Wednesday, September 26, 2018

ULASAN: JOHNNY ENGLISH STRIKES AGAIN




Setelah pertama kali Johhny English hadir tahun 2003, lalu disusul sequelnya Johnny English Reborn 8 tahun kemudian (2011) dan 7 tahun berikutnya hadirlah film ketika dari Johnny English Strikes Again. Sejak film pertama kita tahu, Johnny English adalah parodi dari film-film James Bond dengan mengandalkan komedi slapstick yang didalangi aktor utamanya Rowan Atkinson yang kita kenal perannya sebagai Mr. Bean dalam serial 90-an. Meskipun dalam dua film sebelumnya tidak pernah mendapat respon positif dari kritikus, tetapi hal itu sepertinya tidak berlaku untuk penonton umum. Itu terbukti dari peraihan box office-nya yang masih menguntungkan di dua film sebelumnya.


Seperti halnya James Bond dalam setiap filmnya mempunyai Bond girl, Johnny English mempunyai Johnny Girl dalam setiap serinya. Jika pada film pertama ada Natalie Imbruglia, lalu pada film kedua ada Rosamund Pike, maka untuk film ketiga ada Olga Kurylenko yang secara kebetulan juga pernah menjadi salah Bond Girl di Quantum Of Solace (2008). Selain Johnny Girl, agen mata-mata terburuk yang dimiliki Inggris ini juga kembali didampingi oleh sidekick loyal sejak film pertama Angus Bough (Ben Miller).


Sebuah serangan siber menyebabkan seluruh identitas mata-mata aktif untuk Inggris terbongkar. Ditengah masa pensiunnya, Johnny English (Rowan Atkinson) bersama sidekicknya Angus Bough kembali dipanggil untuk menjalankan misi rahasia karena hanya ia satu-satunya mata-mata yang identitasnya belum diketahui. Johnny ditugaskan untuk menemukan dalang di balik peretasan yang dilakukan. Namun sebagai mata-mata tua yang tergolong gagap teknologi, Johnny dihadapkan dengan tantangan berupa teknologi yang lebih modern. Mau tak mau, ia harus berusaha menaklukkan tantangan supaya misinya bisa berhasil.


David Kerr sutradara yang lebih banyak berkecimpung sebelumnya untuk serial tv, melakukan debut layar lebarnya lewat Johnny English Strike Again ini tidak banyak melakukan perubahan berarti. Film ini masih setia dengan dua film sebelumnya dengan penceritaannya. Sang agen terburuk yang tiba-tiba sangat dibutuhkan, menjalani misi, lalu gagal, mendapatkan solusi dan lalu menyelesaikan misi dengan ending yang tidak perlu disebutkan. Untuk menonton film ini tidak perlu menonton dua film sebelumnya. Film yang sangat mengandalkan daya magis dari Rowan Atkinson mengocok perut penonton. Kehadiran aktor watak Emma Thompson sebagai perdana menteri dalam film cukup memberi warna tersendiri.


Seperti dua film pertamanya, komedi slapstick yang cukup kental masih menjadi kekuatan dan kelemahan sekaligus. Untuk separuh film kamu masih bisa tertawa dengan adegan-adegan komedinya, tetapi seiring berjalannya durasi film kamu akan merasa kebal dengan komedi yang ditampilkan. Hal yang memang bisa terjadi dengan film-film komedi slapstick yang durasinya lebih dari satu jam. Maka salah satu saran yang bisa saya berikan jika kamu ingin menonton film ini, turunkan selera humor cerdas kamu serendah mungkin. Tidak ada salahnya sekali-sekali untuk tidak menjadi pintar agar bisa menikmati sebuah hiburan. Dua film sebelumnya yang masih berhasil dari pemasukan menjadi bukti sahih masih banyak penonton yang masih terhibur dengan Johnny English series.

Overall 6/10

(By Zul Guci)

ULASAN: ARUNA DAN LIDAHNYA




Sebagai penikmat novel Aruna dan Lidahnya, saya sangat gembira begitu mendengar bahwa novel in akan disajikan dalam format film. Apalagi setelah mengetahui karakter Aruna akan diperankan oleh Dian Sastro dan Bono diperankan oleh Nicholas Saputra. Semakin penasaran, bagaimana pasangan legenda ini kembali bertemu. Hal yang membuat saya jatuh cinta pada novel Aruna dan Lidahnya adalah cara Laksmi Pamuntjak menuliskan berbagai masakan dengan begitu detailnya, sehingga para pembaca terangsang untuk memakan masakan-masakan tersebut. Bagaimana menggambarkan Aruna dan Lidahnya dalam bentuk sebuah film?


Diceritakan, Aruna (Dian Sastrowardoyo) adalah seorang ahli wabah yang bekerja di NGO yang bergerak di bidang kesehatan, yang memiliki hobi di bidang kuliner (makan dan masak). Aruna memiliki seorang sahabat yang berprofesi sebagai Chef, Bono (Nicholas Saputra). Mereka memiliki hobi yang sama dan membutuhkan suasana baru di luar Jakarta. Kebetulan Aruna ditugaskan kantornya untuk menyelidiki wabah flu burung di berbagai kota: Surabaya, Pamekasan, Pontianak, dan Singkawang. Tugas Aruna ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk pergi keliling kota-kota itu bertualang kuliner.


Di kota pertama yang yang dikunjungi, ternyata dua orang lain menyusul. Farish (Oka Antara), rekan kerja Aruna yang sudah pindah kantor, namun ditugasi dari kantor barunya untuk menyelidiki hal yang sama. Serta Nadezda (Hannah Al-Rashid), sahabat Aruna dan Bono yang merupakan penulis internasional di bidang kuliner. Di sinilah berbagai keseruan terjadi.


Problematika cinta, persahabatan, perbedaan pandangan, intrik dunia kerja hingga masalah nasional dibiarkan mengalir dalam cerita dengan balutan masakan khas tiap daerah yang dikunjungi. Penonton dibuat lapar dan ngiler dengan suguhan berbagai masakan, mulai dari sop, nasi goreng, rawon, sampai mie kepiting. Semuanya benar-benar detail dan sangat menggunggah selera. Selain itu, percakapan antar karakter yang dinamis, di tempat-tempat yang tidak biasa ditampilkan di film (namun normal untuk kehidupan sehari-hari antar sahabat perempuan). Banyak quotes baru dari film ini, misalnya quote dari Bono: “Jangan antipati, nanti jadi simpati, empati, lalu jatu hati”.


