Tuesday, October 31, 2023

COMEDY ISLAND INDONESIA, GEBRAKAN KONTEN ORIGINAL INDONESIA PERTAMA DARI PRIME VIDEO



Layanan streaming video global Prime Video hari ini mengumumkan produksi Original pertama yang berjudul Comedy Island Indonesia, sebuah hasil kolaborasi Prime Video dengan BASE Entertainment, akan tayang perdana pada 9 November di lebih dari 240 negara dan wilayah di seluruh dunia.


Comedy Island Indonesia merupakan serial komedi dengan format reality show yang memadukan
elemen komedi scripted dan unscripted yang fresh untuk para penikmat komedi di Indonesia. Serial yang akan dibagi ke dalam enam episode ini adalah acara komedi situasional yang unik dan tidak dapat
diprediksi. “Format hybrid yang ditampilkan pada Comedy Island Indonesia merupakan format ambisius dan inovatif yang memadukan realitas, komedi serta petualangan. Mengambil latar di sebuah pulau terpencil di Phuket Thailand, para aktor dan talenta komedi terbaik Indonesia akan bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai tantangan seru,” terang Tina Arwin, Senior Development Executive Prime Video.


Comedy Island Indonesia mempersatukan berbagai komedian dan aktor ternama Indonesia seperti Tora
Sudiro, Asri Welas, Cinta Laura Kiehl, Nirina Zubir, Aming, Tretan Muslim, Dustin Tiffani, Mang Osa, Uus, Onadio Leonardo, dan Muzakki Ramdhan. “Saat mengikuti proses syuting Comedy Island Indonesia, saya dan semua pemain hanya menerima sebagian dari naskah cerita. Sisanya kami harus berimprovisasi agar dapat bertahan dalam acara ini. Hal spontan inilah yang justru menampilkan banyak kelucuan di setiap episodenya,” ujar Tora Sudiro.

                              

Misi utama para pemain di Comedy Island Indonesia ini adalah untuk dapat bertahan hidup dan
melarikan diri dari pulau dengan menghibur pemimpin bajak laut berusia 12 tahun dan kawanannya
yang ingin mewujudkan mimpi mendiang ayahnya. Asri Welas mengatakan, “Setiap hari kami mendapat tantangan yang berbeda-beda dan tidak terduga sebelumnya. Kami pun harus mengatur strategi untuk bekerja sama dalam menyelesaikan misi-misi yang diberikan kepala suku pulau tersebut.” Siapa yang akhirnya dapat bertahan di pulau terpencil ini? Saksikan keseruannya di Comedy Island Indonesia.


Comedy Island Indonesia turut menghadirkan komedian dan aktor ternama Indonesia seperti Tora
Sudiro, Asri Welas, Cinta Laura Kiehl, Nirina Zubir, Aming, Tretan Muslim, Dustin Tiffani, Mang Osa, Uus, Onadio Leonardo, dan Muzakki Ramdhan akan tayang secara eksklusif mulai 9 November di Prime Video Indonesia dan di lebih dari 240 negara dan wilayah di seluruh Indonesia.








REVIEW: PLUTO



Siapa yang gak tau sama Astro Boy? Animasi legendaris ini begitu populer bahkan dijuluki sebagai nenek moyangnya anime karena juga digarap oleh sang maestro mangaka Osamu Tezuka yang juga menciptakan banyak judul judul legendaris seperti Dororo & Buddha. Pada 2003 lalu salah satu arc dari Astro Boy yang berjudul "The Greatest Boy on Earth" diadaptasi menjadi epos 8 episode oleh mangaka maestro lainnya yakni Naoki Urasawa ( Monster, 20th Century Boys) berjudul PLUTO. Ditahun 2023 ini PLUTO mendapatkan adaptasi animasinya lewat platform Netflix. MinGil yang kebetulan nggak baca manganya, langsung tancap gas namatin animenya. Berikut review dari kami:


Anime PLUTO ini bisa diikuti tanpa mesti khatam Astro Boy. Karena PLUTO bener bener memberikan nafas baru bagi kisah dari universe Astro Boy. Naoki Urasawa mengubah tone kisah sang robot anak super rmenjadi kisah crime thriller (diwakili oleh krakter Gesicht yang simpatik) yang humanis dan kompleks, cenderung muram tapi tetap intricate untuk diikutin. Meski akan ada keklisean yang ditemukan, Menuntaskan animasi ini menjadi perenungan tersendiri terhadap nilai nilai yang menyangkut hati nurani dan keberdampingan dengan kecerdasan buatan (AI) ; Isu yang kebetulan saat ini sedang relevan di sekitar kita.


