Wednesday, September 26, 2018

ULASAN: ARUNA DAN LIDAHNYA




Sebagai penikmat novel Aruna dan Lidahnya, saya sangat gembira begitu mendengar bahwa novel in akan disajikan dalam format film. Apalagi setelah mengetahui karakter Aruna akan diperankan oleh Dian Sastro dan Bono diperankan oleh Nicholas Saputra. Semakin penasaran, bagaimana pasangan legenda ini kembali bertemu. Hal yang membuat saya jatuh cinta pada novel Aruna dan Lidahnya adalah cara Laksmi Pamuntjak menuliskan berbagai masakan dengan begitu detailnya, sehingga para pembaca terangsang untuk memakan masakan-masakan tersebut. Bagaimana menggambarkan Aruna dan Lidahnya dalam bentuk sebuah film?


Diceritakan, Aruna (Dian Sastrowardoyo) adalah seorang ahli wabah yang bekerja di NGO yang bergerak di bidang kesehatan, yang memiliki hobi di bidang kuliner (makan dan masak). Aruna memiliki seorang sahabat yang berprofesi sebagai Chef, Bono (Nicholas Saputra). Mereka memiliki hobi yang sama dan membutuhkan suasana baru di luar Jakarta. Kebetulan Aruna ditugaskan kantornya untuk menyelidiki wabah flu burung di berbagai kota: Surabaya, Pamekasan, Pontianak, dan Singkawang. Tugas Aruna ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk pergi keliling kota-kota itu bertualang kuliner.


Di kota pertama yang yang dikunjungi, ternyata dua orang lain menyusul. Farish (Oka Antara), rekan kerja Aruna yang sudah pindah kantor, namun ditugasi dari kantor barunya untuk menyelidiki hal yang sama. Serta Nadezda (Hannah Al-Rashid), sahabat Aruna dan Bono yang merupakan penulis internasional di bidang kuliner. Di sinilah berbagai keseruan terjadi.


Problematika cinta, persahabatan, perbedaan pandangan, intrik dunia kerja hingga masalah nasional dibiarkan mengalir dalam cerita dengan balutan masakan khas tiap daerah yang dikunjungi. Penonton dibuat lapar dan ngiler dengan suguhan berbagai masakan, mulai dari sop, nasi goreng, rawon, sampai mie kepiting. Semuanya benar-benar detail dan sangat menggunggah selera. Selain itu, percakapan antar karakter yang dinamis, di tempat-tempat yang tidak biasa ditampilkan di film (namun normal untuk kehidupan sehari-hari antar sahabat perempuan). Banyak quotes baru dari film ini, misalnya quote dari Bono: “Jangan antipati, nanti jadi simpati, empati, lalu jatu hati”.


Edwin, sang sutradara berhasil mencampur kisah drama, intrik, romantis dan komedi menjadi satu begitu nikmatnya. Seperti masakan yang pas semua rasanya menjadi satu. Ini bukanlah pekerjaan mudah, karena film sama seperti masakan, tidak mudah mencampur bahan-bahan menjadi satu namun tidak meninggalkan cita rasa aslinya. Untuk penikmat film dan masakan, Aruna dan Lidahnya menjadi santaoan luar biasa yang harus dicoba, dan setelah itu akan tergugah untuk menikmati masakan yang ditampilkan di film. Selamat menikmati suguhan dari Palari Film ini!

(By Aisyah Syihab)

Subscribe to this Blog via Email :