cameo yang memunculkan salah satu karakter horror yang baru-baru ini menjadi sensasional. Apabila kalian fans dari film The Conjuring 2, tentu akan langsung menyadari referensi yang dimaksud ketika adegan yang bersangkutan ditunjukkan. Ini merupkan langkah yang cerdik, atau seperti yang sedang populer disebutkan sekarang sebagai expanding universe. Menyelipkan detil easter egg untuk mengembangkan cerita namun tidak terlalu mengusik cerita utama dalam filmnya sendiri, beginilah bagaimana mestinya suatu expanded universe dikembangkan. Mungkin Universal Studio mesti belajar dari ini untuk Dark Universenya yang kemarin dianggap gagal sebelum memulai franchisenya sendiri melalui remake The Mummy.

(By Arief Noor Iffandy)

Subscribe to this Blog via Email :