Hampir tiap karakter yang muncul punya momennya tersendiri yang berkaitan dengan perkembangan konflik cerita. Dari robot penjual bunga sampai istri dari karakter pendukung. Disokong dengan penulisan yang solid dan konsisten, Anime PLUTO jadi tontonan dengan berbagai macam isu yang semakin relevan ketika ditonton saat ini. Mulai dari isu geopolitik sampai kejahatan perang. Entah kenapa bisa muncul kebetulan seperti ini.


PLUTO sudah tersedia di netflix. Berjumlah 8 episode dengan masing-masing episode berdurasi 50 menit- 1jam. Mimin sarankan menonton pelan pelan agar bisa meresap dan memahami konflik yang ada di dalamnya.


9/10







Friday, October 27, 2023

REVIEW: FREELANCE



War/ Spy Action-Comedy yang diusung Freelance mungkin sudah seusang konsep maskulinitas Amerika itu sendiri. John Cena adalah faktor utama yang membuat film ini terlihat menarik untuk ditonton. Kepiawaiannya dalam membawakan adegan komedi dan aksi sudah tidak diragukan (Peacemaker TV Series, Fast & Furious Franchise). Freelance adalah film terbaru yang disutradarai oleh Pierre Morel (Taken), ditulis oleh Jacob Lentz dalam debutnya sebagai penulis. Dibintangi oleh John Cena, Alison Brie, Juan Pablo Raba, dan Christian Slater. Freelance sudah tayang di bioskop terdekat anda mulai 25 Oktober.


Akibat tragedi dan cedera dalam operasi militer terakhirnya membuat Mason Pettits (John Cena) seorang Pasukan Khusus Green Baret, harus pensiun dan menjadi pengacara. Ia kini hidup tenang Bersama istri (Alice Eve) dan anaknya Casey (Molly McCann). Bertahun-tahun setelah pensiun dan hidup dalam kebosanan sebagai warga sipil, ia ditawari pekerjaan oleh teman lamanya Sebastian (Christian Slater) yang kini membuka Perusahaan Kontraktor Keamanan / Private Security Agency. Ia ditawari menjadi bodyguard bagi jurnalis Claire Wellington (Alison Brie) saat dia mewawancarai Juan Venegas (Juan Pablo Raba), presiden Paldonia. Presiden Venegas inilah yang diduga menjadi dalang tragedy yang menewaskan rekan seperjuangannya. Setelah lama tidak mengalami situasi hidup dan mati, Mason terpaksa membangkitkan Kembali insting kemampuan militernya agar mereka bertiga dapat keluar hidup-hidup dari situasi kudeta ini.


Film Freelance punya premis potensial namun sayangnya hal ini tidak dieksplorasi secara menyeluruh sehingga agak nanggung untuk segi kedalaman cerita, semuanya serba stereotype dan tidak ada hal inovatif yang ditawarkan. Kisah politik di kota fiktif Paldonia yang secara satirical menyinggung tentang pengaruh besar entitas korporasi global di Amerika Selatan, eksploitasi sumber daya alam di negara-negara tersebut, dan konflik dan kudeta khas di negara perbatasan sebetulnya naskah Lentz bisa saja menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam dan lebih satir (“The Contractor” karya Chris Pine dan “Our Brand is Crisis” yang dibintangi Sandra Bullock dapat menjadi referensi). Namun Freelance hanya menyuguhkan semuanya di permukaan tanpa kedalaman atau pesona. Dialog dan lelucon yang ditambah dengan aksi dan ledakan, masih dapat diterima dan cukup menghibur, mengingatkan kita akan True Lies dan Mr. & Mrs. Smith. 


