Friday, February 3, 2023

ULASAN: BABYLON




Damien Chazelle yang menarik perhatian publik dan media lewat Whiplash, lalu menghentak lewat La La Land sepertinya ingin mengeksplorasi lebih jauh lagi dalam batasnya menyutradarai film dengan berbeda tema dan genre. Setelah sedikit lesu lewat First Man (2018), Damien Chazelle ingin mencoba menghentak kembali lewat Babylon. Film yang menengahkan transisi erubahan industri perfimaan hollywood di era 20-50an. Nama-nama seperti Brad Pitt dan Margot Robbie pun digaet untuk project film yang cukup ambisius dan liar dari seroang Damien Chazelle.


Love letter yang Liar dari Damien Chazelle terhadap Sinema. Masih dengan tema "Hollywod's Dream" ala La La Land, Namun kali ini Damien Chazelle dengan bentuk yg lebih liar lagi lewat film teranyarnya. Lupakan sejenak vibe jazzy yang sweet seperti La La Land atau drama emosional layaknya First Man, BABYLON bagai melihat anak kecil yang bermain main dengan khayalan "what if" versinya. Adegan crowd shot di awal mengingatkan MinGil ke beberapa film Fellini seperti Amarcord atau Satyricon tapi setelah sejam film bergulir kisah para tokoh ini berangsur semakin personal.


Kredit khusus ke akting Margot Robbie disini. Ledakan emosinya menunjukkan presencenya hampir di tiap adegan (adegan favorit adalah saat syuting awal di set bar koboy dan adegan.pertama kali berdialog di film bersuara) meski karakternya secara "kulit luar" masih stereotipikal, Namun tentu itu bisa dimaklumi karena mengingat setting film ada di masa keemasan Hollywood awal dimana masih banyak stereotype. 


Menyoal sttereotype ini minGil lihat menjadi subteks tersendiri dari film ini dilihat dari ensemble castnya yang diverse. Karakter Asia , Kulit Hitam, bahkan tokoh utamanya; Manuel ( Diego Calva) yang seorang latinx masing masing diberi peran yang vital. Hal tsb semakin menekankan yang MinGil sebut di awal tadi, BABYLON bagai what if yang liar dari Damien Chazelle terhadap masa keemasan Hollywood dimana di masa itu tentunya kita tahu sendiri industri didominasi oleh aktor Amerika.


Untuk pace film berjalan dengan rancak dan to the point berkat jasa scoring jazz yang upbeat dari nominee Oscar; Justin Hurwitz. Disini kita juga akan cukup sering menemukan teknik pergerakan kamera "tepuk pundak" yang khas seperti di La La Land. Kekurangan yang dirasakan ada di make-up yang kurang menunjukkan signifikansi look karakter di tiap babak per tahunnya. Ada 1-2 babak yang terlihat cartoonish padahal film akan ditutup dengan kompilasi yang bermakna dalam.


Disamping itu semua, BABYLON boleh jadi pilihan tontonan kamu yang menggemari film dengan tema sejenis setelah sebelumnya kita disajikan The Fabelmans yang bertema serupa.

Overall: 7,5/10

Subscribe to this Blog via Email :