Showing posts with label Ernest Prakasa. Show all posts
Showing posts with label Ernest Prakasa. Show all posts

Friday, December 23, 2022

ULASAN: CEK TOKO SEBELAH 2




6 tahun berselang dari film pertamanya akhirnya sekuel Cek Tokoh Sebelah keluar juga. Hal ini disebabkan salah satunya karena pandemik, Ernest bertindak sebagai penulis cerita dibantu istrinya Meira Anastasia, sutradara sekaligus pemain di film CTS 2. Meski sebagian besar cast di film pertama kembali memainkan peran yang sama, namun di film sekuel nya hadir sederet pemain baru. Beberapa pemain baru tersebut diantaranya Laura Basuki, Maya Hasan, dan Widuri Sasono. Ernest Prakasa, Dion Wiyoko, Adinia Wirasti, Chew Kin Wah, Adjis Doa Ibu, Awwe, Yusril Fahriza, Hernawan Yoga turut membintangi Kembali film CTS 2. CTS 2 tayang di bioskop hari kamis 22 Desember ini sebagai film keluarga penutup tahun persembahan Star Vision.



Film CTS erat dengan konflik keluarga maka di sekuel keduanya juga mengangkat cerita yang berhubungan dengan masalah keluarga kali ini isu status sosial dan berfokus kepada kedua anaknya yaitu Erwin dan Yohan. Erwin (Ernest Prakasa) sedang mengalami perjalanan kisah cinta dengan kekasih baru yang rencananya akan diamar yaitu Natalie (Laura Basuki). Namun, proses tersebut mengalami kerikil tajam akibat tentangan dari Ibu Natalie (Maya Hasan) kepada Erwin. Lalu ada juga kisah Yohan (Dion Wiyoko) bersama istrinya Ayu (Adinia Wirasti) yang dihadapkan dengan keinginan dari Koh Afuk untuk segera memiliki cucu. Bagaimana Erwin dan Yohan mengatasi masalah mereka ini lah yang coba ditawarkan lewat cerita film ini yang tentu saya simpan agar anda dapat menyaksikannya sendiri di bioskop.



Sebagai penonton yang sudah menyaksikan CTS 1 saya memiliki ekspektasi tertentu bahwa cerita yang kali ini dibawakan dalam sekuelnya harus lebih atau minimal sama berkesannya seperti di CTS 1. Namun pada sekuelnya saya tidak mendapatkan hal tersebut, film ini bisa dibilang mengangkat tema konflik keluarga yang umum dan dapat ditebak arahnya, konflik serupa dapat ditemukan di serial atau film lainnya. Ciri khas keluarga Erwin yang berlatar keluarga oriental dan dari garis keturunan Tionghoa masih ada tapi tidak meresap ke dalam “jiwa” film ini seperti di film pertamanya. Meski demikian, dari segi cerita yang disampaikan tergolong cukup rapi dan konflik- konfliknya sangat relate dengan pola hidup masyarakat di Indonesia. Alur cerita dan character developmentnya enak untuk diikuti dan dinamika konflik utama antara Erwin dan Natalie dan konflik Yohan dan Ayu tidak saling mendominasi. Penampilan para komika tidak semasif di film pertama dan adegan komedinya ada yang agak dipaksakan di beberapa adegan. Keputusan untuk lebih menonjolkan sisi drama ketimbang komedi kali ini buat saya masih sejalan dengan tema filmnya walau hal ini berdampak pada agak hilangnya ciri khas film ini. Film ini tidak buruk tetapi impresi yang diberikan ke saya tidak sekuat film pertamanya dan cenderung agak mudah dilupakan.



Dibandingkan film pertamanya, setting tempat kali ini lebih luas dan beragam, syuting juga dilakukan di Bali sebagai lokasi pernikahan Erwin dan Natalie. Penampilan yang dibawakan oleh para cast di film ini merupakan kekuatan dan keistimewaan film ini. Chemistry di antara mereka dibawakan dengan nyata dan baik seperti antara Yohan dan Erwin sebagai kakak-adik, Yohan dan Ayu sebagai suami istri dengan problematikanya serta hubungan Koh Afuk dengan anak-anaknya. Emosi yang ditampilkan mereka dapat dirasakan oleh penonton lewat konflik yang diceritakan sehingga pesan yang ingin disampaikan juga sukses. Maya Hasan sebagai Agnes, Ibu Natalie tampil apik sebagai ibu mertua yang hanya memandang status dan overprotektif terhadap anaknya. Walau Laura dan Maya tampil sebagai cast baru di CTS 2 namun hubungan ibu-anak yang complicated dan penuh tekanan dapat dibawakan dengan baik. Porsi kemunculan para pemain juga pas baik antara para pemain utama dan pendukung.