Untuk segi akting dan karakter selain John Cena, Pablo Bara sang Pencinta Latin cukup menonjol sebagai Presiden Venegas yang eksentrik namun ternyata jenius dan punya selera humor tinggi lewat dialognya yang cerdas. Alison Brie, sang jurnalis terkesan hanya sebagai pelengkap dan ditonjolkan hanya untuk elemen seksual dalam film, Chemistrynya dengan Cena juga kurang kuat entah karena penulisan karakternya atau naskah cerita. Secara cerita alurnya straightforward dan mudah ditebak tapi berkat akting ketiga pemainnya (Cena, Brie, Bara) film ini jadi memiliki ‘nyawa’. Latar lokasi film yang eksotis di Kolombia, yang ditangkap dengan indah oleh sinematografer Thierry Arbogast, juga menjadi keunikan film ini sehingga membuat film menjadi dinamis dan tidak membosankan.


Sorotan penting dari film ini adalah evolusi John Cena sebagai pahlawan aksi. Kepiawaiannya membawakan peran-peran utama yang tidak satu dimensional membuktikan fleksibilitasnya sebagai seorang aktor. Freelance walau premisnya usang dan generik masih layak menjadi tontonan untuk pengisi waktu luang khususnya bagi para penggemar komedi aksi, kalian tidak akan kecewa dengan akting Cena di film ini karena dijamin kita akan puas terhibur. Satu hal yang pasti kita butuh John Cena untuk lebih banyak lagi bermain dalam film-film sejenis.

Overall: 7/10






Thursday, October 26, 2023

REVIEW: FIVE NIGHT'S AT FREDDY

Blumhouse kembali mengadaptasi sebuah IP yang sudah populer menjadi sebuah film. Kali ini IP yang diadaptasi adalah game horror Five Night's At Freedy. Game yang pertama kali rilis tahun 2014 dan sudah punya beberapa seri ini sudah memulai pengmabangan adaptasi filmnya sejak tahun 2015 dan karena beberapa alasan akhirnya produksi film tersebut bisa terealisasi tahun ini. Disutradarai dari nama baru di kursi penyutradaraan Emma Tammi, film turut dibintangi oleh Josh Hutcherson, Elizabeth Lail dan Matthew Lillard.

Dibayang-bayangi trauma masa lalunya, Mike Schmidt (Josh Hutcherson) seorang penjaga keamanan harus dipecat dari pekerjaannya setelah melalkukan kesahalan fatal. Tidak punya banyak pilihan dsertai keterdesakan untukbisa mempertahankan hak asuh adiknya perepuannya, Mike akhirnya menerima pkerjaan  di Freddy Fazbear's Pizza. Saat menjalani shift malam pertamanya, ia menyadari bahwa pekerjaan ini ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan sebelumnya. Mike mulai mendapatkan teror seram dari para animatronic yang diawasi oleh Mike. Tidak hanya itu, teror tersebut membawa Mike pada trauma masa lalunya dan juga mengancam nyawa adik bungsunya.


Dengan genre supernatural-horror film ini seperti kebingungan menentukan arah genrenya sendiri. Setelah act pertama bukan elemen horror yang kental diberikan, justru film lebih mengarah menjadi drama-thriller. Tidak hanya sampai disitu, kebingungan juga terjadi pada yang menjadi sumber horror dari film ini yaitu boneka-boneka animatoric. Alih-alih konsisten di set-up untuk sesuatu menyeramkan, yang ada justru mengubahnya menjadi sesuatu yang friendly. Memang pada akhirnya seiring berjalannya narasi cerita, boneka-boneka animatoric kembali pada akarnya, namun rasa was-was dari penonton sudah jauh hilang karena bagian penting dari rahasia-rahasia para boneka animatoric sudah terlebih dahulu dibuka kepada penonton.


Dengan materi yang mejanjikan, Blumhouse Production gagal memaksimalkan potensi tersebut. Pengembangan naskah yang katanya sudah dimulai sejak 2015 tentu saja tidak sesuai dengan hasil yang diberikan. Naskah tidak hanya generik, namun juga kasar. Seolah draft belum selesai tapi tetap dikejar untuk produksi. Bahkan untuk yang tidak mengikuti game sekalipun tidak mendapati sesuatu yang sepasial. Dengan konteks sama-sama dari boneka, Chucky franchise sudah hadir yang jauh lebih baik dari film ini.