Edwin, sang sutradara berhasil mencampur kisah drama, intrik, romantis dan komedi menjadi satu begitu nikmatnya. Seperti masakan yang pas semua rasanya menjadi satu. Ini bukanlah pekerjaan mudah, karena film sama seperti masakan, tidak mudah mencampur bahan-bahan menjadi satu namun tidak meninggalkan cita rasa aslinya. Untuk penikmat film dan masakan, Aruna dan Lidahnya menjadi santaoan luar biasa yang harus dicoba, dan setelah itu akan tergugah untuk menikmati masakan yang ditampilkan di film. Selamat menikmati suguhan dari Palari Film ini!

(By Aisyah Syihab)

Monday, September 24, 2018

DREADOUT UMUMKAN CAST DAN LAUNCHING TRAILER PERTAMA



rumah produksi goodhouse.id yang dipercaya oleh game developer Digital Happiness untuk mengangkat game horror ciptaannya yang fenomenal dan telah mendunia DREADOUT ke layar lebar, telah merampungkan masa produksinya. Official teaser trailer DreadOut The Movie akhirnya resmi diluncurkan diacara Popcon Asia 2018 bertempat di Nusantara Room – Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, yang berlangsung pada tanggal 22 & 23 September ini.



Dalam acara tersebut sekaligus diumumkan para aktor dan aktris yang menjadi pemain dalam film DREADOUT. Caitlin Halderman dipercaya sebagai pemeran tokoh Linda yang merupakan salah satu tokoh central di dalam game DreadOut. Kemudian, Jefri Nichol, Marsha Aruan, Irsyadillah, Susan Sameh dan Ciccio Manassero juga turut meramaikan jajaran pemain dalam DreadOut The Movie. Mereka akan berperan sebagai teman-teman sekolah SMA Linda yang akan memecahkan misteri Hantu Kebaya Merah seperti di dalam gamenya. Selain bintang muda tersebut, turut terlibat juga aktor dan aktristerkenal lainnya seperti Miller Khan, Hannah Al Rashid, Salvita DeCorte dan Mike Lucock.



Kimo Stamboel, selaku sutradara, penulis merangkap produser film ini menyatakan, “proses pemilihan para cast ini gue lakukan dengan sangat selektif dan hati-hati karena gue memikul tanggungjawab yang cukup besar untuk menjaga kualitas filmnya. Guetidak mau mengecewakan pemilik & penggemar game DreadOut yang sudah dikenal diseluruh dunia sebagai salah satu game horror terbaik buatan Indonesia. Dalam film ini, gue menuntut totalitas para pemainnya, termasuk melatih stamina dan fisik mereka karena banyak adegan-adegan yang cukup berat didalamnya”.


DreadOut juga telah menggandeng CJ Entertainment (Korea), Sky Media, Nimpuna Sinema dan Lyto Datarindo (Game Publisher), untuk bisa memasarkan film DreadOut ini, tidak hanya di pasar lokal tapi juga bisa menembus pasar Internasional. Perwakilan dari CJ Entertainment Korea, Yeonu Choi (Senior VP International Production) menyatakan, “Sejak kami memproduksi film pertama di Asia Tenggarapada tahun 2014, Indonesia sudah menjadi salah satu negara yang menjadi prioritas utama kami untuk berinvestasi. Kami sangat antusias untuk melakukan kolaborasi dengan para pekerja kreatif lokal di Indonesia. Selalu menyenangkan bagi kami untuk dapat bekerjasama dengan para artist kreatif multi talenta, terutama seperti Kimo dan rekan-rekan sesama produser dari GoodHouse. Setelah Pengabdi Setan sukses, kami ingin hasil kerjasama produksi dalam film ketiga kami dengan Indonesia, dapat membuat sebuah terobosan baru yang segar untuk film horror. Kami yakin, bahwa keunikan game DreadOut dan jumlah fans-nya yang sudah sangat besar di seluruh dunia adalah pilihan yang tepat dan sesuai dengan visi kami.



DreadOut The Movie rencananya akan tayang diseluruh bioskop di Indonesia pada bulan Januari 2019.

Friday, September 21, 2018

ULASAN: ALPHA



Terkadang, sebuah pertemanan bisa terjadi karena situasi. Meskipun pada dasarnya mempunyai dua karakter yang jauh berbeda, yang bahkan yang awalnya adalah lawan dan musuh, karena keadaan situasi tertentu bisa menjadi teman dan sahabat. Itulah premis cerita yang ingin disampaikan oleh 'Alpha'. Film dengan mengambil setting pada masa akhir zaman es sekitar 20.000 tahun yang lalu dimana manusia-manusia yang hidup pada masa itu selain bertahan dari dinginnya permukaan bumi juga harus bertahan dari hewan-hewan liar yang buas pada masa itu.



Disutradarai oleh Albert Hughes (Broken City, The Book Of Eli) film yang menciptakan bahasa fiksi sendiri untuk dialog sepanjang filmnya ini dibintangi oleh mantan aktor cilik yang beranjak dewasa Kodi Smit-McPhee (Let Me In, X-men: Apocalypse) yang berperan sebagai Keda, seorang putra pemimpin sebuah suku yang menjalin persahabatan dengan serigala yang ingin memangsanya.


Di akhir jaman es sekitar 20.000 tahun yang lalu, Keda (Kodi Smit-McPhee) gagal melakukan perburuan pertamanya dengan kelompok sukunya yang dipimpin oleh Ayah-nya, yang menyebabkan dirinya jatuh dari tebing dan terluka. Ia yang dianggap telah mati dan ditinggalkan kelompoknya, sehingga harus bertahan hidup sendirian di padang gurun yang ganas dan liar. Keda lalu berusaha menjinakkan seekor serigala yang tertinggal dari kawanannya yang awalnya mencoba ingin memangsa dirinya. Mereka berdua menjadi pasangan yang saling bergantung menghadapi berbagai bahaya dan rintangan hingga menemukan jalan pulang sebelum musim dingin yang mematikan tiba.



