Tuesday, September 18, 2018

ULASAN: PEPPERMINT



Pernahkah merasakan mengendarai kendaraan pribadi atau menggunakan jasa taksi/ ojek online tetapi merasakan paranoid karena ada ibu-ibu yang mengendarai motor lalu mereka terkadang berbuat seenaknya. Atau justru merasa takut ketika ingin menegur ibu-ibu yang menyelak barisan karena mereka akan membalas dengan suara yang lebih lantang dan cemoohan sert amata yang melotot. Sampai kapan kita harus mengalah kepada ibu-ibu seperti itu? Dari banyaknya cerita dan kisah-kisah tersebut, munculah sebuah idiom yang memang berkonotasi negatif karena tindakan semaunya dari para ibu-ibu, kita mengenalnya dengan idiom, “The Power of Emak-Emak”.



Itu baru seorang ibu yang bertindak semena-mena hanya untuk memuaskan ego-nya, bagaimana dengan seorang Ibu yang ingin membalaskan dendam karena tidak mendapatkan keadilan ? Seorang ibu yang membalaskan dendam atas kematian keluarganya, terutama puteri kesayangannya ? Bisa jadi idiomnya tersebut berubah menjadi “The Superpower of Emak-Emak”. Itulah kisah yang ingin disampaikan dalam film Peppermint.



Film ini mengisahkan seorang Ibu, seorang Isteri dan seorang pegawai bank kecil yang hidup sederhana bernama Riley North (Jennifer Garner). Dia menghadapi nasib yang naas seketika ketika saat merayakan ulang tahunp uterinya, dia kehilangan keluarganya. Puteri dan suaminya tertembak begitu saja di depan matanya. Berusaha menuntut keadilan atas kematian keluarganya dengan dibantu dua orang polisi, agen Carmichael (John Gallagher Jr.) danagen Moises (John Ortiz). Ternyata lawannya bukanlah lawan yang mudah, karena Riley harus berhadapan dengan mafia dan bandar narkoba terbesar di kotanya. Mampukah Riley mengalahkan mafia tersebut? Atau justru Riley menjadi ‘Superpower Emak-Emak’ dan membalaskan dendamnya?



Pierre Morel bukanlah untuk pertama kalinya menyutradarai film bertemakan‘vigilante’seperti ini, sebelumnya sudah adaTaken (2008) danThe Gunman (2015) yang sudah dirilis dengan tema yang sama. Taken mendapatkan hasil yang positif secara komersil, karena dinilai sebuah film yang ‘segar’ pada saat itu. Tetapi hal yang berbeda diraih oleh The Gunman yang flop baik secara komersil maupun secara kualitas. BahkanThe Gunman merupakan film Sean Penn terburuk yang pernah ada. Latah ini ternyata masih berimbas di film Peppermint.



Film ini seakan-akan menyia-nyiakan kinerja hebat dari Jennifer Garner. Jennifer Garner adalah primadona yang mengingatkan kitapada Liam Neeson versi Ibu-Ibu. Masalahnya adalah dari segi naskah yang sangat datar, plot cerita yang tidak menarik lagi, dan background karakter yang sangat tidak solid. Usaha Jennifer Garner menjadi Ibu yang membalas dendam dengan membentuk otot dan melatih tubuhnya lagi agar bisa prima dalamberaksi dan bertarung seakan-akan sangat sia-sia. Penonton masih bisa ikut menyemangati kisah sedih Riley, tetapi harus diakui dengan jalan cerita yang sangat standar dan kurang menggali emosi karakter bahkan emosi penonton membuat para penonton hanya bisa menyemangati saja.

Tidak ada yang spesial dari sinematografi bahkan soundtrack yang dipilih. Hanya faktor Jennifer Garner film ini masih layak ditonton. Aktor yang lain seakan redup juga dengan naskah dan acting mereka yang memang biasa saja. Tidakadaisu-isu polemik yang lain yang menggigit atau yang berusaha untuk mendekatkan diri kepenonton. Hanya kisah seorang Ibu yang membalas dendam terhadap mafia dan merangkap sebagai bandar narkoba.

Penyia-nyiaan seorang aktris besar seperti Jennifer Garner yang sudah terlatih dan malang melintang dalam layar bergenre aksi dan pertarungan jarak dekat adalah sebuah kesalahan besar. Pierre Morrel seperti latah menggunakan “The Power of Emak-Emak” dengan konotasi negatif ke dalam film Peppermint. Dia seperti menggambarkan sebuah film seorang Ibu-Ibu yang semena-mena mengendarai motor matik di jalan ibukota. Seandainya saja Pierre Morrel menggunakan dengan bijak kekuatan seorang Ibu atau kekuatan seorang aktris sekaliber Jennifer Garner maka tidak perlu ada lagi pihak Kowani (KongresWanita Indonesia) yang protes atas penggunaan kata “Emak-Emak” dalam artian negatif. Padahal sewaktu kecil, kita semua tau bahwa “Emak, Mbok dan Ambu” adalah panggilan yang menunjukkan kedekatan antara anak kepadai bunya di masyarakat.

Rate Overall 5/10
(By Ibnu Akbar)

Subscribe to this Blog via Email :