Overall: 4/10

Friday, October 20, 2023

REVIEW: IT LIVE INSIDE




Mitos, Urban Legend, Tahayul adalah bahan dasar yang sering dipakai untuk ide cerita film horror. It Lives Inside merupakan film horor yang akan segera tayang dengan mengangkat tema horor supranatural yang mengedepankan adat tradisional India di tengah lingkungan kehidupan sosial negara barat. It Lives Inside ditulis dan disutradarai oleh Bishal Dutta dan dibintangi oleh Megan Suri. Film ini memulai debutnya di festival film South by Southwest 2023, dan dirilis oleh Neon pada 22 September 2023. It Lives Inside adalah karya debut sutradara Bishal Dutta, seorang pendatang baru di dunia film. Sebelumnya, dia sudah beberapa kali membuat film pendek yang cukup mendapat apresiasi di sejumlah festival film. Film panjang pertamanya ini terinspirasi dari pengalaman pribadinya sendiri sebagai bagian dari keluarga imigran asal India yang merantau dan memulai kehidupan baru di US serta mengalami langsung dampak dari perubahan kultur lingkungan sosial yang mempengaruhi bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari.


Fokus kisah dalam film ini berpusat pada kehidupan keluarga India-Amerika yang terdiri dari pasangan suami-istri Poorna (diperankan Neeru Bajwa) dan Inesh (Vik Sahay) serta putri tunggal mereka Samidha (Megan Suri). Sebagai keluarga imigran, mereka harus berhadapan dengan beratnya proses asimilasi dan adaptasi dengan lingkungan di negara baru yang sangat berbeda. Ibu Samidha, Poorna, tergolong kaku dan konservatif terhadap nilai-nilai budaya lokal mereka serta ajaran Hindu. Sedangkan ayahnya, Inesh termasuk orang yang santai dan cukup liberal terhadap Sam. Suatu hari Tamira, teman kecil Sam yang tampak aneh, menghampirinya sambil membawa toples. Ia berbicara tentang makhluk supranatural yang ada dalam toples yang ia bawa tapi Sam menjadi kesal karena menganggap Tamira hanya mengada-ada. Secara tak sengaja toples yang dipegang Tamira terjatuh ke lantai dan pecah. Hal ini akan jadi awal mula bencana buruk karena tak lama setelah kejadian itu, Tamira menghilang secara misterius dan Sam mulai dihantui mimpi buruk. Ketika berusaha mencari Tamira ia mendapati bahwa kenyataan bahwa temannya itu telah diculik oleh iblis India kuno yang disebut Pishach.


Konsep konflik budaya, terutama dari sudut pandang imigran atau kaum minoritas rupanya tengah menjadi gimmick yang unik dan menarik untuk ditampilkan di dalam film keluaran era sekarang ini. Serupa dengan kebanyakan film horor dari Asia pada umumnya, film ini bertopang pada cerita hantu tradisional. Kali ini, diangkat berdasarkan mitologi Hindu tentang roh jahat Pishacha yang berasal dari neraka. Disampaikan secara singkat di awal film bahwa Pishach ternyata bukan hanya ada di dalam cerita-cerita dongeng nenek moyang yang biasa disampaikan turun-temurun saja, tetapi telah benar-benar muncul di dunia / bumi ini untuk meneror dan memangsa manusia. Pada film ini, Pishach digambarkan sebagai monster yang tidak dapat dilihat manusia tapi terkadang dapat menampilkan wujud fisiknya. Dengan deretan aktor pendatang baru yang mewarnai film ini, faktor akting terlihat tidak menjadi andalan utama dari film ini. Dengan menampilkan sejumlah karakter utama dengan pengembangan karakter tidak terlalu dalam, cerita film langsung berjalan cepat menuju inti permasalahan utamanya, yaitu kemunculan dari Pishach yang menyerang manusia, bahkan memakan korban. Alur cerita yang digambarkan pada film juga sederhana dan terkesan klise. Formula plotnya cukup memadai namun tidak memberikan adanya nuansa baru dalam genre horor pada umumnya.


Nilai positif film horor ini terdapat pada efek visual yang menampilkan Pishach sebagai sosok menyeramkan yang menjadi sumber teror dan ancaman bagi karakter utama film. Setiap adegan yang melibatkan Pishach dibuat dengan CGI yang cukup apik dan tidak terkesan murahan seperti yang kadang terjadi pada film horor indie kebanyakan. Nilai plus lainnya, film ini tidak menggunakan jump scares secara berlebihan seperti kebanyakan film horor keluaran Hollywood yang kehabisan akal bagaimana caranya membuat suasana menyeramkan bagi penonton. Di bagian konklusi tidak ada plot twist yang kompleks hanya kurang penjelasan saja bagaimana nasib Sam setelah kejadian di adegan finale.