Hal pertama kali yang menjadi perhatian ketika menonton film dengan setting waktu atau  di masa waktu yang sangat jauh dari posisi waktu kita sekarang tentu saja adalah keotentikan atau sedekat apakah film ini dengan faktanya ? Terutama untuk bahasa yang digunakan. Untungnya Alpha tidak melakukan kesalahan yang dilakukan Roland Emmerich dalam film '10,000 BC' yang menggunakan bahasa Inggris yang sangat terasa sangat aneh. Dan 'Alpha' alih-alih menggunakan bahasa Inggris, mereka lebih memilih menciptakan bahasa fiksi baru khusus untuk film ini. Bahasa yang diciptakan oleh Christine Schreyer, seorang professor anthropologi yang membuat filmnya lebih terasa otentik. Salah satu nilai plus dari 'Alpha'.



Tugas terberat ada pada Kodi Smit-Mcphee tentunya, karena hampir keseluruhan durasi film adalah interaksi karakter Keda yang tidak hanya dengan hewan, tetapi juga alam. Untungnya Kodi dapat mengemban tugas itu dengan baik. Banyak sekali momen adegan-adegan thrilling ataupun menyentuh yang mengandalkan ekspresi emosi dari karakter Keda. Seperti contoh transisi hubungan Keda dari serigala yang diberi nama Alpha yang awalnya dari musuh menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Jikapun ada yang teerasa meganggu ada bagian-bagian CGI yang masih terasa kasar. Lalu selebihnya ? Kamu akan menikmati film ini sampai tersadar jika film dengan tema persahabatan seorang manusia dan hewan 'Alpha' adalah kesekian film lainnya yang sudah kamu tonton.



Alpha bukanlah film pertama Kodi Smit-McPhee yang sangat mengandalkan ekspresi emosi, kita pernah melihatnya sebelumnya lewat Let Me In dan The Road sehingga memilih Kodi memerankan Keda adalah keputusan yang tepat. Dengan tema cerita yang terasa sangat familiar 'Alpha' masih mampu memancing emosi penonton untuk keluar. Jika sebuah film dengan tema yang sudah mainstream tetapi masih bisa membuat menyukai film tersebut, tentulah film itu bukan sekedar film yang biasa.

Overall: 8/10

(By Zul Guci)

Tuesday, September 18, 2018

ULASAN: PEPPERMINT



Pernahkah merasakan mengendarai kendaraan pribadi atau menggunakan jasa taksi/ ojek online tetapi merasakan paranoid karena ada ibu-ibu yang mengendarai motor lalu mereka terkadang berbuat seenaknya. Atau justru merasa takut ketika ingin menegur ibu-ibu yang menyelak barisan karena mereka akan membalas dengan suara yang lebih lantang dan cemoohan sert amata yang melotot. Sampai kapan kita harus mengalah kepada ibu-ibu seperti itu? Dari banyaknya cerita dan kisah-kisah tersebut, munculah sebuah idiom yang memang berkonotasi negatif karena tindakan semaunya dari para ibu-ibu, kita mengenalnya dengan idiom, “The Power of Emak-Emak”.



Itu baru seorang ibu yang bertindak semena-mena hanya untuk memuaskan ego-nya, bagaimana dengan seorang Ibu yang ingin membalaskan dendam karena tidak mendapatkan keadilan ? Seorang ibu yang membalaskan dendam atas kematian keluarganya, terutama puteri kesayangannya ? Bisa jadi idiomnya tersebut berubah menjadi “The Superpower of Emak-Emak”. Itulah kisah yang ingin disampaikan dalam film Peppermint.



Film ini mengisahkan seorang Ibu, seorang Isteri dan seorang pegawai bank kecil yang hidup sederhana bernama Riley North (Jennifer Garner). Dia menghadapi nasib yang naas seketika ketika saat merayakan ulang tahunp uterinya, dia kehilangan keluarganya. Puteri dan suaminya tertembak begitu saja di depan matanya. Berusaha menuntut keadilan atas kematian keluarganya dengan dibantu dua orang polisi, agen Carmichael (John Gallagher Jr.) danagen Moises (John Ortiz). Ternyata lawannya bukanlah lawan yang mudah, karena Riley harus berhadapan dengan mafia dan bandar narkoba terbesar di kotanya. Mampukah Riley mengalahkan mafia tersebut? Atau justru Riley menjadi ‘Superpower Emak-Emak’ dan membalaskan dendamnya?



Pierre Morel bukanlah untuk pertama kalinya menyutradarai film bertemakan‘vigilante’seperti ini, sebelumnya sudah adaTaken (2008) danThe Gunman (2015) yang sudah dirilis dengan tema yang sama. Taken mendapatkan hasil yang positif secara komersil, karena dinilai sebuah film yang ‘segar’ pada saat itu. Tetapi hal yang berbeda diraih oleh The Gunman yang flop baik secara komersil maupun secara kualitas. BahkanThe Gunman merupakan film Sean Penn terburuk yang pernah ada. Latah ini ternyata masih berimbas di film Peppermint.



Film ini seakan-akan menyia-nyiakan kinerja hebat dari Jennifer Garner. Jennifer Garner adalah primadona yang mengingatkan kitapada Liam Neeson versi Ibu-Ibu. Masalahnya adalah dari segi naskah yang sangat datar, plot cerita yang tidak menarik lagi, dan background karakter yang sangat tidak solid. Usaha Jennifer Garner menjadi Ibu yang membalas dendam dengan membentuk otot dan melatih tubuhnya lagi agar bisa prima dalamberaksi dan bertarung seakan-akan sangat sia-sia. Penonton masih bisa ikut menyemangati kisah sedih Riley, tetapi harus diakui dengan jalan cerita yang sangat standar dan kurang menggali emosi karakter bahkan emosi penonton membuat para penonton hanya bisa menyemangati saja.

Tidak ada yang spesial dari sinematografi bahkan soundtrack yang dipilih. Hanya faktor Jennifer Garner film ini masih layak ditonton. Aktor yang lain seakan redup juga dengan naskah dan acting mereka yang memang biasa saja. Tidakadaisu-isu polemik yang lain yang menggigit atau yang berusaha untuk mendekatkan diri kepenonton. Hanya kisah seorang Ibu yang membalas dendam terhadap mafia dan merangkap sebagai bandar narkoba.