CTS 2 walau temanya sudah sering diangkat namun kekuatannya ada pada sisi emosional dan konflik yang berhasil dibawakan dengan baik oleh para castnya terutama Adinia Wirasti, Laura Basuki, Dion Wiyoko, dan Maya Hasan. Film Garapan Ernest ini saya anggap tetap dapat dinikmati sebagai film keluarga penutup tahun untuk merefleksikan bagaimana seharusnya kehidupan berkeluarga baik untuk yang akan menikah maupun sudah menikah. Walau ciri khasnya tidak terlalu menonjol lagi seperti di CTS 1 tapi penonton akan tetap dapat berempati dan belajar dari isu yang jamak di keluarga pada umumnya yang ingin disampaikan di film ini bahwa orang tua harus membiarkan anak-anak dan belajar percaya pada pilihan mereka dalam hidup.



Overall: 7/10

(By Camy Surjadi)










Saturday, December 4, 2021

LAUNCHING TRAILER TEKA-TEKI TIKA, MENJAWAB JIKA FILMNYA BUKANLAH KNIVES OUT WANNABE


Bisa dibilang saya salah satu orang yang ada pada kubu jika Teka-Teki Tika sangat terlihat Knives Out wannabe dari semua materi promo dan teaser yang yang sudah dirilis. Ya hal itu tidak bisa dihindarkan, karena vibe warna dan latar belakang cerita tentang sebuah keluarga sangat mengingatkan dengan Knives Out. Namun seteleh menonton trailernya pada saat launching trailernya yang didadkan oleh Starvision, asumsi saya langsung berubah. Asumsi sebelumnya jika film Teka-Teki Tika adalah Knives Out wannabe jadi hilang.



Setelah pemutaran trailer acara berlanjut pada bagian tanya jawab. Mengenai asal ide cerita, pendapat Ernes Prakasa sebagai sutradara mengenai filmnya disama-samakan dnegan Knives Out sampai cerita kesulitan produksi filmnya di masa pandemi. Ide cerita sendiri Ernest mengatakan berasal dari keresahannya pada masyarakat Indonesia yang sangat mudah memaafkan korupsi dibandingkan tindakan kriminal lain. Padahal korupsi merugikan orang banyak. Mengenai kenapa bisa korupsi tetapi latar belakang ceritanya keluarga harus coba ditonton sendiri. Sedangkan untuk mengenai kemiripan dengan Knives Out, Ernest bisa menegaskan isi film akan menjawab semuanya nanti.


Setidaknya dari trailer yang kita tonton sudha sedikit menjawab keraguan kalau Teka-Teki Tika adalah film yang berdasarkan ide original. Film yang diintangi oleh Sheila Dara, Morgan Oey, Dion Wiyoko, Ferry Salim, Eriska Rein, Jenny Zhang, dan Tansri Kemala, film ini akan tayang serentak di bioskop nasional pada 23 Desember.

Friday, December 20, 2019

ULASAN: IMPERFECT 'KARIER, CINTA DAN TIMBANGAN'



Seperti sudah menjadi agenda akhir tahunan, menonton film terbaru yang disutradarai oleh Ernest Prakasa  seperti menjadi sebuah kebiasaan untuk kita yang sudah terlanjur jatuh cinta dengan film-film sang komika ini yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam film-filmnya. Dan lewat film terbaru ini Ernest menantang dirinya sendiri mencoba sesuatu yang baru, yaitu mengadaptassi novel kesebuah film. Memang iya Ernest sudah pernah melakukannya lewat Ngenest, tetapi itu adalah novel atau buku karya dia sendiri. Imperfect sendiri merupakan novel karya dari istri Ernest sendiri Meira Anastasia.