Secara keseluruhan, It Lives Inside adalah sebuah film horor standar bercita rasa Indie, namun diproduksi dengan rapi dan dibungkus dengan efek visual yang cukup baik sehingga bisa menjadi tontonan ringan yang seru di bulan Halloween ini.



Overall: 6.5/10

Wednesday, October 18, 2023

REVIEW: KILLERS OF THE FLOWER MOON





Ambisius mungkin satu kata yang mewakili setiap karya-karya dari seorang Martin Scorsese. Makin bertamahanya usia yang bisa disebut masuk usia senja rasa ambisius itu masih tak lekang oleh waktu. Durasi film terbarunya KILLER OF THE FLOWER MOON yang menyentuh 206 menit adalah durasi yang tak bisa ditawar lagi. Scorsese punya alasan kuat kenapa durasi filmnya tidak dipersingkat lagi. Mengurangi durasi akan mengkhianati esensi dari film tersebut. Lalu apakah film ini memang layak menita waktu 3,5 jam kita duduk di bioskop?


Pada pergantian abad ke-20, minyak membawa kekayaan bagi Bangsa Osage, yang dalam sekejap menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Kekayaan penduduk asli Amerika ini menarik perhatian para penyelundup kulit putih, yang memanipulasi, memeras, dan mencuri uang Osage sebanyak yang mereka bisa sebelum melakukan pembunuhan. Berdasarkan kisah nyata dan diceritakan melalui romansa yang mustahil antara Ernest Burkhart (Leonardo DiCaprio) dan Mollie Kyle (Lily Gladstone). Killers of the Flower Moon adalah kisah kejahatan barat yang epik, di mana cinta sejati melintasi jalan dengan pengkhianatan yang tak terkatakan.


Lewat film berdurasi 3,5 jam ini Martin Scorsese membawa kita lebih dalam ke sudut pandang ketamakan dan keserakahan, namun juga menyelipkan romansa di tengah-tengah kebrutalan filmnya. Segala kritikan Scorsese akan film-film mainstream (baca: film-film superhero) jadi makin terasa masuk akal karena secara tidak langsung lewat film ini Scorsese bisa memberi gambaran bagaimana setiap aspek artistik dan entertaiment bisa berjalan berkesinambungan tanpa menghilangkan visi seorang sutrdara, alih-alih mengikuti template yang berulang.


Cerita sebagus apapun tentu tidak akan berjalan baik jika tidak disampaikan dengan sempurna oleh para pemainnya. Leonardo DiCaprio dan Robert De Niro mampu memberikan aspek penyampaian sempurna tersebut. Leonardo DiCaprio yang memerankan Ernest Burkhart dengan segala kegamangannya dan ambiguitas moral jatuh makin dalam kubang keserakahan dan ketakaman pamannya William Hale yang manipulatif dan diperankan tidak ada yang lebih baik lagi dibandingkan dari aktor watak yang satu ini. Bisa dibilang peran Robert De Niro dalam film ini adalah salah satu yang terbaik.


Durasi 206 menit memang sedikit membutuhkan effrt lebih menonton lebih. Saya tidak kaget jika kamu sedikit harus sering menggerakan badan di 30 menit pertama akibat ngantuk karena memang salur pada 30 menit itu cukup lambat. Tapi setelah 30 menit ketika sudah masuk dalam cerita tidak ada lagi yang bisa menarik perhatian kamu selain layar bioskop. Perhatian hingga sudah mencapai konklusi atau epilog yang divisualkan dengan cara teatrikal yang membuat film ini adalah masterpiece hingga akhir dan bahkan membuat kamu sadar mengecek smartphone untuk melihat jam selama film berlangung.