Penyia-nyiaan seorang aktris besar seperti Jennifer Garner yang sudah terlatih dan malang melintang dalam layar bergenre aksi dan pertarungan jarak dekat adalah sebuah kesalahan besar. Pierre Morrel seperti latah menggunakan “The Power of Emak-Emak” dengan konotasi negatif ke dalam film Peppermint. Dia seperti menggambarkan sebuah film seorang Ibu-Ibu yang semena-mena mengendarai motor matik di jalan ibukota. Seandainya saja Pierre Morrel menggunakan dengan bijak kekuatan seorang Ibu atau kekuatan seorang aktris sekaliber Jennifer Garner maka tidak perlu ada lagi pihak Kowani (KongresWanita Indonesia) yang protes atas penggunaan kata “Emak-Emak” dalam artian negatif. Padahal sewaktu kecil, kita semua tau bahwa “Emak, Mbok dan Ambu” adalah panggilan yang menunjukkan kedekatan antara anak kepadai bunya di masyarakat.

Rate Overall 5/10
(By Ibnu Akbar)

Monday, September 17, 2018

FOLKLORE, SERIAL ORGINAL ANTOLOGI HORROR KOLABORASI ENAM SUTRADARA ASIA





Serial original antologi horor pertama HBO Asia, Folklore (#FolkloreHBO), akan mengawali debut internasional di ajang festival film Internasional ternama seperti Toronto International Film Festival (Toronto, Kanada), SITGES International Fantastic Film Festival of Catalonia (Barcelona, Spanyol) dan Fantastic Fest (Texas, AS). FOLKLORE merupakan serial enam episode berdurasi panjang yang mengambil lokasi di enam negara Asia – Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Singapura dan Thailand – tiap episode mengadaptasi secara modern mitos dan takhayul yang dipercaya turun-temurun di negara setempat, menghadirkan mahluk supranatural dan kepercayaan gaib. FOLKLORE tayang perdana pada Minggu, 7 Oktober jam 21.00 WIB eksklusif di HBO. Episode baru selanjutnya akan tayang pada waktu yang sama setiap Minggu. Serial ini juga dapat diakses streaming di HBO GO dan akan tersedia di HBO On Demand.



Dimotori oleh beberapa sutradara dari berbagai negara di Asia, setiap episode difilmkan menggunakan bahasa negara tempat asal cerita. FOLKLORE berkisah tentang cerita horor Asia terkini, menggali disfungsi sosial dengan gaya khas dari setiap negara namun membawa tema yang akan bergaung ke seluruh kawasan Asia.



Ajang bergengsi 43rd Toronto International Film Festival (TIFF) akan menampilkan FOLKLORE: A MOTHER’S LOVE karya sutradara Joko Anwar (“Halfworlds”, “Pengabdi Setan”) dan FOLKLORE: POB, disutradarai oleh Pen-Ek Ratanaruang (“Samui Song”, “Last Life in the Universe”) dari Thailand. Ini merupakan pertama kalinya sebuah serial TV Asia secara resmi terpilih sejak dimulainya Primetime programme di TIFF pada 2015.



Sinopsis Episodik:

· FOLKLORE: A MOTHER’S LOVE (Indonesia) – Seorang ibu dan anaknya yang mendapati sekelompok anak berpenampilan kotor dan kelaparan tinggal di loteng rumah mewah. Ketika tengah menyelamatkan dan mengembalikan mereka ke keluarga, ia tanpa sadar telah merenggut anak-anak tersebut dari sang ibu angkat – Wewe Gombel – dan sekarang harus waspada terhadap amukan balas dendamnya.

· FOLKLORE: POB (Thailand) – Seorang jurnalis yang bertemu dengan Pob, hantu khas Thailand, yang mengaku melakukan pembunuhan. Akhirnya menemukan tempat berbagi cerita,Pob menjelaskan bagaimana pembunuhan itu terjadi dan meminta kisah tersebut dipublikasinya. Sang jurnalis menolak dan akhirnya membuat kesepakatan seumur hidup



SITGES International Fantastic Film Festival of Catalonia (SITGES) akan menampilkan FOLKLORE: NOBODY disutradarai oleh pembuat film Singapura yang juga menjadi showrunner serial ini, Eric Khoo(“Ramen Teh”, “12 Storeys”) dan FOLKLORE: TATAMI dari sutradara Jepang dan aktor, Takumi Saitoh(“Blank 13”, “Ramen Teh”).

Sinopsis Episodik:

· FOLKLORE: NOBODY (Singapura) – Sosok Pontianak yang terbangun ketika seorang mandor dan pekerja bangunan tengah mengubur jazad seorang gadis yang tewas daripada membakarnya. Serangkaian kejadian buruk mulai terjadi di lokasi bangunan tersebut.

· FOLKLORE: TATAMI (Jepang) – Seorang penulis kisah pembunuhan pulang ke rumahnya untuk menghadiri pemakanan sang ayah dan mulai mengalami kejadian-kejadian masa kecilnya secara terus menerus. Ia kemudian menemukan sebuah pintu rahasia di rumah itu yang membawanya menuju ruangan dimana tersimpan rahasia mengerikan dari masa lalu keluarganya



Festival film terbesar di A.S. khusus horor, fantasi, sci-fi dan action, Fantastic Fest, juga akan menampilkan dua episode dari FOLKLORE. FOLKLORE: MONGDAL dari sutradara Korea Lee Sang-Woo (“Barbie”, “Fire In Hell”, “Dirty Romance”) dan FOLKLORE: TOYOL disutradarai sutradara MalaysiaHo Yuhang (“Rain Dogs”, “Mrs. K”) keduanya akan tayang di festival tersebut.

Sinopsis Episodik:

· FOLKLORE: MONGDAL (Korea) – Seorang ibu berusaha menenangkan suasana hati dan tuntutan anaknya yang psikopat. Ketika seorang gadis pendatang baru hadir di kota, membuat sang anak langsung jatuh cinta pada sang gadis dan bertekad mendapatkannya meski ia menolaknya. Peristiwa ini berubah secara tragis, ibunya tak akan berhenti membuat sang anak bahagia bahkan jika harus membuat sang mempelai perempuan bersama anaknya di akhirat.

