Friday, December 3, 2021

ULASAN: RAGING FIRE



Setelah tampil dalam 2 film yang kurang perform di box office yaitu Enter the Fat Dragon dan Mulan, kali ini Donnie Yen muncul membintangi film laga terbaru berjudul Raging Fire yang bisa dibilang sudah jadi trade mark dirinya di kancah perfilman Asia. Namanya pun sudah jadi jaminan kalau film ini akan sarat adegan aksi dan koreografi pertarungan yang seru. Temanya pun lagi-lagi menyorot dunia kepolisian Hong Kong, suatu hal yang jamak untuk film-film keluaran negara metropolis di Asia tersebut. Film ini disutradarai Benny Chan, seorang sutradara kawakan yang sudah banyak menyutradarai film -film hit seperti New Police Story (2004); Shaolin (2011), dan The White Storm (2013). Sayangnya Benny Chan sudah meninggal akibat penyakit kanker nasofaringeal pada tahun 2020 lalu. Selain Donnie Yen, Nicholas Tse juga didapuk sebagai pemeran utama antagonis dalam film ini. Kedua cast yang sangat kuat dan karismatik ini tentunya menjadi daya tarik yang sayang untuk dilewatkan.

  


Untuk akting, tidak diragukan Nicholas Tse dan Donnie Yen sama-sama mengeluarkan kemampuan terbaiknya di film ini. Nicholas Tse mampu memerankan Ngo sebagai mantan polisi yang berubah menjadi penjahat yang bengis akibat perlakuan tidak adil dan dendam terhadap institusi penegak hukum yang dianggapnya tidak membelanya di saat dia sedang dalam posisi yang tidak menguntungkan. Donnie Yen dalam memerankan sosok Zhang mampu menampilkan sosok polisi lurus dan berintegritas tetapi ini sudah sering kita lihat di film-filmnya yang serupa dan memang dia punya posisi kuat untuk karakter semacam ini. Jika dibandingkan antara keduanya, karakter Nicholas Tse terlihat lebih memiliki kedalaman dan dimensi tersendiri yang menambah poin cerita film. Film ini praktis hanya berfokus pada Donnie Yen dan Nicholas Tse, yang lain hanya muncul sebagai karakter pendukung saja untuk mengisi cerita karena tidak ada yang menonjol, tentunya membuat penonton lebih mudah juga untuk mengingat ceritanya.



Zhang, seorang polisi yang saleh dan berbakat yang telah memecahkan banyak kasus. Ngo, yang pernah menjadi polisi muda yang menjanjikan di bawah sayap Zhang. Sebuah insiden malang membawa Ngo ke penjara beberapa tahun lalu. Setelah dibebaskan, Ngo menjadi pria yang pahit dan penuh kebencian yang bertekad untuk menghancurkan semua orang yang telah menganiaya dia



Cheung Sung-bong (Donnie Yen) adalah petugas Unit Kejahatan Regional yang bekerja di garis depan selama bertahun-tahun dan memecahkan banyak kasus besar. Namun, ia dicap sebagai orang buangan karena karakternya yang sangat lurus yang lambat laun hal ini memengaruhi kariernya, tetapi anak didiknya, Yau Kong-ngo (Nicholas Tse), menghormatinya sebagai perwira yang baik meskipun Yau tidak sepenuhnya setuju dengan gaya Cheung yang terlalu keras dan terkadang mengambil jalan pintas. Namun, takdir tiba-tiba membawa mereka ke jalan yang berbeda dan menempatkan mereka sebagai rival antara satu sama lain.




Menonton film ini serasa menyaksikan nostalgia film aksi kepolisian HK era 90-an karya Ringo Lam dan Johnnie To namun bedanya sekarang suasana dan teknologi sudah serba modern. Mulai dari tema inti soal kesetiaan dalam kelompok baik di sisi penegak hukum maupun penjahat, kebrutalan penjahat yang di luar nalar, dan plot cerita sederhana yang agak bertele-tele padahal konklusinya bisa dibuat lebih cepat.



Dengan durasi 126 menit, film ini bisa dikatakan full action dan hampir tidak memberi ruang untuk bernapas. Dari awal kita sudah diperkenalkan dengan tokoh Zhang sebagai polisi jagoan yang dihormati rekan setimnya dan Ngo sebagai karakter antagonis. Seiring film berjalan kita diberikan cerita background masing-masing karakter yang menjelaskan mengapa mereka bisa berada pada posisi yang sekarang. Porsi drama film ini digarap dengan baik dan tidak berlebihan walau terkadang terlalu bertele-tele.






Sejak semula penonton sudah diperlihatkan bahwa Ngo dan kelompoknya adalah penjahat dengan level yang sangat serius dan berbahaya lewat modus operandi yang keji dan brutal dalam melakukan kejahatan. Adegan aksi dan perkelahian yang jadi jualan utama di film ini dijamin tidak akan mengecewakan walau Sebagian besar tidak masuk akal karena Zhang tidak mengalami luka yang fatal dan seperti memiliki stamina seorang manusia super, tipikal film-film Donnie Yen. Overall film ini cukup straightforward dan tidak ada twist, penonton tinggal mengikuti saja. Adegan aksi tembak-tembakan massal yang sebetulnya overdramatis menarik untuk disimak terlebih adegan perkelahian puncak antara Zhang dan Ngo yang sudah ditunggu-tunggu


Media film termasuk salah satu media kritik untuk mengkritisi penguasa yang berwenang atau aparatur negara. Kita melihat di film ini pun isu internal kepolisian secara gamblang diekspos tanpa basa-basi bahkan logo dan kantor kepolisian diperlihatkan dengan jelas. Hal-hal tersebut ketika dibawakan dalam film membuat penonton relate dengan situasi yang terjadi sekaligus memperlihatkan bahwa penyimpangan pun dapat terjadi pada kalangan internal penegak hukum. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan Indonesia di mana aparat penegak hukum harus tampil sempurna tanpa cela dalam setiap film. Padahal dengan mengangkat isu-isu yang nyata, Indonesia dapat lebih mengeksplorasi tema-tema yang belum pernah diangkat sebelumnya. Nampaknya negara ini harus mulai belajar dari negara-negara Asia lain dalam keberanian mengangkat isu-isu hukum, nasional, dan keamanan ke dalam film.





Overall : 7.5/10

(By Camy Surjadi)















Subscribe to this Blog via Email :