8/10

Tuesday, October 10, 2023

REVIEW: SAW X



Setelah penampilan Spiral yang mengecewakan tahun 2021 lalu, pengumuman kemunculan sekuel Saw yang baru bagaikan angin segar bagi para fansnya. Saw X adalah bagian kesepuluh dari seri film Saw adalah merupakan sekuel langsung dari Saw (2004) dan prekuel dari Saw II (2005). Film ini disutradarai dan diedit oleh Kevin Greutert dan ditulis oleh Peter Goldfinger dan Josh Stolberg. Saw X kembali dibintangi oleh Tobin Bell dan Shawnee Smith yang mengulangi peran mereka, bersama Synnøve Macody Lund, Steven Brand, Renata Vaca, dan Michael Beach. Sekuel ini terletak antara peristiwa dua film pertama. Awalnya dimaksudkan untuk menjadi sekuel kesembilan, plot film tersebut ditunda demi spin-off berjudul Spiral. Saw X dirilis secara teatrikal oleh Lionsgate pada 29 September 2023. Film ini sudah mendapat ulasan positif dari para kritikus; banyak yang menggambarkannya sebagai entri terkuat sejak film pertama dan memuji penampilan Bell.

John Kramer (Bell) menderita kanker otak stadium lanjut di mana ia hanya punya waktu beberapa bulan untuk hidup. John kemudian menghadiri pertemuan dukungan kanker, di mana dia bertemu Henry Kessler, yang mengaku juga mendapatkan diagnosis kanker stadium akhir namun di pertemuan berikutnya Henry yang tampak sehat, mengaku telah disembuhkan oleh pengobatan kanker eksperimental Norwegia yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Dr. Pederson (Donagh Gordon). John yang putus asa menghubungi putri dokter, Cecilia Pederson (Synnøve Macody Lund), yang merujuknya ke kliniknya di Mexico City. John diantar ke klinik oleh sopir taksi Diego (Joshua Okamoto), dan bertemu Cecilia dan timnya – Mateo (Octavio Hinojosa), Valentina (Paulette Hernández), dan Dr. Cortez – serta seorang wanita muda bernama Gabriela (Renata Vaca) yang mengaku telah disembuhkan oleh Cecilia, dan pasien lainnya, Parker Sears (Steven Brand), yang baru saja menjalani operasi. John juga bertemu Carlos (Jorge Briseño), seorang anak laki-laki yang tinggal di dekatnya, dan keduanya menjadi dekat ketika John memperbaiki sepedanya. Setelah John menjalani operasi, diberitahu Cecilia bahwa dia sekarang bebas kanker. John merasa gembira dan membelikan hadiah untuk Gabriela; Namun, setelah kembali ke klinik, dia kemudian menyadari bahwa seluruh operasi adalah scam/ penipuan. Sebagai pembalasan, dia menculik seluruh orang yang bertanggung jawab dalam operasi tersebut dan memasukkan mereka ke dalam perangkap maut yang menjadi ciri khasnya.

Setelah ajal menjemput John/Jigsaw pada bagian akhir dari Saw III, John hanya tampil lewat flashback namun kurang berfokus pada cerita yang berkualitas. Perbedaan dibandingkan dengan film-film Saw awal, adalah bahwa di sini John diposisikan sebagai “orang baik” yang menjadi korban scam/ penipuan. Film ini membuat kita bersimpati padanya dengan melihat kehidupan pribadi John. bagaimana memahami harapan dan impiannya untuk bisa mengalahkan kanker namun harus ditipu oleh orang-orang yang tamak. Saw X tidak sekedar sekuel langsung seperti film-film sebelumnya. Ini seperti kisah balas dendam horor yang membuat penonton bersorak dan bersimpati dengan sang pembunuh. Saw X mengambil langkah lebih jauh tidak hanya memanfaatkan fandom Saw tapi menjadikan apa yang menjadi spesialisasi John dalam merancang perangkap untuk menjadi seorang “pahlawan” terhadap manusia-manusia yang rusak. Ketika jebakan-jebakan khas jigsaw dimulai, jebakan-jebakan yang sama buruknya seperti di film-film Saw lain, dengan tingkat kebrutalan yang semakin meningkat untuk tiap jenis perangkap, kita diingatkan akan apa itu film Saw: sebuah tes ketahanan mental yang sepertinya adalah candu bagi para fans. Walau premise nya sederhana namun film ini berhasil membuat penonton bernostalgia dengan Kembali ke akar dan ciri khas franchise film ini.