· FOLKLORE: TOYOL (Malaysia) - Seorang anggota parlemen yang berasal dari kota nelayan meminta bantuan sosok perempuan misterius yang memiliki kekuatan gaib dalam upaya menyelamatkan kotanya dari masalah perekonomian. Ia memperbaiki seluruh masalah dan keduanya menjadi kekasih. Namun, sang perempuan memiliki rahasia kelam yang akan merusak kehidupannya.



FOLKLORE juga menghadirkan sejumlah pemain dari seluruh Asia. Beberapa yang sangat terkenal, aktor Jepang, Kazuki Kitamura (“Godzilla: Final Wars”, “Kill Bill: Volumes 1 & 2”), aktor Malaysia, Bront Palarae (serial HBO Asia “Halfworlds Seasons 1 & 2”, “Pengabdi Setan”) dan aktor Korea, Lee Chae-Yeon (“Running Man”, “Please Find Her”, “Blow Breeze”) menjadi pemeran utama dalam episode asal negaranya.



FOLKLORE merupakan bagian dari kemitraan dua-setengah tahun dengan Infocomm Media Development Authority (IMDA). Melalui sejumlah pelatihan dan kolaborasi dengan perusahaan dan talen setempat untuk produksi-produksi HBO Asia Original, kemitraan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan produksi konten di kalangan industri media Singapura.



HBO Asia telah melakukan produksi Original pada 2012 dan sejak itu telah mengembangkan sejumlah produksi Original Asia seperti serial, film dan dokumenter. FOLKLORE menandai produksi Original Asia ke dua-belas dari HBO Asia, yang kebanyakan akan tayang di tahun depan.



FOLKLORE tayang perdana Minggu, 7 Oktober jam 21.00 WIB eksklusif di HBO. Episode terbaru akan tayang pada jam yang sama setiap Minggu. Serial ini juga dapat diakses streaming di HBO GO dan akan tersedia di HBO On Demand.

HALUSTIK, ORIGINAL SERIAL INDONESIA TERBARU DARI VIU



Viu mengumumkan penayangan global perdana dari Original Series terbaru 'Halustik', pemenang ajang Viu Pitching Forum 2018. Serial komedi romantis ini disutradarai oleh Nia Dinata, Lucky Kuswandi dan Andri Cung, dan dibintangi oleh Tara Basro, Richard Kyle, Lutesha dan Natalius Chendana. Bercerita tentang cinta, persahabatan dan perjuangan dua orang sahabat dalam menghadapi tantang hidup di Jakarta. Sebuah moment membangkitkan kesadaran, yang membawa mereka ke Nepal dan merubah hidup kedua sahabat ini selamanya.



Proses pengambilan adegannya sendiri selain dilakukan di Jakarta juga dilakukan di negara Nepal yang akan menjadi salah satu elemen penting dalam pengembangan ceritanya. Ditanya mengenai apakah ada kendala dari pembagian tugas tiga sutradara, Nia Dinata yang juga selaku produser di serial ini mengatakan hadirnya tiga sutradara dalam serial Halustik justru saling melengkapi, terlebih ketiga sutradara sudah menjalin hubungan persahabatan yang membuat proses produksi Halustik justru jadi jauh lebih mudah dan menyenangkan.

“Viu berkomitmen untuk terus menghadirkan tayangan-tayangan segar kepada pemirsa kami di indonesia, dan pada saat yang sama, melakukan investasi di dunia perfilman Indonesia dengan menjadikan Viu sebagai wadah berkreasi anak-anak bangsa dan kemudian membawa hasil karya anak bangsa ke dunia internasional. Dengan bangga, hari ini kami persembahkan satu lagi karya Viu Original Series, HALUSTIK. Serial yang tidak hanya tayang di Indonesia, tapi juga di 16 negara di mana Viu berada, baik di Asia dan Timur Tengah,” jelas Myra Suraryo, Senior Vice President Marketing Viu Indonesia.



Halustik karya Sally Anom Sari, juga menghadirkan Mischief Mystery, sebuah lagu berirama pop-electronic yang dinyanyikan oleh Bonita, diciptakan oleh Rayssa Amaliadynta dari Double Deer Records sebagai Original Soundtrack (OST). Hlustik akan hadir dalam 13-episode, mulai tayang perdana pada 12 September 2018 diikuti oleh episode terbaru setiap minggunya pada hari Senin & Selasa, eksklusif hanya di aplikasi Viu dan Viu.com.

Thursday, September 13, 2018

ULASAN: THE PREDATOR




Melepaskan sebuah franchise sebuah film yang sebenarnya masih memiliki potensi memang sangat disayangkan. Hal itu yang terjadi pada franchise Predator yang pertama kali muncul di layar bioskop tahun 1987 dibintangi Arnold Schwarzenegger  yang sukses besar yang tidak bisa diikuti oleh dua sequelnya di tahun 1990 dan 2010. Sempat bernafas dengan crossover-nya dengan Alien franchise di tahun 2004 lewat Alien vs Predator tapi hancur lebur lewat sequelnya AvP: Requiem (2007). Dan sekarang, sang kembali Predator kembali hadir ke bumi untuk berburu. Tapi untuk kali ini dengan sutradara Shane Black (Kiss Kiss Bang Bang, Iron Man 3) seri terbaru franchise ini, sang sutradara membawanya dengan perubahan drastis yang tidak pernah kita temui di film-film Predator sebelumnya. Perubahan drasti seperti apakah yang dimaksud ?


Dari bagian terjauh di luar angkasa hingga ke jalan-jalan kecil di sebuah kota kecil. Sekarang, Predator (pemburu paling mematikan di alam semesta) menjadi lebih kuat, lebih pintar dan lebih mematikan daripada sebelumnya, setelah secara genetis menggunakan DNA spesies lain untuk meningkatkan diri mereka. Quinn McKenna (Boyd Holbrook) berada pada tempat dan waktu yang salah ketika sebuah pesawat asing jatuh ditempat dia bertugas. Menjadi satu-satunya orang selamat dan saksi hidup melihat makhluk asing, Quinn ditangkap oleh militer yang ingin menutup rapat kejadian itu dan mendianogsis Quinn mengalami gangguan mental yang mempertemukannya dengan anggota militer lainnya yang juga yang juga didiagnosis mengalami gangguan mental.


