Setelah sukses mengaduk emosi penonton lewat Miracle in Cell No. 7, ada lagi film remake Korea tentang ayah dan anak arahan sutradara Benni Setiawan dengan kisah mengharukan yang kali ini diadaptasi dari film Korea Pawn (2020). Meski begitu, saya menonton Panggil Aku Ayah (PAA) tanpa membandingkannya dengan versi aslinya — review ini murni berdasarkan pengalaman menonton filmnya sendiri.
Sinopsis Singkat
Dedi (Ringgo Agus Rahman) dan Tatang (Boris Bokir) adalah dua penagih utang yang terpaksa menyandera seorang anak kecil karena sang ibu tak mampu membayar hutangnya. Anak itu, Intan, atau yang mereka panggil “Pacil” (diperankan Myesha Lin), perlahan menjadi bagian dari hidup mereka. Dari hubungan yang awalnya terpaksa, tumbuhlah rasa sayang dan ikatan layaknya keluarga.
Nuansa & Penyajian
Berbeda dari banyak drama keluarga yang biasanya hangat dan penuh warna, PAA justru hadir dengan tone yang gloomy dan murung. Meski ada karakter anak kecil yang lucu, suasana kelam ini cukup dominan.
Durasi film tergolong panjang, namun ritme pacing-nya masih terjaga. Sayangnya, momen komedi yang dihadirkan terasa minim, sehingga penonton harus menunggu cukup lama sebelum momen haru yang menjadi andalan muncul.
Hal yang perlu diperhatikan, meski materi promosi film ini terlihat aman untuk tontonan keluarga, di dalamnya terdapat potret kehidupan malam, bahasa kasar, dan beberapa adegan dengan nuansa cukup gelap. Bagi orang tua yang membawa anak kecil, ini bisa jadi momen awkward di tengah bioskop.
Performa Akting
Dari sisi akting, PAA masih sangat terbantu oleh penampilan para pemainnya. Ringgo Agus Rahman tampil meyakinkan sebagai pria keras yang menyimpan beban hidup namun tetap penyayang. Mikro-ekspresinya berbicara banyak tanpa dialog berlebihan.
Boris Bokir menjadi scene stealer dengan pembawaannya yang luwes dan natural. Sementara Myesha Lin sebagai “Pacil” benar-benar mencuri hati — pintar, menggemaskan, dan mampu membawa warna tersendiri di tengah dominasi tone film yang kelam.
Kelebihan & Kekurangan
Kelebihan:
-
Akting solid dari Ringgo, Boris, dan Myesha Lin.
-
Pacing terjaga meski durasi cukup panjang.
-
Nuansa Sunda yang kental, memperkuat konsep “Abah” sebagai ayah pengganti.
Kekurangan:
-
Tone terlalu gloomy untuk sebuah drama keluarga, membuat emosi terasa agak kaku.
-
Minimnya momen komedi membuat transisi menuju adegan haru terasa berat.
-
Materi cerita yang “tidak seaman” kesan promosinya.
Kesimpulan
Panggil Aku Ayah adalah drama yang mencoba memadukan nuansa kelam dengan kehangatan hubungan ayah-anak. Meski secara akting sangat kuat, film ini terasa butuh lebih banyak dinamika emosional agar momen haru bisa “menghantam” hati penonton dengan lebih dalam.
Rating: 6,5/10 – Cocok untuk penonton yang menyukai drama keluarga dengan sentuhan realitas keras, tapi perlu mempertimbangkan usia penonton muda sebelum menonton bersama keluarga.