Imperfect bercerita tentang Rara (Jessica Mila) seorang gadis yang cerdas dan diandalkan di kantor yang mempunyai masalah berat badan. Body shaming adalah makanannya sehari-hari yang tidak hanya Rara dapatkan dilingkungan pekerjaan, tetapi juga lingkungan rumah datang dari teman-teman ibunya sendiri (Karina Suwandi) yang berkunjung dan bahkan membanding-bandingkannya dengan adiknya sendiri Lulu (Yasmin Napper) yang mempunyai penampilan jauh lebih menarik.



Rara cukup beruntung, meskipun selalu menghadapi hinan ataupun body shaming lainnya, dia memiliki sahabat seperti Fey (Shaarefa Danish) dan pacarnya Dika (Reza Rahadian) yang tidak memperdulikan berat badan dan penampilan Rara. Hal yang tidak membuatnya tertekan itu mulai berubah ketika atasan barunya di kantor Kelvin (Dion Wiyoko) yang bisa memberikan promosi jabatan kepada Rara asalkan Rara bisa merubah penampilannya jauh lebih menarik. Sesuatu hal yang bisa disanggupi oleh Rara tersebut perlahan juga merubah sikap Rara pada orang-orang yang disayanginya.



Seperti yang sudah disinggung diatas, isu body shaming adalah tema yang diangkat dalam Imperfect ini. Yang awalnya saya mengira Ernest tidak akan selepas alam film-film sebelumnya. Terlebih sentral karakternya ada pada wanita seperti 'Susah Sinyal'yang terlihat Ernest belum bisa memaksimalkan faktor ini. Susah Sinyal sendiri merupakan karya Ernest paling lemah versi saya. Jadi cukup beralasan saya tidak memasang eksptasi macam-macam pada Imperfect.




Dan untungnya prediksi saya film ini akan biasa-biasa saja salah besar. Ernest sudah jauh banyak berkembang setelah Susah Sinyal. Membahas isu body shaming sesuatu hal yang sangat sensitif, tetapi Ernest mengemasnya dengan menarik dan ringan dengan pesan yang cukup tersampaikan kepada penonton. Joke-joke yang mengenai body shaming yang didalangi oleh Muhadkly Acho sebagai comedy consultant berhasil membuat penonton tertawa tanpa menyinggunfisik ataupun isu yang sensitif di film ini.


Sementara untuk pemain, Jessica Mila layak diberikan kredit lebih karena mampu menyanggupi menaikan berat badannya sebanyak 10 kg untuk peran Rara. Sesuatu hal yang terbayar lunas dengan peforma Jessica Mila yang terlihat makin maksimal dengan lawan mainnya Reza Rahadian sebagai Dika yang membuat saya heran dengan penampilannnya disini dengan karakter mungkin akan biasa-biasa saja jika diperankan oleh aktor lain, tetapi lewat aktor satu ini karakter Dika tidak hanya sekedar penghias cerita saja, tetapi juga memberikan nyawa pada film ini. Adegan saat Dika meninggalkan Rara yang membujuknya untuk naik mobil dari pada naik motor adalah adegan terfavorit saya dari dua karakter ini.


Salah satu hal yang selalu menarik dalam film-film Ernest adalah pemeran-pemeran pembantunya yang memberi warna tersendiri. Untuk Imperfect sendiri ada pada 4 sekawan  penghuni kost milik Ibu Dika yang diperankan oleh Dewi Irawan. Dialog-dialog 4 sekawanan mengenai kekurangan atau masalah masing-masing selalu mengocok perut. Jikapun ada yang tidak menikmati drama film ini, minimal kamu akan terhibur dengan 4 kawanan ini. Satu-satunya minus yang sangat saya rasakan pada film ini adalah adegan pemakaman salah satu anggota keluarga Teddy (Ernest Prakasa) yang sangat dipaksakan ada.


Imperfect makin membuktikan sahihnya seroang Ernest sebagai filmaker yang karyanya akan selalu kita tunggu tiap tahunnya. Tanpa perlu diadakan jajak pendapat, jika dibandingkan dengan Raditya Dhika yang sama-sama berangkat dari seorang Komika menjadi sutradara, Ernest ada diatas seniornya tersebut.