Di tempat lainnya seorang anak pengidap austis Rory McKenna (Jacob Trambelay) yang merupakan putra dari Quinn secara tidak sengaja mengaktifkan alat komunikasi sang predator yang disembunyikan Quinn dan membuat situasi makin kacau dan berbahaya. Quinn dikejar waktu, dengan teman-teman baru yang dikenalnya (mereka menyebutnya The Loonies) dalam bus tawanan Quinn bahu-membahu untuk bisa membunuh sang predator ditengah-tengah kejaran agen pemerintah yang juga mempunyai misi tertentu.


Perubahan drastis apa yang ada pada seri Predator ini ? Jawabannya adalah tone cerita yang paling terasa sangat kontras perbedaan dengan film-film Predator sebelumnya. Jika di film-film sebelumnya film lebih menekan-kan thriller-action, untuk versi Shane Black posisi thriller jauh sangat terasa berkurang menjadi action-komedi. Ya benar, kita menonton sebuah film action-komedi karena kentalnya unsur humor yang ada dalam film ini. Sesuatu yang sangat beresiko, tetapi suatu keputusan yang harus diambil karena tidak ingin mengulang kegagalan dua sequel sbelumnya.


Untungnya sangat kentalnya unsur humor dalam The Predator dapat diaplikasikan dengan baik oleh pemain-pemainnya. Anggota The Loonies dimulai dari Gaylord "Nebraska" Williams (Trevante Rhoodes), Baxley (Thomas Jane), Coyle (Keegan Michael-Key), Linch (Alfie Allen) dan Nettles (Augusto Aguilera) mempunyai chemistri cukup kuat yang membuat setiap joke-joke terkesan receh sekalipun mampu membuat penonton tertawa. Sepertinya Shane Black terpengaruh dengan gaya penceritaan film-film Marvel Cinematic Universe. 


Tetapi jangan mengira film ini menjadi kehilangan unsur brutalnya karena banyaknya unsur komedi, Shane Black pernah bermain dalam film pertamanya sangat tahu itu. Kebrutalan dalam The Predator masih diberi porsi tersendiri, hanya kita menontonnya tidak dalam posisi terpacu adrenalin seperti film pertamanya. Semacam tumbal dari kentalnya komedi dalam film ini menyebabkan thrilling film jadi jauh berkurang.

Keputusan berani Shane Black merubah drastis cara penceritaannya akan membuat penonton terpecah dua pendapat yang berbeda. Pertama yang benar-benar suka film ini terhibur atau pendapat kedua yang akan membenci The Predator karena menghilangkan unsur thrilling yang kental. Sepertinya Shane Black tidak terlalu masalah dengan hal itu, karena sang sutradara pernah mengalami hal yang saat menyutradarai Iron Man 3 ketika memberikan sebuah twist pada karakter penting yang membuat penonton terpecah menjadi dua kubu juga. 

BRATA, SERIAL INVESTIGASI LOKAL YANG DITUNGGU-TUNGGU SELAMA INI




Hooq dan Maxstream bekerjasama menelurkan sebuah original serial thriller investigasi berjudul 'Brata'. Bisa dibilang ini adalah serial original lokal pertama yang diproduksi Hooq dan Maxstream yang ditayangkan secara luas oleh layanan video on demand yang popularitasnya makin meningkat ini di Indonesia. Genre yang diambil juga merupakan langkah berani dengan genre thriller investigasi yang sebelumnya tidak disentuh oleh layanan video on demand lokal lainnya seperti Viu, Tribe atau Iflix.

Brata sebuah serial thriller investigasi yang ditulis dan diarahkan oleh ES Ito. Sang penulis sendiri penulis novel yang dikenal lewat karyanya #RepublikTwitter serta novel-novel thriller laris Indonesia seperti 'Rahasia Kelima' dan 'Rahasia Meede'. Untuk serial Brata sendiri ES Ito dibantu oleh Syamsul Hadi sebagai penulis naskahnya. Sementara kursi sutradara ada nama Kuntz Agus (Republik Twitter, Surga Yang tak Dirindukan) dan Michael Pohorly (The Grey, The A-Team). Michael juga bertindak sebagai produser dalam serial ini bersama Fauzan Zidni.


Serial ini sendiri bercerita tentang seorang polisi bernama Brata (Oka Antara) yang mempunyai masa lalu hidup di jalanan mendapatkan sebuah kasus baru dengan ditemukannya potongan-potongan korban mutilasi yang berasal dari lima korban yang berbeda yang tidak diketahui identitasnya. Kasus yang tidak pernah ditemui Brata sebelumnya. Brata pun harus bekerja keras untuk memecahkan kasus ini ditengah-tengah tekanan atasan dan masalah pribadinya yang terlibat hutang dengan orang yang salah.

Serial yang pernah di produksi tahun 2014 ini lalu di produksi ulang tahun 2016 dan baru bisa tayang tahun ini dipenuhi jajaran cast yang sangat menjanjikan. Selain Oka Antara film ini juga dibintangi oleh Laura Basuki, Yaya Unru, Bisma Karisma, Ivanka Suwandi, Haydar Salishz, Brigi Putri dan Eduart Boang Manahu.

Brata sendiri terdiri dari enam episode yang setiap terbarunya akan tayang setiap hari Jumat yang dimulai dari tanggal 7 September 2018.Hadirnya Brata mengisi keberagaman genre serial original lokal yang sebelum 'Brata' lebih banyak diisi dengan genre drama, komedi dan horror. Sekaligus juga mengobati penonton-penonton Indonesia menggemari serial investigasi yang sejauh ini hanya berpatokan dari serial-serial luar negeri, terutama Amerika dan Inggris.

Tuesday, September 11, 2018

87 FILM TERPILIH HADIR DI TAHUN KEDUA '100% MANUSIA FILM FESTIVAL'




100% Manusia Film Festival kembali hadir di Jakarta dan Tangerang pada tanggal 14- 23 September 2018 dengan memutar 87 film dari mancanegara dan lokal yang berfokus pada kisah- kisah menyentuh tentang hak asasi manusia, keberagaman, gender dan difabilitas. Sebagai salah satu pilihan platform kreatifitas bagi para pelaku industri seni dan penonton dengan latar belakang yang berbeda di Indonesia, 100% Manusia Film Festival menjadi sebuah perayaan atas kekuatan berbagai bentuk seni, terutama seni film. Kali ini 100% Manusia Film Festival mengangkat tema inklusifitas, dimana tidak ada satu sisi dari masyarakat yang menjadi eksklusif, melainkan semua menjadi satu dan setara dengan yang lain. Hal ini seperti yang dijelaskan Rain Cuaca, selaku Festival Director.