Keputusan untuk membuat sekuel di antara film Saw yang sudah rilis dan kembali berfokus ke Jigsaw (Tobin Bell) merupakan hal yang tepat dan tak terduga. Ini juga bisa menjadi kesempatan menebus sekuel-sekuel yang off-track untuk menjadikannnya lebih ‘nyambung’ dan tidak sekedar film horor pembunuhan yang hanya berfokus pada adegan-adegan sadis. Saw X seperti menjadi film ‘comeback’ yang dinanti para penggemar. Saya rasa dengan bekal cerita yang bagus franchise Saw akan dapat hidup kembali.


8/10

Friday, October 6, 2023

PAMALI DUSUN POCONG SIALP MALAMPAUI PRESTASI FILM PERTAMANYA



LYTO Pictures resmi merilis film Pamali: Dusun Pocong, menyusul kesuksesan film Pamali yang telah tayang pada 2022 lalu. Film ini merupakan adaptasi dari game horor populer Pamali: The Tied Corpse, karya StoryTales Studio, developer game tanah air dari kota Bandung. Trailer Pamali: Dusun Pocong sendiri telah berhasil menarik perhatian publik karena menampilkan jumlah pocong yang sangat banyak. Ditambah film ini merupakan adaptasi dari chapter yang paling menyeramkan dari Universe game Pamali. Film ini digadang-gadang menjadi film yang paling menyeramkan tahun ini.


Pamali: Dusun Pocong mengisahkan tentang tiga tenaga medis dan dua penggali kubur yang ditugaskan untuk membantu sebuah dusun terpencil yang sedang terkena wabah mematikan. Saat bertugas di sana, mereka mendapatkan teror dari pocong-pocong mengerikan. Apakah kejadian itu berkaitan dengan adat istiadat di dusun tersebut, ataukah ada aturan adat yang mereka langgar?


Kehadiran Fajar Nugra (Pamali 2022, KKN di Desa Penari) dan Yasamin Jasem (Keluarga Cemara The Series) sebagai bintang utama tentu menarik untuk disimak. Fajar yang terkenal dengan stand up komedinya, menjadi pasangan yang unik bagi Yasamin yang merupakan artis watak dan sudah berpengalaman dalam banyak film drama. Chemistry keduanya bisa menjadi pemanis dalam kisah kelam di dusun pocong ini. Dea Panendra (Marlina, si Pembunuh dalam Empat Babak, Penyalin Cahaya) yang selalu all in dalam berperan juga ikut masuk dalam jajaran cast, bersama aktor teater Bukie B Mansyur (Hari Ini Kita Akan Cerita Nanti, Imperfect the Series 2), Arla Ailani yang sedang naik daun (Keramat 2: Caruban Larang, Gita Cinta dari SMA), dan artis muda berbakat Anantya Kirana (Asih 2, 12 Cerita Glen Anggara).



Pamali: Dusun Pocong akan segera menyapa penonton di bioskop seluruh Indonesia pada 12

Oktober 2023 mendatang.








REVIEW: THE EXORCIST BELIEVER



Tema Film Horor Supernatural memang tidak ada habisnya dan selalu jadi komoditi yang dicari oleh para adrenaline junkies. Setelah The Nun 2 yang kurang oke dari segi cerita, saat ini di bioskop sedang tayang The Exorcist: Believer, mendengar namanya kita sudah pasti dibuat penasaran apakah ini sekuel atau remake atau reboot, mengingat Hollywood punya kebiasaan untuk mendaur ulang atau melanjutkan sekuel yang tidak perlu. Film ini ternyata adalah kelanjutan sekuel dari film horor legendaris The Exorcist yang rilis 1973, disutradarai oleh David Gordon Green dan ditulis oleh Peter Sattler dan Green. The Exorcist diangkat dari novel populer bertajuk sama karya William Peter Blatty rilisan 1971. Jika diurutkan ini adalah film keenam dalam franchise The Exorcist. Film ini dibintangi oleh Ellen Burstyn yang mengulangi perannya sebagai Chris MacNeil, Leslie Odom Jr., Ann Dowd, Jennifer Nettles, Norbert Leo Butz, Lidya Jewett, dan Olivia Marcum. Jason Blum lewat Blumhouse Production yang terkenal dengan koleksi film horornya adalah sosok di balik pemilihan judul ini untuk diangkitkan dan Ini adalah judul pertama dari trilogi film baru dari franchise The Exorcist yang direncanakan untuk diproduksi.