“Tahun ini, 100% Manusia Film Festival kembali hadir dengan edisi kedua yang bertemakan inklusifitas. Tema ini kami pilih karena adalah penting bagi tiap orang untuk merasa diikutsertakan dalam skema besar kehidupan sembari menuliskan lakon hidupnya sendiri. Tak seorang pun pantas hanya menjadi penonton dalam negara yang menjunjung tinggi nilai Bhinneka Tunggal Ika, berbeda- beda tetapi satu, sebagai nilai utama. Kami percaya kesetaraan adalah untuk semua dan hormat menghormati antar sesama merupakan hal yang mutlak. Beginilah cara umat manusia mempertahankan kemanusiaannya.”



Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan, Dr. Budi Wahyuni. “100% Manusia Film Festival merupakan ajang refleksi pengejawantahan HAM di masyarakat dan negara. Potret kehidupan yang sarat dengan stigma dan diskriminasi pada kelompok minoritas tergambar jelas. Dinamika berkehidupan dipotret dalam karya film berbingkai HAM, disajikan secara cermat sehingga bisa membawa pemirsa bertanya pada dirinya "siapakah saya?", pelaku atau korban dari sistem yang belum mengedepankan HAM. Festival ini penting keberadaanya sebagai medium pencerahan melalui sutradara muda berjiwa sosial dalam karya profesional untuk menghapuskan kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan.”

Tema inklusifitas ini tersirat dalam kategori program 100% Manusia Film Festival, yaitu 100% Bhinneka, dimana 27 film terpilih menyuarakan keberagaman yang tidak hanya ada di Indonesia, tapi juga di dunia. Ada beberapa kategori program lain seperti : 100% in Motion, 100% V for Venus, 100% XXS, 100% Voice Within, 100% Shatterproof, 100% Non-Conforming yang memutar film-film yang sudah diakui di kancah perfilman Internasional, maupun yang baru pertama kali ditayangkan di Indonesia. Bagi penggemar film pendek patut ditonton 100% BritShorts dan 100% Spanish Siesta. Selain itu, 100% Manusia Film Festival juga berkolaborasi dengan komunitas film Bali dalam program 100% Collaboration: Minikino dan festival film internasional seperti KASISH dan IAWRT. Layaknya festival film internasional lainnya, 100% Manusia Film Festival pun membuat dedikasi khusus pada karya-karya sutradara Inggris kenamaan Sally Potter dalam program 100% Retrospective: Sally Potter.

100% Manusia Film Festival akan diputar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Indonesia, Kineforum, Paviliun 28, Goethe-Institut Indonesia, Institut Français Indonésia, Ke:Kini Ruang Bersama, Cinespace, Angsamerah, @america & Komunitas Salihara. Beberapa film unggulan dalam 100% Manusia Film Festival tahun ini adalah Sonita, 20th Century Woman, Laut Bercerita, Breathe dan Antologi Keluarga Ala Indonesia. Semua film yang ditayangkan akan diikuti dengan diskusi bersama perwakilan dari film dan organisasi HAM di Indonesia.


Untuk melihat list 87 film yang akan diputar dan jadwal lengkap bisa langsung mengunjungi website official www.100persenmanusia.com

Friday, September 7, 2018

SUKSES DENGAN KAPAN KAWIN DAN SWEET 20, ODY C HARAHAP HADIR DENGAN FILM TERBARU SIAP GAN!


SIAP GAN! adalah Film Komedi remaja dengan tema nasionalisme yang kental namun dihadirkan dengan cair merefleksikan kehidupan sehari-hari seorang anak manusia. Mengambil setting di kota Surabaya dan penggunaan dialek khas-nya menjadikan kisah para tokoh dalam film terasa begitu nyata dan mengalir apa adanya. Diperuntukan untuk menumbuhkan jiwa dan semangat nasionalisme pada remaja, sutradara spesialisasi drama komedi Ody C. Harahap (Kapan Kawin, Sweet 20) dipastikan dapat mengisi kekosongan peran tersebut dalam sajian penuh gelak tawa yang akan menginspirasi generasi muda Indonesia.



SIAP GAN! bercerita tentang seorang gadis putus sekolah tamatan SMP bernama Nina yang mencoba mengadu nasib di Surabaya. Terhimpit situasi ekonomi ia berniat mengikuti jejak seorang temannya, Vivi, yang bekerja sebagai seorangWanita Tuna Susila. Namun belum sempat niat Nina terwujud, ia sudah tertimpa sebuah insiden razia di lokasi pertama kali ia mencari pelanggan, yang kemudian membuatnya terjebak di sebuah asrama pelatihan PASKIBRA. Di sana Nina bertemu dengan seorang pria tua bernama Pak Sakiran, Veteran pelaku sejarah, mantan anggota tentara pelajar.



Di dalam asrama Paskibra, begitu banyak pengalaman baru untuk Nina yang mengajarkannya untuk lebih menghargai hidupnya saati ni. Nina merasakan rasa dan semangat yang berbeda. SIAP GAN! diproduksioleh PT. Muara Prima Entertaiment dan Sebagai Executive Producer adalah Ramos Sihombing, Producer Wailan Menayang, Co Producer Alex Praditya, Rudjito Setiyo Associate Producer Conrad Lamury, Sutradara Ody C Harahap. Penulis Cerita Ody C Harahap dan Radityadi dukung oleh Pemain remaja yang sedang naik daun Rini Mentari sebagai Nina, Aulia Sarah sebagai Vivi, Mentari De Marelle sebagai Arini , Qausar Harta Yudana sebagai Prabu, Yama Carlos sebagai Langga, Rudolf Puspa sebagai Pak Sakiran, Indra Birowo sebagai Bondo dan Nadya Arina sebagai Astrid. Siap Gan! dipastikan rilis mulai 13 September 2018






ULASAN: THE NUN











Di suatu malam yang dingin, saat kita tidur dalam keadaan gelap lalu terbangun karena mendengar suara aneh yang muncul di bawah tempat tidur atau di balik pintu lemari, apa yang akan kita lakukan? Apakah membiarkannya? Atau kita penasaran dan mengambil langkah berani untuk melihatnya? Tanpa ragu untuk mendapatkan jawaban ada apa di bawah tempat tidur, atau di balik pintu lemari? Itulah gambaran apa yang terjadi dalam The Nun.