Sejak kematian istrinya yang sedang hamil dalam gempa bumi Haiti 12 tahun lalu, Victor Fielding (pemenang Tony dan nominasi Oscar® Leslie Odom, Jr.; One Night in Miami, Hamilton) telah membesarkan putri mereka, Angela (Lidya Jewett) sendirian. Tapi ketika Angela dan temannya Katherine (pendatang baru Olivia ONeill), menghilang di hutan, hanya untuk kembali tiga hari kemudian tanpa mengingat apa yang terjadi pada mereka, hal itu memicu serangkaian peristiwa yang akan memaksa Victor untuk menghadapi titik nadir. Dalam ketakutan dan keputusasaannya, ia mencari satu-satunya orang yang masih hidup yang pernah menyaksikan hal seperti itu sebelumnya: Chris MacNeil (Ellen Burstyn), mantan aktris yang pernah mengalami posisi Victor pada 50 tahun lalu. Pertemuannya dengan Chris akan menjadi pertaruhan akankah Victor bisa mengembalikan Putrinya Angela seperti sebelumnya.


Beban berat berada di pundak produser Jason Blum (yang didapuk sebagai produser Film Horor paling prolific saat ini) dan sutradara David Gordon Green, David bukan terbilang baru karena dia pernah terlibat dlm trilogy Halloween terbaru yang cukup sukses, soal gimana caranya menghadirkan suasana horor seperti film pertama 50 tahun lalu (1973) yang mengguncang penikmat film hingga mampu menjadi fenomena pop culture dan tonggak baru perfilman horor. Untuk proyek ini sayangnya terkesan kurang all out dan tidak menampilkan inovasi baru. First act film ini berhasil menampilkan pengenalan karakter Victor dan Angela serta Chemistry ayah-anak yang tersampaikan dengan baik. Peristiwa menghilangnya Katherine (Olivia Marcum) dan Angela cukup membuat penonton merasakan kegelisahan yang sama. Memasuki Second Act barulah kita diperlihatkan fenomena double possession yang ingin diperkenalkan sebagai pembeda dari film terdahulu tapi malah bikin bingung. Green berusaha mengedepankan kengerian dan keseraman tanpa mengandalkan jump scare lewat makeup dan prostetik. Penampakan Angela dan Katherine setelah dirasuki roh jahat cukup mengerikan dan disturbing, proses transformasi mereka diperlihatkan cukup detil ditambah dengan soundtrack ikonik, Tubular Bells, yang digunakan dari film 1973. Di bagian third act atau final act untuk ritual pengusiran setan (eksorsime) menggunakan beberapa tokoh dari aliran Kristen dan katolik yang saya rasa mengaburkan konteks eksorsisme itu sendiri ditambah character development masing-masing tokoh agama sangat kurang dan kita tidak bisa percaya kalau mereka memang memiliki kemampuan itu.



Salah satu benang merah dari film pertama yaitu Chris Macneill (Ellen Burstyn) malah disia-siakan dan tidak dimanfaatkan maksimal. Perjalanan spiritual Victor seharusnya dapat digali lebih baik dan memperkaya cerita sesuai tema film ini. Penampilan Leslie Odom adalah satu-satunya hal yang positif dari film ini. Untuk sebuah sekuel Franchise Horor paling terkemuka sepanjang masa, sekuel ini kurang greget, dari segi makeup masih okay lah, Hollywood memang jagonya untuk urusan ini, tetapi dari segi cerita terasa kurang developed terutama jika ingin menitikberatkan sisi religi dan perjalanan iman sang tokoh utama Victor. Secara keseluruhan The Exorcist: Believer bisa menjadi obat rindu bagi para penggemar The Exorcist karena Green membawakan cerita yang disesuaikan dengan masa kini. Film ini terasa antiklimaks di akhir yang akan membuat penonton merasa bingung dan harus menginterpretasikan sendiri apa yang baru saja terjadi. Jujur hanya penampilan Leslie Odom dan Lidya Jewett) yang menolong film ini. Secara box office perlu dilihat apakah review negatif para kritikus akan mempengaruhi performance box office film ini mengingat orang-orang akan tetap penasaran dengan film ini. Akan tetapi butuh usaha cukup keras untuk meneruskan rencana trilogi The Exorcist yang baru ini dan masi perlu dilihat perkembangannya apakah masih diteruskan atau berakhir di film ini.





7/10