Boneka Annabelle sukses menakuti para penonton di awal kemunculannya dalam The Conjuring tahun 2013 silam, kemudian muncul suster yang menyeramkan dengan wajah yang membuat kita tidak bisa tidur kalau membayangkannya, dialahValak yang muncul dalamThe Conjuring 2. Penonton sudah dibuat kagum dengan bagaimana boneka Annabelle mampu disangkut pautkan dengan kisah Ed dan Lorainne Warren, pasangan suami istri investigator untuk hal-hal yang berbau gaib dan paranormal. Sekarang dalam film The Nun, kita akan dibuat tau sejarah kenapa setan Valak itu muncul? Dan kenapa dia menghantui dan menakuti dalamThe Conjuring Universe?



Dikisahkan seorang Bapa (Father / Pendeta) Burke (DemiánBichir) yang cukup terkenal untuk hal-hal yang berbau gaib dan pengusiran roh, diutus oleh Katedral Vatikan untuk menginvestigasi sebuah Biara keramat di daerah Rumania, Biara Cârța. Biara tersebut merupakan sebuah bangunan besar berbentuk kastil yang sangat kokoh dan tua serta menyeramkan. Dia bersama Suster (Sister) Irene (Taissa Farmiga), seorang Suster muda yang belum diangkat menjadi biarawati berangkat ke Rumania hanya dengan satu petunjuk, yaitu adanya peristiwa Suster yang bunuh diri yang ditemukan oleh pemuda asal Perancis – Kanada, Frenchie (Jonas Bloquet). Bapa Burke, Suster Irene dan Frenchie (yang secaraterpaksa) akhirnya memutuskan apa yang terjadi dengan Biara tersebut. Dan banyak peristiwa aneh yang menghantui mereka bertiga.



Premis film ini memang bisa dibilang sangat sederhana, tetapi siapa yang akan menyangka apa yang terjadi oleh 3 pemeran utama dalam film ini. Mereka bisa dibilang 3 orang yang memiliki rasa penasaran yang terlalu besar untuk mengungkapkan kebenaran yang ada di Biara keramat tersebut.



Bapa Burke sebagai senior dalam ilmu gaib dan pengusiran roh, bahkan harus berkali-kali merasakan ketakutan yang sangat nyata dengan kemunculan setan baru yang selalu menghantuinya. Aktor veteran Demián Bichir memang tidak diragukan lagi untuk memerankan tokoh sentral ini. Taissa Farmiga sebagai Suster Irene juga berpenampilan cukup menarik perhatian karena dia bukanlaht okoh wanita yang selalu ketakutan atau yang terlalu banyak menjerit-jerit. Dia adalah Suster Irene yang ternyata dipilih bukan sembarang dipilih, dia dipilih karena memiliki keberanian yang luar biasa untuk mengungkapkan kebenaran, dan juga ada selipan kekuatan gaib yang dimilikinya. Sepanjang film, kemiripan wajah Taissa Farmiga dengan Vera Farmiga (karena mereka kakak beradik) bisa membuat penonton berspekulasi adanya keterkaitan antara Suster Irene dengan Lorraine Warren. Sedangkan Frenchie, yang bisa dibilang mampu menghindari peristiwa gaib ini malah ikutan membantu 2 orang tersebut untuk menyelamatkan mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Mungkin alasannya karena Frenchie selalu dihantui (pada saat tidurnya) setelah dia menemukan mayat suster yang bunuh diri di Biara keramat tersebut.



Secara teknis genre horor, The Nun memang praktis memiliki konsep yang sama dengan film-film The Conjuring Universe. Horor klasik dengan konsep ketuhanan yang melawan setan. Tetapi setan yang dilawan adalah salah satu setan terkuat dalam sepanjang dunia The Conjuring Universe, Valak. Sebuah kitab bertajuk The Lesser Key of Solomon, yaitu sebuah kitab dari abad ke-17 yang berisi mantra-mantra setan, Valak (atau Ualac, Valac, Valax, Valu, Valic, Volac) tidak lain adalah Presiden Agung dari Neraka. Secara umum, Valak adalaht okoh yang berpangkat tinggi di dunia iblis. Sering digambarkan mengendarai naga berkepala dua dan memerintah 30 legiun setan. Begitu kuatnya Valak yang menyebabkan James Wan dkk sebagai produser akhirnya memberikan sebuah kisah seram ini untuk membangun cerita dalam The Conjuring Universe.



Secara visual, film ini sangatlah menyeramkan, apik, danrapih, cukup banyak adegan-adegan gelap dengan teknik kamera yang memutar untuk melihat kondisi sekiat dan membuat para penonton ketakutan. Begitu juga dengan set produksi yang bisa dibilang lebih terlihat wah dan mahal dibandingkan film-film Annabelle. Kelemahan dari visual dan adegan-adegan dalam film ini adalah, kemonotonan jump scare yang sudah muncul dari awal film. Sehingga di akhir film penonton akan merasakan kelelahan ditakuti dengan hal-hal seperti itu lagi. Belum lagi beberapa adegan yang tidak terlalu jelas mengapa diperlihatkan sehingga menjadi plot hole yang cukup menggangu. Juga asal-usul mengapa Valak itu‘ada’ yang dibuat dengan kisah yang sangat sederhana, sehingga penonton merasakan bahwa kemunculan Valak terlalu dipaksakan.

Walaupun kemunculan Valak seakan dipaksakan, bukan berarti film The Nun adalah sebuah film yang dipaksakan untuk ada. Dapat dikatakan film ini adalah sebuah perwujudan rasa penasaran James Wan dkk sebagai penggagas The Conjuring Universe untuk membangun cerita film-film mereka berikutnya.Sebuah film yang ambisius dan berani dan tanpa ragu untuk menakuti para penonton dari waralaba film horror tersukses dekade ini. Keberanian film ini adalah pewujudan keberanian Bapa Burke dan Suster Irene untuk mengungkapkank ebenaran dan juga keberanian para penonton yang rela harus menghadapi Valak dalam The Nun. Suatu langkah berani yang mengharapkan sebuah jawaban.

(By Ibnu Akbar)